Waktu menunjukkan pukul 20.30 malam, Yasmine agak lupa diri ketika mengerjakan tugas di perpustakaan. Dia asyik saja membuat makalah sampai tidak sadar waktu sudah gelap. Penghuni perpus kampus bahkan sufah berkurang, hanya tinggal beberapa orang saja. Kebetulan Yasmine juga sedang halangan jadi saat dua waktu azan berkumandang tak lantas menjeda aktivitasnya di perpustakaan.
Beberapa kali Yasmine memeriksa aplikasi kendaraan di ponselnya. Gadis itu berniat memesan ojek online, namun sampai saat ini driver-nya tak kunjung datang. Gadis itu memberi batas sepuluh menit lagi untuk menunggu. Jika sampai saat itu ojeknya tak kunjung datang, mau tak mau Yasmine akan menghubungi sang ayah untuk minta dijemput. Tadinya Yasmine hanya tidak ingin merepotkan saja. Di sela penantian itu, Yasmine cukup terkejut akan kedatangan seseorang yang langsung menyapanya. Orang ini yang belakangan sering membuat jantung Yasmine tak karuan, siapa lagi kalau hukan pak Firdaus.
"Assalamualaikum, Yasmine."
"Waalaikumsalam, Pak."
"Kamu kenapa belum pulang?" tanya Firdaus ramah sekali, orang ini memang pandai menarik perhatian lawan jenis dengan sikapnya.
Pertanyaan itu benar-benar biasa, namun jika Firdaus yang mengajukan kesannya selalu istimewa.
"Mm ... ini Pak, lagi nunggu ojek online saya sudah pesan tapi belum datang juga."
Firdaus lantas melihat jam di tangan kirinya, "Ini sudah larut, bahaya kalau pulang sendiri. Temenmu mana? Biasanya kamu selalu bareng dia."
"Nisa tadi udah pulang duluan, Pak, kalau saya abis dari perpustakaan dan kelamaan di sana. Jadi pulangnya agak malam."
"Kamu enggak keberatan kalau saya antar?"
"Eh, mm ... jangan Pak, takut merepotkan."
"Tidak repot kok, saya cuma khawatir kalau kamu pulang sendiri malam-malam begini. Batalkan saja orderan ojeknya."
Yasmine terlihat bimbang, ia ingin menerima ajakan Firdaus tapi malu. Di sisi lain, jika Yasmine menolak, dia juga tidak yakin harus menunggu di sana berapa lama lagi.
"Bagaimana Yasmine, kamu mau?"
"Iya Pak, boleh, maaf ya saya merepotkan Bapak."
Firdaus tersenyum tipis, "Ya sudah ayo, mobil saya di sana!" tunjuk Firdaus ke arah parkiran yang ada di sudut utara gedung fakultas--tempat Yasmine menunggu tadi.
Di dalam mobil, suasana pertama yang menguar di sana adalah keheningan. Baik Firdaus ataupun Yasmine sama-sama larut dalam pikiran dan kegiatannya masing-masing. Jujur Yasmine semakin salah tingkah, ia merasa dadanya begitu sesak. Gadis itu butuh udara yang sangat banyak untuk meminimalisasi kecanggungan ini. Setelah sepuluh menit terjebak dalam kebisuan, akhirnya Firdaus berinisiatif membuka percakapan.
"Kamu terlihat gelisah, apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Firdaus yang ternyata membaca gerak-gerik Yasmine sejak tadi.
"T-tidak kok, Pak, hanya ... mmn tidak terbiasa saja."
Firdaus mengerutkan kening, "Tidak terbiasa apa?"
"Tidak terbiasa satu mobil dengan laki-laki yang bukan keluarga saya, apalagi di malam hari. Maaf ya, Pak, kalau ucapan saya menyinggung Bapak."
Firdaus tersenyum tipis lagi, "Mm, karena itu, tidak apa-apa. Wajar kok kalau kamu merasa begitu dan memang sudah seharusnya begitu. Tapi kamu tenang saja, insyaAllah saya akan antar kamu ke rumah dengan selamat."
"He he makasih, Pak."
"Kalau saya bertanya hal yang cukup pribadi, kamu keberatan tidak?"
"Eh, tanya apa, Pak?"