GAB; 2

53.2K 3.4K 56
                                    

Guntur menganggukkan kepala saat pria yang sudah menjadi tangan kanannya menjelaskan secara rinci bagaimana kehidupan Pasha dari kecil. Anak tiri Winda, ibu yang tadi menampar juga menjambak rambut Pasha dengan begitu tega.

Winda membenci Pasha karena gadis itu yang sudah menyebabkan suaminya meninggal, mendonorkan jantung pada Pasha saat gadis itu masih duduk di bangku SMP dan menyebabkan kehidupannya begitu turun drastis semenjak Tomo tiada. Keluarganya jatuh miskin karena membiayai rumah sakit Pasha yang begitu mahal.

"Tomo Arifto? Saya tidak mengenal pebisnis itu."

"Dia pengusaha kelapa sawit pak, lalu semua perkebunannya sengaja di jual untuk membiayai operasi anaknya. Ia rela mati demi mendonorkan jantung untuk anaknya sendiri...,"

"Jadi Winda siapa?"

"Ibu sambung Pasha, Pak. Ia sering di siksa ibunya sendiri karena Winda selalu menganggap jika Pasha lah yang sudah merebut semua kebahagiaannya. Karena sebenarnya ia mau menikah dengan Tomo hanya untuk menyambung hidup bersama dua anaknya...,"

"Kasihan anak ini," ujar Guntur mengusap rambut gadis yang sedari tadi tidur menumpukkan kepala di pahanya, sesekali bergerak mencari kenyamanan.

"Kamu singkirkan Winda dan dua anaknya itu, suruh mereka pergi sejauh mungkin dan jangan pernah temui Pasha lagi!"

"Maksudnya pak...,"

"Otak kamu sekecil apa sampai tidak menangkap perintah saya?"

"Baik, pak."

Pria itu mengangguk cepat, berkas-berkas yang ada di meja segera ia bereskan. Berkas berupa bukti data-data mengenai gadis yang tengah tertidur ini. Guntur masih tidak menyangka di dunia modern seperti sekarang masih ada wanita seperti Winda yang hanya menikah karena sebuah harta semata.

"Dengan uang mereka akan pergi tanpa di perintah."

Pria yang menyelidiki kasus kekerasan dan seluk beluk keluarga Pasha akhirnya pergi, meninggalkan Guntur bersama si gadis yang masih tidur nyaman dengan pahanya sebagai bantal. Gadis yang malang, pantas saja ia berniat bunuh diri malam itu.

Setelah kejadian dimana melihat Pasha di tampar oleh ibu sambungnya, Guntur jadi khawatir dengan psikis anak ini. Namun, saat asik memandangi wajah gadis delapan belas tahun ini, Guntur harus kaget karena tiba-tiba Pasha membuka matanya, menatapnya datar lalu bangkit duduk.

"Ini dimana?"

Guntur tersenyum kecil dan berjalan menuju meja kerja, mengambil sesuatu dibalik laci dan duduk kembali di samping Pasha. Gadis itu terlihat bingung, mungkin karena tempat yang baru ini terlihat asing.

"Maaf ya, saya bawa kamu ke kantor."

Pasha hanya mengangguk, membiarkan Guntur mengobati luka di ujung bibirnya akibat tamparan yang ia terima dari Winda. Sesekali mendesis menahan perih.

"Laper...,"

Guntur tidak bisa menahan senyumnya kala Pasha memegangi perutnya, dari sana ia juga bisa mendengar suara keroncongan yang berasal dari perut Pasha.

"Mau makan apa?"

Dengan ragu, Pasha mengambil ponsel milik Guntur yang ia sodorkan padanya. Lock screen dengan gambar krayon Shinchan memenuhi layar ponsel membuat Pasha sedikit termangu, pria di depannya ini sungguh tidak bisa di tebak.

"Gak ngerti...,"

Guntur hanya tersenyum saat Pasha memberikan ponsel kembali, beberapa detik tangannya menari di atas layar mencari makanan yang sekiranya Pasha suka, lalu pria itu menggeletakkan ponselnya di meja.

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang