Guntur menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, ia melirik Pasha yang hanya menatapnya datar sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. Tidak bicara meski Guntur tau Pasha tengah menahan kesal.
"Maaf ya, terbangnya di cancel."
Pasha benar-benar diam, tidak menanggapi Guntur yang sudah memasang wajah tidak enak. Riki, sekretarisnya sungguh tidak menyangka Guntur sebegitu tidak enaknya pada gadis kecil itu.
Pria berhati keras seperti Guntur luluh juga dengan seorang perempuan?
Lagi-lagi Pasha menatap Guntur datar lalu mendelik kemudian, tadi sore gadis itu harus terdampar di kantor pria dewasa ini dan sekarang ia juga harus terdampar di sebuah ballroom hotel yang sudah di sulap sedemikian rupa untuk kebutuhan meeting.
"Minta kursi lagi!"
Riki mengangguk dan segera menemui pihak Hotel. Pasha hanya berdiri termangu, sudah cukup pasrah untuk hidup dengan Guntur yang serba mewah, Pasha melupakan satu hal, ia belum mandi.
Tampilannya sungguh tidak mengenakkan, duduk di sebelah Guntur membuat Pasha serasa debu-debu jalanan yang sengaja di pungut pria ini.
"Main hp aja biar gak bosen," Guntur mengusap rambut Pasha dan meninggalkan gadis mungil itu yang tengah bersandar di kursi, sedangkan Guntur berjalan dengan gagahnya ke hadapan lima belas orang yang sudah siap sedari tadi.
Pasha hanya mengangguk, ia cukup paham jika Guntur adalah sosok yang sibuk. Ia hanya tidak habis pikir dengan sikap pria dewasa itu, berani memberikan uang kepada ibu tirinya hanya untuk membawanya.
Gadis yang tengah memakai kaos oversize coklat itu meminum soda kaleng yang sempat Riki berikan, dagunya yang sedikit mendongak harus terekspos lebih jelas bagaimana tanda abstrak merah di pipi dan rahangnya. Pasha mencoba biasa saja namun saat dua perempuan yang ikut dalam meeting itu berbisik sembari melirik ke arahnya, membuat Pasha menutupi tanda merahnya itu dengan rambut.
Dan saat mereka tertawa satu sama lain, Pasha berdiri meninggalkan ruangan berkapasitas tiga puluh orang itu, tidak peduli jika Guntur sempat meliriknya saat ia bergegas.
Kenapa ia harus terlahir tidak normal?
Riki jelas mengejar gadis kecil yang baru saja Guntur perkenalkan pada orang-orang di kantor, ia juga melihat bagaimana Riri dan Shinta meledek Pasha dengan jelas, lihat saja Guntur tidak akan diam. Riki jamin hal itu.
"Kamu tunggu di mobil saja," ujar Riki akhirnya bisa menggapai bahu Pasha saat gadis itu melangkah dengan cepat. Namun, gadis itu segera menyingkirkan tangan Riki, dan berjalan cepat meninggalkannya.
Jangan salahkan Pasha karena tidak bersyukur sudah bertemu dengan Guntur, mau bagaimanapun mereka anak manusia yang masih sama-sama asing.
"PASHA!"
Riki sampai berteriak, mau mengejar pun rasanya tidak bisa karena ia juga harus memberitahu pada Guntur hal ini. Apa penderitaan Pasha akan semakin panjang?
Mendapat ibu tiri semacam iblis, kehilangan ayah dan mendapat perundungan hingga tidak bisa melanjutkan pendidikan. Apa masih ada lagi beban hidupnya?
Pasha menarik nafas dalam-dalam saat melihat truk kontainer melaju ke arahnya, ia bahkan sudah menutup mata hingga merasa tubuhnya melayang bersamaan dengan teriakan orang-orang di sekitar. Benturan keras dapat ia dengar hingga saat membuka mata, Pasha melihat Guntur mendekap tubuhnya dan melindungi kepalanya dengan tangannya sendiri.
"KAMU UDAH GILA?!"
Pasha kaget bukan main, bukan karena bentakan yang ia terima dari Guntur. Melainkan darah yang keluar dari kepala pria itu, Guntur sempat merintih kesakitan namun tidak ia hiraukan. Pria dewasa itu memilih mendekap Pasha ke dalam pelukannya, mengusap rambut gadis itu dengan lembut.
"Jangan kayak gini, Sha!"
