"Wah, cari perkara itu orang! Berani-beraninya dia mencium Lisa," amuk Kim Bum, baru mendapat laporan tentang situasi terbaru liburan adik-adiknya.
Rupanya, walaupun Lisa menganggap Kim Bum tidak perhatian lagi, ternyata laki-laki itu diam-diam memantau mereka. Pria itu sempat berada di atas awan ketika tahu adik-adiknya sedih karena dia mulai cuek. Itu artinya mereka tidak benar-benar menginginkan Kim Bum pergi dari kehidupannya.
"Kalau ada apa-apa itu jangan pakai emosi dulu, bisa? Lihat tuh, Lisa terlihat bahagia bersama Sehun. Akhirnya anak itu menemukan seseorang yang pantas untuknya," tutur So Eun ikut lega.
"Dih, kata siapa dia pantas untuk adikku?"
"Kataku barusan, terlepas dia pernah membuatku risi tapi aku tahu kalau Sehun itu anak baik. Dia aktif, pintar, dan tentu saja tampan. Nilai plus karena Lisa juga suka padanya."
"Baik apanya? Laki-laki macam apa yang mencium perempuan di kencan pertama?"
So Eun langsung mengangkat satu alisnya lalu menatap Kim Bum penuh maksud.
Pria itu baru menyadari sesuatu, terlebih saat ini kekasihnya sedang memberikan pandangan yang menyudutkan.
"Kalau aku berbeda! Aku kan sudah dewasa sedangkan dia masih bocah. Belum boleh seperti itu!" elak Kim Bum disertai salah tingkah yang membuat So Eun terkekeh.
"Katamu mahasiswa itu sudah masuk usia dewasa," kata So Eun lagi semakin menyudutkan.
"Aku tarik lagi kata-kataku, mulai sekarang mahasiswa itu masih anak-anak!"
So Eun membiarkan kekasihnya meledakkan emosi sesaat. Ia pergi ke dapur lalu mengambil beberapa kue dan makanan ringan untuk kekasihnya. Sekarang mereka sedang berada di kediaman So Eun. Kim Bum sudah sangat diterima oleh keluarga kekasihnya. Bahkan ayah So Eun selalu senang ketika sang calon menantu berkunjung. Obrolan mereka nyambung dan tak jarang keduanya juga saling adu skill dalam bermain catur. Jujur, Kim Bum memang pandai mencuri perhatian orang asing. Tidak sulit juga untuk jatuh cinta padanya. Maka dari itu orang tua So Eun menyambutnya dengan tangan terbuka walaupun perkenalan pasangan itu masih seumur jagung. So Eun kembali ke ruang tengah, tampak Kim Bum sedang memasang wajah frustrasi. Sungguh pemandangan yang lucu. Dia yang punya rencana untuk cuek pada adik-adiknya. Tapi dia juga yang tersiksa.
"Sayang, apa sebaiknya aku susul saja mereka sekarang?"
"Lalu kamu mau membiarkan rencanamu hancur begitu saja? Padahal tinggal sedikit lagi, loh. Kamu ingin mereka datang padamu dan mengakui kesalahannya, kan?"
"Huhhh, iya sih tapi hidupku tidak akan tenang kalau begini caranya."
So Eun memberikan secangkir teh pada kekasihnya itu, "Nih, minum dulu, jangan ngomel terus."
Kim Bum menuruti perintah kekasihnya, ia meneguk setengah isi cangkir teh itu.
"Aaaa," kata So Eun menyuruh Kim Bum buka mulut, ia ingin menyuapi makanan kepada pria itu.
"Apa itu?"
"Puding cokelat, biar hatimu dingin setelah memakannya."
"Buatanmu?"
"Mm-hm, ayo cepat makan."
Dalam sekali gerakan puding di sendok tadi berpindah tempat ke mulut Kim Bum.
"Kamu mau bikin aku gendut, ya? Setiap ke sini disuruh makan dan ngemil terus," keluh Kim Bum, jujur dia sudah merasakan berat badannya bertambah. Celana yang biasanya longgar ketika dipakai kini jadi agak ketat.
"Makanya yang rajin olahraga biar perutmu tidak buncit. Ayo, makan lagi."
Kim Bum menerima suapan kedua namun kali ini sambil memandangi paras cantik kekasihnya.