GAB; 13

35K 2.2K 59
                                    

Matahari beranjak panas, Pasha tidak tau sudah berapa lama tertidur setelah pulang dari rumah makan bersama Guntur semalam. Ia menyingkirkan selimut dan mencari remote AC untuk segera ia matikan.

"Kaos gue kemana lagi...,"

Pasha beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Ia sudah tidak peduli dengan tampilannya yang kini hanya memakai tank top dan celana pendek saja, ia melihat ART rumah tengah mendusting peralatan rumah.

"Siang begini kamu baru bangun?” Pasha hanya meliriknya sebentar dan mengangguk kecil, ia duduk di sofa sembari melihat sekeliling namun tidak ia temukan Guntur di sudut manapun.

"Guntur kemana?" Tanya Pasha.

"Dari jam lima sudah pergi."

Kumala itu menjawab, sementara Pasha menghela nafasnya dan berjalan menuju dapur. Ia menenggak air putih dan duduk melamun di kursi.

Katanya mengosongkan jadwal selama seminggu? Tapi nyatanya Guntur masih pergi, di jam lima pagi pula sampai Pasha tidak tau jika pria dewasa itu pergi dari rumah.

"Katanya guru privat kamu datang hari ini," ujar Kumala, Pasha mengerutkan dahi. Bukannya seminggu lagi guru yang akan mengajarinya datang ke sini.

"Bukan Minggu depan?"

"Kata pak Guntur sih sekarang."

"Masa?" Tanya Pasha kurang percaya.

Kumala menjawab dengan iya dan melanjutkan pekerjaan. Sementara gadis kecil itu kembali ke ruang tengah hingga bel rumah terdengar membuat Kumala lari terbirit-birit dari dapur dan menyambut tamu yang baru saja datang.

"Itu guru gue?"

Kumala mengangguk dan mempersilahkan wanita yang baru saja datang duduk di sofa, ia tersenyum sembari menatap Pasha yang hanya melihatnya dengan tatapannya yang datar.

"Saya Sofia," wanita itu mengulurkan tangan sembari tersenyum manis pada Pasha, sementara gadis itu membalas tangan tanpa ikut tersenyum membuat guru yang merupakan lulusan psikologi itu hanya mampu menggigit bibirnya canggung.

"Gue Pasha. Pasha Arinda."

Sementara di sisi lain, Guntur melihat gedung tempatnya bekerja terlihat begitu megah dengan pantulan sinar matahari yang menyoroti gedung bertingkat miliknya, ia melirik Riki yang sibuk mengotak-ngatik ponsel.

"Pasha aman kok," ujar Riki kemudian menyimpan ponselnya setelah melihat situasi rumah Guntur yang di pasangi cctv guna memantau keseharian Pasha akhir-akhir ini.

"Guru dia juga udah dateng."

"Oke," balas Guntur singkat.

Guntur sedikit menunduk ketika helikopter yang ia tumpangi mendarat di atas gedung pencakar langit kantor pusat yang ia sudah ia kelola semenjak ayahnya tiada. Meski hanya dengan setelan kemeja putih dan celana dasar warna hitam, Guntur terlihat begitu elegan ketika turun dari helikopter milik pribadi dan meninggalkan Riki beserta ajudan di belakang yang menyambut kedatangannya.

"Jemputan anda sudah menunggu di lobby."

Riki berdiri di belakangnya ketika mereka berdua masuk ke dalam lift, Guntur menggelengkan kepala agar Riki tidak usah mengantarnya dan ketika sampai di lantai dasar ia segera masuk ke dalam mobil setelah di bukanya pintu mobil oleh satpam. Meski begitu, Riki tetap mengikuti langkah pemimpin besar tempatnya bekerja.

"Pastikan tidak ada pertemuan penting besok!"

Riki hanya mampu mengangguk dan memperhatikan bosnya pergi dari kantor. Ia harus memastikan jadwal Guntur benar-benar kosong dan tidak ada pertemuan mendadak seperti tadi pagi, ia sempat di bentak sang atasan karena pertemuan dengan kolega bisnisnya di Australia tidak bisa di tunda begitu saja.

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang