46. Pasar Malam

53 7 0
                                    

Malam ini rencanya Bian ingin mengajak Ratu jalan-jalan ke pasar malam yang selalu ada waktu pertengahan bulan. Dekat dengan rumahnya, karena hanya di ujung komplek.

Bian mengetuk pintu coklat kamar tamu yang ditempati Ratu untuk tidur. Senyum manis pada wajahnya tidak luntur sedikitpun. Keliatan sekali jika ia sedang berbahagia.

"Ratu!" Panggil Bian setelah mengetuk pintu itu untuk kedua kalinya. Setelah mengetuk pintu coklat itu, akhirnya Ratu keluar daru kamarnya.

"Sekarang, Bi?" Tanya Ratu saat Bian berdiri di depannya. Malam ini Bian terlihat sangat manis sekali. Apalagi dengan sweater bernama mint yang sangat manis jika dipakai oleh Bian.

"Iya sekarang! Tapi kita ijin bunda dulu ya, Ratu." Saat mengatakan itu, tangannya terulur untuk menggenggam tangan kekasihnya. Ratu tersenyum, ia tau maksud Bian, dengan senang hati Ratu menerima uluran tangan itu.

Kemudian mereka melangkahkan kaki mereka untuk ke ruang keluarga dimana papa dan ibundanya sedang menghabiskan waktu bersama.

"Papa, bunda, Bian ijin mau pergi dulu ya sama Ratu ke pasar malam!" Ijin Bian tepat di depan kedua orang tuanya. Laki-laki menghalangi orang tuanya yang sedang menonton.

"Ck, Bian awas dulu! Papa gak lihat!" Tegur sang papa ketika Bian tidak ingin minggir. "Mau kemana jam segini?"

"Mau ke pasar malam. Boleh kan? Mau ajak Ratu jalan-jalan sebentar, gak lama kok. Lagian juga pasar malamnya deket," ucap Bian meminta ijin. "Boleh ya pa, bun?"

"Iya, boleh, tapi jangan malam-malam ya?" Sahut bunda Bian. "Ratu tolong ya ingetin Bian kalau nakal nanti."

Ratu yang berada tak jauh dari mereka menyahutinya dengan lugas, "siap, bunda!"

"Iya udah sana! Papa sama bunda mau nonton nih! Kamu ganggu aja."

Setelah mendapat ijin dari kedua orang tuanya, segera Bian membawa Ratu pergi ke pasar malam. Tangan Bian setia menggenggam tangan Ratu. Saat tiba di depan si Jami yang telah ia persiapkan.

Ratu tertawa geli saat melihat outfit Bian malam ini. Begitu serasi dengan motornya yang juga berwarna hijau mint.

"Ratu deketan sini, Bian mau pasangin helm nya ke Ratu." Gadis itu hanya menurut untuk mendekat ke arah Bian, laki-laki itu tersenyum sembari memasangkan helm warna pink untuk Ratu. "Sudah! Ayo kita ke pasar malam!!!"

Semangat sekali sepertinya Bian. Sampai kedua tangan laki-laki itu mengepal ke udara. Ratu hanya tertawa melihat antusias kekasihnya itu.

Segera, Ratu menempatkan diri pada jok penumpang.

"Jangan lupa pegangan! Ini Bian mau ngebut biar mirip Marquez!" Cetusnya yang membuat senyum Ratu tak kuasa dirinya tahan. Tangan miliknya bergerak untuk mencubit perut kekasihnya itu. "Aduh! Kok Bian dicubit si?"

"Lagian kamu modus! Udah buruan jalan! Nanti pasar malamnya keburu tutup," desak Ratu saat Bian tak kunjung menjalankan si Jami.

"Apa Jami? Kamu gak mau jalan karena gak dikasih bahan bakar?" Telinga laki-laki itu mendekat pada spedometer seperti orang yang tengah mendengarkan. "Apa Jami? Kamu mau Ratu meluk Bian sebagai bahan bakarnya?"

Mata Ratu melotot saat mendengar perkataan Bian, laki-laki itu meliriknya disertai senyum usil yang membuat Ratu kesal. "Denger gak Ratu? Katanya Jami minta bahan bakarnya Ratu meluk Bian. Nanti baru Jami mau jalan."

"Itu mah modus kamu aja, Bi. Mana ada bahan bakar kayak gitu? Lagian kan yang butuh Jami, kenapa Ratu harus meluk Bian coba?"

Bian tertawa kecil. "Iya udah kalau gitu, berarti Jami gak bisa jalan kalau gak dapat bahan bakarnya."

My Innocent Boyfriend (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang