"Ya Tuhan, aku tidak menyangka bu Miranda bisa merencanakan hal semacam ini, Mas."
"Itu tabiatnya, So Eun, walau sudah berjanji akan menjadi orang yang lebih baik tapi lihat kan buktinya. Akan ada momen di mana Mama bertingkah sesukanya. Aku minta maaf karena mama membuatmu tidak nyaman seperti ini. Kamu pasti sangat lelah mengikuti semua permintaan anehnya."
"Sejujurnya tugas ini memang agak berat untukku, Mas. Tapi karena bu Miranda sudah setuju aku boleh resign asal aku mau membantu acara pertunanganmu, makanya aku menyanggupi tugas ini."
Damar tiba-tiba mengulum senyum, So Eun terpana sesaat sampai akhirnya dia menggeleng untuk menyadarkan diri.
"Kamu serius mau resign kali ini?"
"Setelah kudengar mas akan tunangan dengan perempuan lain, aku tiba-tiba yakin mau resign."
Damar sontak menoleh ke arah So Eun, dia memandang lama kemudian menyunggingkan senyum tipis.
"Kamu tidak rela aku melamar perempuan lain?"
"Eh, b-bukan begitu, Mas. Tapi ... t-tapi gimana ya menjelaskannya."
"Tidak usah dijelaskan, aku sudah paham. Sebenarnya aku tidak begitu marah pada mama kali ini. Yang dia lakukan memang menyebalkan tapi itu membuatku senang juga," jujur Damar membuat So Eun bertanya-tanya, apakah gerangan yang membuat Damar senang setelah dijebak?
"Mas senang karena dijebak?"
"Mm, karena jebakan mama bisa mempertemukanku denganmu. Kupikir kamu sudah tidak ingin berkomunikasi denganku lagi, sampai memblokir semua akun sosial mediaku. Sulit bagiku untuk mengetahui kabar tentangmu. Aku sempat bertanya tentangmu pada mama tapi ya seperti dugaanmu, dia tidak pernah memberikan jawaban yang aku mau."
"Mas mencariku? Kenapa?"
Damar mengernyit, "Pertanyaan macam apa itu? Aku melakukannya jelas karena aku rindu padamu."
"Kok bisa rindu?" So Eun terus memancing, ia ingin mendengar sebuah kepastian atas semua terkaannya agar hatinya tenang.
Dia tidak ingin perasaannya terbang untuk sesuatu yang bias.
"Memang aku tidak boleh rindu pada pacar sendiri?"
Mata So Eun membelalak, pacar? Oh, ini bukan bercandaan kan? Damar harus bertanggung jawab karena kini So Eun sudah telanjur melayang bahagia.
"Sejak kapan kita pacaran?"
"Perempuan memang begitu ya? Harus sekali ada prosesi menyatakan cinta baru percaya kalau kita ada dalam hubungan serius?" ujar Damar sungguh-sungguh.
"Iyalah, Mas. Kamu tahu tidak, setiap malam aku over thinking karena kamu tiba-tiba menjauh dan tidak menghubungiku lagi. Aku mau memulai duluan tapi malu dan sadar diri. Aku takut perasaanku sebelah pihak karena dilihat dari apa pun kita ini benar-benar berbed. Dunia kita tidak sama, kamu seorang pengusaha, mamamu bosku, sedangkan aku? Aku hanya pegawai biasa."
Damar mengambil kedua tangan So Eun lalu menggenggamnya erat, dia tatap kedua manik hazel itu dalam-dalam. Senyumnya sudah mengembang sempurna, rupanya Damar juga sedang bahagia. Sangat bahagia karena bisa mendengar kejujuran So Eun. Walau dia sudah sadar betul bahwa mereka tertarik satu sama lain, tapi ternyata mendengar pengakuan secara langsung memang memberikan sensasi memabukan yang luar biasa. Pantas saja So Eun sangat menuntut sebuah kepastian.
"Dengar So Eun, aku memanggilmu sayang itu bukan sekadar panggilan tanpa makna. Aku mengatakan ini supaya kamu tahu kalau aku memang sayang padamu. Kubilang hanya kamu perempuan yang sedang dekat denganku, itu adalah faktanya. Aku tidak pernah menghubungi perempuan mana pun sesering aku menghubungimu. Membahas hal sederhana dan sepele namun itu sungguh menyenangkan jika dilakukan bersamamu. Memastikan kamu sudah makan, kamu sehat dan baik-baik saja, seperti sudah menjadi kewajiban untukku. Makanya sesibuk apa pun, aku pasti menghubungimu walau sebentar. Kamu tidak bisa merasakan semua ketulusanku itu selama ini?"