GAB; 18

26.6K 1.7K 12
                                    

Pasha berjalan keluar bersama Yuni setelah bel pulang terdengar. Keduanya berjalan santai hingga bahu Pasha tertabrak seseorang dari belakang membuat gadis itu meringis sakit. ”Maaf-maaf...,”

Pasha hanya mengangguk dan pemuda yang memakai topi putih itu berjalan terburu-buru.

”Tumben punya adab.” celetuk Yuni.

”Siapa?” tanya Pasha.

”Itu si Radit. Si biang ulah.”

Pasha tidak terlalu menanggapi, hingga mereka berdua sampai ke gerbang dimana semua para murid berdesakan ingin pulang entah yang berjalan kaki dan yang membawa kendaraan sendiri.

”Lo pulang sama siapa?” tanya Yuni.

”Di jemput. Kalo lo?”

”Nunggu ada yang ngajak.”

Keduanya duduk di halte bus depan sekolah yang terletak sebelah kanan tak jauh dari gerbang. Hingga sebuah mobil sedan BMW berwarna hitam berhenti di hadapan mereka. Pasha berdiri ketika supir yang bekerja dengan Guntur keluar, mobil mewah itu berhasil membuat Yuni menganga dan menolah pada Pasha yang kini sudah berdiri.

”Mau bareng?”

”Nggak deh, gue naik angkot aja nanti.”

”Oke.”

Pasha sebenarnya tidak enak hati ketika di perlakukan layaknya ratu meski Guntur tidak ada. Pasha bahkan sering lupa dengan orang-orang yang bekerja dengan Guntur termasuk pak supir terkecuali Riki, sekertaris yang merembet asisten pribadinya.

”Ini, dari pak Guntur.”

Pasha baru saja selesai membuka kaos kaki dan sepatunya di dalam mobil. Ia menerima paper bag  yang sepertinya berisi makanan, isinya segelas smoothies dengan dua roti manis yang masih hangat.

Gadis muda yang cantik itu tersenyum ketika melihat secarik kertas kecil di dalamnya. Terlihat tulisan tangan Guntur tertera di sana membuat Pasha berkali-kali tidak bisa menutupi rasa bahagianya.

Abisin ya cantik.

Guntur-

Pasha membuka roti manis rasa nanas yang masih hangat, sempat menawari supir yang fokus mengemudi tapi pria itu menolak halus. Hingga roti keduanya habis dan smoothies nya tinggal setengah, mereka sampai di kediaman Guntur yang sepertinya tak cocok jika di sebut rumah karena ukurannya yang begitu luas.

”Makasih ya pak.”

”Sama-sama.”

Berjalan sembari menenteng sepatunya, Pasha masuk ke dalam rumah dan menemukan Kumala tengah memasak di dapur. Namun, Pasha tidak menghampiri wanita itu dan bergegas masuk ke kamar beristirahat dengan tenang. Satu yang terlintas di benak Pasha saat ini, ia sudah lama tinggal bersama Guntur tapi tak pernah sekalipun keliling untuk melihat seisi rumah.

Pasha mengurangi suhu AC yang sepertinya Kumala nyalakan sebelum ia pulang. Padahal ia tidak kuat jika ruangan terlalu dingin. Dering ponsel mengagetkan Pasha yang hendak terlelap, ternyata itu telepon dari Guntur. Baru saja akan menggeser panggilan sudah tertutup membuat Pasha berdecak kecil di susul satu pesan disana.

Bang Guntur🌼

Udah di rumah?

Udah, baru saja sampe
Baru mau mandi, gerah banget.

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang