Pria dengan setelan kemeja putih juga celana dasar warna hitam menatap seorang gadis yang kini tertidur di sofa, meringkuk sendirian. Guntur baru saja pulang dari Singapura dan tiba di rumah pukul satu pagi.
Apa mungkin Pasha menunggunya pulang dan tidak sengaja tertidur? Jika benar, itu bagus. Guntur sampai tersenyum kecil melihat Pasha yang bergerak dari tidurnya membuat Guntur inisiatif menggendong dan membawanya ke kamar.
Selain hobi makan dan tidak mandi seharian, Pasha juga hobi tidur. Tidak mempunyai kesibukan membuat gadis ini selalu menghabiskan waktunya dengan menutup matanya.
"Eh," Pasha terlonjak kaget saat tidak sengaja membuka mata karena merasa seseorang baru saja menaruhnya ke ranjang kamar.
"Kok bangun?"
Guntur mengusap rambut Pasha sampai pipinya, gadis itu menetralkan cahaya yang masuk ke retina mata hingga bisa melihat wajah Guntur yang percis sekali di depannya.
"Baru pulang?"
"Iya...," Jawab Guntur singkat.
Keduanya mendadak diam, Pasha tidak tau harus mengatakan apa lagi. Sementara Guntur masih menunggu apa kalimat yang selanjutnya keluar dari mulut gadis di depannya ini.
"Kenapa?"
"Guntur," Pasha memalingkan wajah saat keduanya bicara secara bersamaan, sedangkan Guntur terkekeh kecil melihatnya.
"Kamu mau ngomong apa?"
"Kalo gue pergi dari sini gimana, Tur?" Guntur terdiam seketika mendengar pertanyaan dari Pasha. Jelas saja ia tidak ingin jauh dengan gadis kecil yang sekarang duduk di hadapannya ini.
"Kemana?"
"Gak tau," jawab Pasha membuat Guntur tertawa kecil, sementara Pasha mati-matian menahan malu. Karena bagaimanapun ia sudah tidak mempunyai keluarga dan kerabat di kota sebesar ini.
"Kalo gak tau kenapa mau pergi?"
Guntur membuka jas hitam yang masih melekat di tubuhnya, menaruhnya di ranjang dengan sembarangan. Pasha terdiam beberapa detik, bukan ia tidak suka hidup dengan Guntur. Pasha hanya merasa ia sudah merepotkan pria dewasa ini lebih lama.
"Gue gak enak repotin lo ter...,"
"Gak ada yang di repotkan, aku yang gak mau kamu pergi Pasha."
"Tapi, Tur?"
"Tapi kenapa? Kamu bosen ya di rumah terus. Gimana kalo besok kita pergi, ke Bali atau Lombok. Ya?"
"Bukan itu yang gue mau Guntur, lo ajak gue tinggal disini. Tapi lo gak pernah ada di rumah...,"
Seketika Guntur terdiam setelah mendengar kalimat yang baru saja meluncur dari mulut Pasha, memang terdengar begitu sederhana tapi berhasil membuat Guntur merasa bersalah.
"Kamu kesepian?"
"Nggak juga, tapi gue pengen lo ada disini." Pasha terdiam beberapa detik hingga ia baru menyadari apa yang telah ia ucapkan.
"Maksud gue...,"
"Kamu kalo lagi malu lucu juga."
Plak!
"Apaan deh!"
Guntur mengusap pahanya yang terkena tampar dari Pasha, bukan sakit justru hal itu membuat Guntur yakin jika Pasha juga hanya gadis biasanya yang akan tersipu meski hanya dengan pujian manis.
Guntur mengusap sebelah pipi Pasha sebelum mengambil ponsel dari balik sakunya. Menelpon seseorang. Sementara Pasha masih diam duduk bersimpuh di atas ranjang.
"Hallo, Rik. Buat jadwal ulang untuk pertemuan besok. Kosongkan jadwal saya seminggu ke depan...,"
Setelah mengatakan itu Guntur kembali mematikan ponsel setelah Riki mengiyakan kemauannya. Diam-diam Pasha tersenyum kecil karena Guntur membatalkan pertemuannya yang pastinya dengan kolega bisnis.
"Kamu laper gak dek?"
"Lo laper?" Tanya Pasha.
"Dari siang belum makan."