"Saya sayang kam...,"
"Lo berdarah," tunjuk Pasha melihat darah yang semakin mengalir ke leher Guntur. Namun, lagi-lagi Guntur tidak mengindahkan hal itu. Pria yang sudah kehilangan sosok perempuan yang ia sayang kini menggandeng tangan Pasha, membawanya pergi.
Riki yang melihat kejadian secara langsung melototkan matanya tidak percaya. Astaga! Bosnya menaruhkan nyawa demi seorang gadis setelah kehilangan dan mendeklarasikan dirinya tidak akan berhubungan dengan siapapun lagi.
Sebagai sekertaris Riki segera masuk ke dalam mobil, duduk di balik kemudi membiarkan bosnya duduk di belakang bersama gadis kecil bernama Pasha, melajukan mobil menuju rumah sakit.
"Lebay lo, pake segala rumah sakit!"
Riki menulikan pendengaran dan segera memanggil dokter untuk segera menangani benturan yang terjadi pada kepala Guntur. Setelah Guntur masuk ke ruangan, Pasha diam saja sembari memilin jemarinya.
"Pak Guntur gak bakal kenapa-kenapa kok," Pasha mendongak melirik Riki sebentar, lalu menundukkan kepalanya lagi. Terdengar hembusan nafas pasrah dari pria itu membuat Pasha menoleh lagi.
"Kamu tenang aja," ujar Riki lagi.
Pasha diam saja, ia melangkah masuk meninggalkan Riki yang berusaha menahan agar tidak mengeluarkan kata-kata mutiara dari mulutnya, gadis itu membuka pintu setelah dokter keluar dan berbicara bersama Riki di luar sana, sedangkan Pasha berdiri mematung di samping brankar.
Saat mata mereka bertemu, Pasha sempat terdiam beberapa detik hingga menubrukan tubuhnya ke dalam dekapan Guntur membuat pria itu seketika tersenyum dan mengusap rambut Pasha yang lurus.
"Maaf," ucap Pasha kemudian, lalu melepas pelukannya membuat Guntur yang baru saja merasakan kehangatan dari gadis kecil itu merasa kecewa, ia tersenyum dan mengangguk kecil.
"Untuk kedua kalinya, kamu masih mau bunuh diri lagi?"
"Maaf tadi saya bentak kam...,"
"Gak papa," jawab Pasha cepat sembari menggelengkan kepala, ia tidak sadar jika jari telunjuknya mengait dengan jemari Guntur yang terlihat begitu besar di bandingkan jarinya.
"Makasih," meski terdengar ragu, Guntur cukup mengerti. Ia menyelipkan rambut Pasha ke belakang telinga, mengusap sebelah pipi gadis yang tengah berdiri ini.
"Riri dan Shinta bakal nyesel udah ngetawain kamu. Kamu cantik, Sha! Kamu normal, kamu gak aneh."
"Tapi semua orang bilang gitu, harusnya bokap biarin gue mati aja."
"Saya gak akan biarin kamu mati."
"Buktiin gue berarti kalo hidup, Tur. Gue cape!" Tangis Pasha tumpah kembali seiring dengan tawanya yang terdengar mengenaskan. Guntur sungguh tidak tega melihatnya.
Saat Pasha berhenti dengan tangisnya, Guntur hanya bisa tersenyum menampilkan giginya yang rapi, mata Pasha yang sembab juga pipi yang merah membuat Guntur gemas dengan gadis kecil di depannya ini.
"Udah nangisnya?"
Pasha mengangguk, ia duduk di sebelah Guntur, memandangi lantai rumah sakit yang terlihat bersih. Kemudian, ia menolehkan pandangannya ke arah pria dewasa yang ternyata Guntur masih tersenyum.
"Kenapa?" Tanya Pasha.
"Kamu lucu...,"
"Boong!"
"Serius, kamu manis."
Pasha terkekeh kecil, menampar dada Guntur pelan membuat pria itu tertawa. Detik kemudian, Guntur menggenggam tangan Pasha dengan mudah, menatap mata Pasha yang terlihat begitu kecil meski tidak sipit.
"Apa?" Tanya Pasha lagi.
"Jangan mati! Saya akan buat kamu gadis paling bahagia di dunia ini."
______
Tim pergi ke Seoul, mau ikut? Jadi nih!
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR ASKA BUMI
RandomNovel tersedia di shopee galeriteorikata. Guntur pernah gagal menikah. Kini, hidupnya hanya tentang kerja, pesta, dan buang-buang uang saja. Sering bepergian melakukan perjalanan bisnis tak membuat Guntur menemukan pengganti Melati, mantan tunangan...