Dengan langkah kaki lebar dan tergesa. Restu berjalan melewati lorong rumah sakit dengan tergesa. Pikirannya berkecamuk memikirkan kondisi kesehatan ibunya yang saat terbaring di brankar UGD. Tadi saat dirinya tengah berkumpul dengan teman-temannya, tiba-tiba sang papah menelpon dan mengatakan bahwa ibunya pingsan di depan kamar mandi. Dan itu membuat Restu tanpa pikir panjang pamit undur diri kepada teman-temannya. Tujuannya kemari hanya satu, yaitu mengetahui kondisi ibunya.
Saat langkah kaki Restu hampir tiba di ruang UGD, ia melihat papahnya yang tengah memasukan teleponnya ke saku celana bahan. Restu mempercepat langkahnya, mendekati papahnya yang sama khawatirnya dengan dirinya.
"Bagaimana kondisi bunda, pah?" Tanya Restu ketika telah sampai di depan papahnya. Keringat membanjiri kening pria itu saking cemasnya dengan kondisi perempuan tercintanya.
Restu mendengar, mendengar sang papah menghela nafas begitu berat seakan apa yang akan di sampaikan pria paruh baya itu cukup mengejutkan.
"you'r mother is okay, son!" Restu bernafas lega. Setelah itu tubuhnya ambruk di kursi penunggu. Menghela nafas lega dan memijat keningnya yang sedikit merasakan pusing.
"Aku belum tenang, pah. Karena bukan dokter langsung yang mengatakan itu," sanggah Restu sembari menatap papahnya yang berada di depannya.
"Tidak perlu, karena papah berkata jujur. Bundamu baik-baik saja hanya pingsan di kamar mandi karena pusing."
"Daddy don't lie?" Papah Restu mengangguk mantap. "Baiklah, Restu percaya kepada papah. Apakah dokter sudah memperbolehkan menjenguknya sekarang?"
"Silahkan. Papah akan menemui dokter yang menangani bunda terlebih dahulu."
"No! Papah akan ikut bersama ku masuk ke dalam untuk melihat bunda. Jika ingin menemui dokter, nanti bersama Restu."
Papah Restu mengangguk, menghela nafas sejenak setelah itu ikut masuk ke dalam ruangan bersama. Percuma saja papah Restu membantah ucapan anak laki-lakinya itu. Karena Restu memiliki sifat yang sama persis dengan dirinya yang tidak suka di bantah.
Saat masuk Restu berhenti sejenak. Menatap seorang wanita yang tengah terbaring cantik dan di kelilingi alat bantu rumah sakit. Menghela nafas, Restu tak sanggup menyaksikan pemandangan yang ada di depan matanya ini. Ia tak sanggup melihat ibu tercintanya terbaring tak berdaya di brankar tersebut. Setiap menatap dan melihat ibunya Restu selalu saja ingin merengkuh dan memeluk wanita yang telah mengandungnya hingga 9 bulan itu.
Restu menggeleng. Sadar dari lamunannya saat seseorang menepuk pundak kanannya. Ia menoleh menatap sang papah yang tengah tersenyum kearah dirinya. Seolah memberitahu pada dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Yuk, bunda udah nungguin tuh," kata papah Restu yang di angguki laki-laki itu.
Sekali lagi, Restu menghirup udara yang bercampur dengan bau obat-obatan itu untuk menguatkan dirinya. Setelah itu dirinya memberanikan mendekati ibunya yang belum sadar.
Restu menarik kursi untuk dirinya duduk. Setelah mencari posisi yang nyaman, lantas laki-laki itu menggenggam tangan ibunya yang terdapat selang infus.
Restu mengecupnya lama, lalu di tempelkan di pipi laki-laki itu sembari mengelus lembut tangan ibunya.
"Bunda," panggil Restu lembut seraya menatap perempuan pertama yang ia cintai. "Ada Restu di sini. Bunda tidak ingin bangun dan melihat Restu? Bunda kenapa bisa sampai pingsan? Restu khawatir karena tiba-tiba papah menelpon Restu dan memberitahu kalau bunda masuk rumah sakit."
"Bunda gapapa kan? Restu percaya, bunda Restu adalah perempuan yang paling...kuat dan hebat!" Menjeda katanya sejenak, Restu mengeluskan tangan ibunya ke pipi milik dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Innocent Boyfriend (ON GOING)
Romance[Genre : romance, komedi] Ini hanyalah kisah seperti umumnya dimana seorang laki-laki yang beruntung bertemu dan memiliki perempuan secantik pacarnya. Ketika mereka di permukaan untuk melengkapi bukan mem-bebani. Selain itu kalian juga akan di hibur...