Kim Bum sudah sibuk membolak-balik sebuah berkasndi sofa kamarnya. Lelaki itu mengenakan kacamata dan sudah berpakaian rapi. Selain menunggu waktu berangkat kerja, ia juga sedang menanti sang istri yang masih terlelap dengan nyaman di kasur pria itu. Sesekali Kim Bum melirik ke arah So Eun, sudut bibirnya terangkat. Sepertinya So Eun memang sangat kelelahan akibat aktivitas semalam. Perasaan saling mendamba yang selama ini dihindari tiba-tiba diluapkan semaksimal mungkin. Bukan hal aneh jika akhirnya hari ini So Eun telat bangun bahkan mungkin bisa jadi dia akan kesulitan jalan.
Lambat laun, kelopak mata So Eun mulai terbuka dan menyesuaikan diri. Dia sudah berpakaian namun masih terbalut selimut dengan muka bantalnya. Awalnya So Eun agak kaget karena ia bangun bukan di kamar yang biasa. Akan tetapi setelah melihat keberadaan sang suami di sofa sana, pikirannya langsung berlari ke peristiwa penting semalaman.
Pasangan suami istri yang berseteru itu akhirnya berdamai dan saling mengikrar janji untuk menjadi lebih baik dengan tidak saling menyakiti. Selain itu, puncak dari perayaan kebersamaan mereka adalah terjadinya prosesi malam pertama yang sudah dua tahun tertunda karena situasi dan kondisi. Mengingat betapa indahnya pengalaman pertama So Eun membuat pipi wanita itu tiba-tiba memerah panas. So Eun menarik selimut untuk menutupi sebagian wajahnya.
"Sudah bangun," kata Kim Bum baru menyadari kalau istrinya sedang memperhatikannya.
Pria itu menyimpan bacaannya di meja kemudian berjalan menuju tempat tidur. So Eun langsung menutup full wajahnya dengan selimut. Belum siap digoda, diajak berinteraksi, atau apapun yang berhubungan dengan suaminya. Dia perlu waktu untuk menenangkan dan membiasakan diri. Menjadi istri Kim Bum seutuhnya memang impiannya dari lama tapi dia tetap harus beradaptasi dengan kondisi ini. Rasanya jantung wanita itu seperti mau copot.
"Tidak akan bangun?" tanya Kim Bum lagi yang sudah duduk di samping istrinya.
"Nanti aku bangun," jawab So Eun di balik selimut.
Kim Bum terkekeh, dia tahu kalau So Eun sedang menghindarinya.
"Kapan? Hari sudah siang, kau bahkan tidak menyiapkan sarapan untukku."
So Eun refleks membuka selimutnya dan mencoba duduk namun ia sedikit meringis.
"Ah," gumamnya tidak jadi duduk karena ada bagian tertentu yang membuatnya tidak nyaman.
"Jangan teburu-buru, mau ke manaz sih?"
"Aku mau menyiapkan sarapan untukmu. Maaf ya aku bangunnya telat."
"Tidak usah, khusus untuk hari ini kau tidak perlu menyiapkan apa-apa. Istirahat saja, masih sakit?" Kim Bum terlihat khawatir dan merasa sedikit bersalah juga. Mungkin So Eun seperti ini karena dia kurang bisa mengendalikan diri semalam.
So Eun memberikan jawaban melalui isyarat jari "🤏" yang artinya wanita itu masih merasa sakit tapi sedikit. Kim Bum menangkap kedua tangan istrinya kemudian digenggam hangat. Mereka berhadapan, So Eun masih terbaring sedangkan Kim Bum duduk di pinggirnya.
"Maaf jika aku menyakitimu semalam. Terlalu antusias sampai meminta lagi dan lagi."
Pipi So Eun semakin terbakar, ini Kim Bum sengaja membahas kejadian semalam untuk menggodanya atau apa, sih?
"Shuut diam," kata So Eun menyimpan telunjuknya di bibir sang suami.
"Jangan dibahas lagi," lanjut wanita itu.
Kim Bum mencium jari telunjuk istrinya kemudian kembali diturunkan dari bibirnya.
"Kenapa?"
"Kamu tidak malu memangnya?" balas So Eun.
Kim Bum mengernyit karena menemukan keasingan dalam kalimat itu.
"Apa?"
"Kamu tidak malu membahas hal seperti itu?"