Kim So Eun, 21 tahun, mahasiswi jurusan sastra inggris yang sama sekali tidak pernah dianggap ada oleh teman-temannya. Bukan karena kepribadiannya yang buruk atau karena gadis itu terlalu menutup diri. So Eun memiliki kepribadian yang sangat baik. Terlalu baik malah sampai kebaikan itu menjadi celah bagi orang-orang di sekitarnya untuk menyakiti gadia itu. Jika tidak, ya dimanfaatkan semaksimal mungkin karena So Eun ini benar-benar orang yang multi fungsi.
Dia bisa menjadi teman diskusi yang baik, kacung yang penurut, dan atm berjalan yang sangat ramah. Bayangkan, sangat menguntungkan bukan jika berdekatan dengannya? Ya, orang-orang tertarik dengan So Eun hanya untuk meraup keuntungan bagi diri mereka sendiri. Sejauh ini belum ada yang tulus, So Eun hanya punya satu sahabat. Itu pun kuliah di kampus yang berbeda sehingga So Eun tidak bisa leluasa cerita pada kawannya.
"Permisi, permisi, permisi. Semuanya permisi, beri aku jalan!" teriak gadis itu sambil menenteng beberapa kantung makanan di kedua tangannya.
Dia berlarian di koridor menuju kelas, tempat di mana orang-orang yang memerintah So Eun berada.
"Ah, maafkan aku, maaf ya. Aku buru-buru!" sesal gadis itu saat tak sengaja menyenggol bahu seorang perempuan.
"Hati-hati kau cupu!" omel perempuan itu.
"Sekali lagi maafkan aku ya, aku tidak sengaja. Semoga harimu indah, dahh!"
Itulah Kim So Eun, mau sekasar apa pun dia dikatai, hanya senyuman manis yang gadis itu sunggingkan. Dia lanjut berlari, waktu yang tersisa tinggal lima menit lagi. Kalau sampai terlambat, So Eun pasti akan kena omel teman-temannya.
Bruk!
"Argh, ya ampun Kim Bum maafkan aku, maafkan aku."
So Eun baru saja menabrak mahasiswa yang istimewa di kampus itu. Lelaki yang menjadi idola karena berbagai capaian prestasi dan keindahan parasnya. Gadis itu bergegas memunguti kantung makanan yang terjatuh karena insiden barusan. Dia hanya berdoa semoga makanan yang dibawanya tidak hancur. Bisa tamat riwayat So Eun kalau hal buruk itu sampai terjadi.
"Are you ok?" tanya Kim Bum sambil membantu mengambil kantung makanan yang terjatuh dan diberikan pada So Eun.
"Oh, iya aku baik-baik saja. Maaf sekali lagi karena barusan aku menabrakmu."
"Tidak masalah."
Mereka bangkit bersama setelah itu So Eun langsung pamit dan beranjak lari.
"Hei, barangmu terja--" Kim Bum tidak melanjutkan kalimatnya karena ia yakin So Eun tidak akan mendengar.
Ditatapnya sebuah gelang emas putih berbandul bintang kecil.
"Astaga si So Eun, masih saja mau dijadikan kacung oleh teman-teman sekelasnya," celetuk Beni yang menatap miris So Eun yang mulai hilang ditelan jarak.
"Kacung?" cicit Kim Bum terlihat heran.
Kim Bum tahu So Eun, sekadar tahu bukan saling mengenal akrab layaknya teman. Mereka pernah satu kelas di mata kuliah umum saat semester awal.
"Hooh, kau tidak tahu ya kabar tentang kebarbaran anak-anak A4 Sastra Inggris?"
"Barbar bagaimana maksudmu, Ben?"
"Ya barbar, di sana sarangnya tukang bully. Nah, korban utamanya ya si So Eun itu. Mungkin karena So Eun paling lemah, terus anaknya penurut banget makanya mudah dimanfaatkan."
"Kenapa kau bisa tahu?"
"Pergaulanku kan luas, tidak sepertimu."
"Aku tidak tahu di kampus kita masih ada budaya kampungan seperti itu."