Pasha mencebikkan bibir, ia mengambil jas hitam milik Guntur dan membawa ke dapur. Sedangkan pria dewasa itu tampak tersenyum karena perlahan Pasha mulai menerimanya.
"Gue cuma bisa masak telor sama mie doang. Pembantu elo kan pulang cepet tadi, mangkanya gak masak."
"Kalo dia pulang cepet terus gak masak, kamu makan apa?" Tanya Guntur. Ia sedikit kaget karena tidak tau menahu dengan ART yang bekerja di rumahnya tidak memasak.
Bukan apa, Pasha makan apa jika wanita paru baya itu pulang cepat.
"Kata lo jaman sekarang mau makan gampang, tinggal pesen aja lewat hp."
"Iya, tapi kalo keseringan makan fast food juga gak baik."
"Terus tadi pesen apa?" Tanya Guntur lagi, ia membuka kemeja putih yang terasa begitu lengket dan menaruhnya ke dalam mesin cuci. Sementara Pasha harus menahan nafasnya sejenak dengan pemandangan yang baru saja ia lihat.
"Nasi Padang."
"Tadi kamu nyamperin kurir ke depan?"
"Iyalah!" Jawab Pasha sedikit kesal. Memang apa salahnya menemui kurir untuk mengambil makanan saja. Lagi pun matahari tidak sedang panas, tidak ada alasan mengapa Guntur sering menyuruhnya agar tidak keluar rumah. Maksud Guntur, kalau ada satpam kenapa Pasha harus ikut turun tangan.
"Lain kali jangan!"
"Nyamperin kurir doang ke depan gak boleh?" Pasha berjinjit mengambil teflon, ia memutar kembali tubuhnya dan menatap Guntur yang tengah bertelanjang dada.
"Kan ada satpam sayang."
"Yaudah sih, udah lewat juga."
"Pokonya gak boleh, di luar panas."
Pasha menatap punggung Guntur yang berjalan menjauhinya. Sungguh alasan yang tidak masuk akal, Pasha tidak begitu mengerti dengan jalan pikiran Guntur. Hanya karena panas matahari? Yang benar saja.
Rumah mewah tapi sepi.
Itu adalah kalimat singkat yang paling cocok dengan rumah Guntur saat Pasha datang kesini, ia baru menyadari jika tidak ada kehidupan lain selain para satpam di luar dan ART rumah yang akan pulang jika hari sudah sore.
Sementara Pasha selalu menghabiskan waktunya dengan menonton tv sendiri dan melihat detik jam berjalan menunggu Guntur pulang. Pasha tidak tau perasaan apa yang selalu menghampirinya ketika tau jika Guntur hendak pergi dan harus terbang ke negeri orang.
Ia selalu merasa takut ketika Guntur pergi. Takut jika pria dewasa itu tidak kembali. Pasha tau ini berlebihan, ia memang tidak bisa mengucapkan perihal apa yang ia rasa, tapi jika boleh jujur Pasha hanya ingin Guntur disini, bersamanya.
"Udah mateng?"
"Belom...," Seolah tersadar Pasha berbalik memejamkan mata karena ternyata sedari tadi ia melamun sampai Guntur datang kembali ke dapur dan ia sama sekali belum menyiapkan apa pun.
"Keluar aja yuk, kita belum pernah keluar bareng kan. Berdua doang maksudnya...,"
Akhirnya Guntur menggandeng tangan Pasha keluar dari dapur, mengambil salah satu kunci mobil yang tergantung di dekat pintu utama. Satpam masih siap berjaga hingga keduanya melewati gerbang rumah Pasha hanya bisa diam ketika dua satpam yang bertugas malam ini menundukkan kepala dengan sopan.
"Kenapa?" Tanya Guntur saat melihat Pasha masih menengok ke belakang.
"Lo itu anak ningrat ya sampe satpam nunduk gitu?!"
"Bukan."
"Terus anak siapa?"
"Nanti aku kenalin sama Mommy kalo kamu pengen cepet-cepet kenalan sama dia...,"
"Ih gak gitu konsepnya!"
_____
Ya Allah semoga rezeki Guntur nular ke kita semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR ASKA BUMI
De TodoNovel tersedia di shopee galeriteorikata. Guntur pernah gagal menikah. Kini, hidupnya hanya tentang kerja, pesta, dan buang-buang uang saja. Sering bepergian melakukan perjalanan bisnis tak membuat Guntur menemukan pengganti Melati, mantan tunangan...