Pasha cemberut, ia duduk di kelas sendiri di saat semua orang-orang sudah keluar kelas untuk pulang. Malas rasanya untuk pulang, apalagi mengingat perlakuan Kumala kemarin malam. ”Heh gak pulang lo?”
Yuni menyembulkan kepala ke kelas dan melihat Pasha masih duduk anteng. Ia berniat mengambil barang yang tertinggal di meja. ”Nanti, gue masih betah.”
”Mau main ke rumah gue gak?”
”Kemana?”
”Tapi pasti lo gak mau ya? Gue kan miskin, rumah gue jelek nanti jijik lagi. Mending jangan deh.”
”Dih!”
Pasha hendak berdiri, ia tidak paham dengan pikiran Yuni, mengajaknya main ke rumah tapi dia merendahkan diri dan menuduh Pasha yang katanya akan merasa jijik. Yuni berjalan di samping Pasha, mereka berdua keluar dari kelas. Pasha mengedarkan pandangannya, sekolah tampak sepi hanya ada beberapa orang di lapangan.
”Lo kenapa belom pulang?” tanya Pasha.
Yuni mengedikan bahu, gadis berambut kriting yang di buat-buat itu melipat tangan di depan dada. Kini, kedua remaja perempuan itu duduk di salah satu kursi beton samping lapangan. ”Nunggu kakak gue...,”
”Siapa?”
”Mantan guru privat sekaligus guru kita.”
”Bu Sofia?”
”Betul.”
”Oalah.”
Pasha hanya mengangguk, sebenernya ia cukup kaget karena kemarin Yuni tidak membicarakan apapun tentang kakaknya mungkin hanya sekedar ’Guru privat lo itu kakak gue’ atau ’Bu Sofia itu kakak gue tau’.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga, deretan pesan dari Guntur tidak ia pedulikan. Ia kesal pada pria itu karena tidak ingin melihat cctv dan malah mengusap rambutnya menangkannya yang marah pada Kumala. Iya Guntur percaya, tapi tidak dengan harus melihat semua bukti. Tanpa bukti pun, Guntur percaya pada Pasha.
Pasha kesal karena pria itu hanya bilang.
’yaudah nanti secepatnya ART-nya ganti ya’.
Tapi, Pasha tidak tau Guntur akan mengganti apa tidak. Mengingat itu, Pasha juga kasian pada Kumala, tapi entahlah biarkan pria dewasa itu yang mengurus. Yuni tepuk tangan ketika ada seorang pria memasukan bola ke dalam ring.
”Emang ganteng banget tuh anak!”
”Itu bukannya si Radit?” tanya Pasha.
Yuni mengangguk, Pasha sedikit heran dengan gadis yang duduk di sampingnya ini. Kemarin, dia sendiri yang bilang Radit adalah biang ulah, tidak punya adab dan sering membuat orang-orang kesal. Yuni juga bicara seolah ia benci pada pemuda itu tapi entahlah.
”Sikap jeleknya terselamatkan karena ganteng.”
Pasha bergidik, ia menoleh pada orang-orang yang main di tengah lapangan. ”Gue ke toilet dulu deh, lo jangan ninggalin gue ya.”
Pasha mengangguk dan membiarkan Yuni pergi, Pasha hendak membalas pesan Guntur namun sepasang kaki di hadapannya membuat Pasha mengurungkan niat.
”Kenapa?”
Pemuda yang tadinya bermain basket di lapangan kini mengulurkan tangan membuat dahi Pasha mengerut. Namun, ia tetap menerima. Mungkin pemuda di depannya ini mengajaknya berkenalan.
”Tapi gue udah tau nama lo.” ujar Pasha tanpa menerima uluran tangan dari pemuda di depannya. Radit, ia mencondongkan tubuh dan menggapai tangan Pasha membuat gadis itu terkejut dan berdiri dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR ASKA BUMI
RandomNovel tersedia di shopee galeriteorikata. Guntur pernah gagal menikah. Kini, hidupnya hanya tentang kerja, pesta, dan buang-buang uang saja. Sering bepergian melakukan perjalanan bisnis tak membuat Guntur menemukan pengganti Melati, mantan tunangan...