GAB; 21

25.4K 1.5K 6
                                    

Terhitung sudah tiga Minggu sejak kejadian tidak mengenakan yang di lakukan Kumala. Wanita itu sudah pergi setelah Guntur berhasil mengganti dan mengambil ART dari sebuah yayasan. Hal ini di lakukan Guntur semata-mata karena tidak ingin kejadian terulang.

Sekarang, ia tengah memperhatikan Pasha agar tidak hilang dari pandangannya. Gadis kecil itu bersepeda di depan rumah dan Guntur setia menemani. Guntur tersenyum ketika Pasha tertawa membawa sepeda lipatnya menghampirinya. ”Makasih bang Guntur...,”

”Makasih terus.”

Pria dewasa itu tersenyum melihat Pasha memutar kembali sepedanya. Guntur tampak casual dengan kaos putih juga celana kolor pendek selutut yang semua orang tau merknya cukup berduit. Pria itu melipat kedua tangan di dada tidak sadar jika dua satpam yang berada di pos diam-diam memperhatikan Guntur. Gerbang yang di buka lebar-lebar membuat dua satpam itu jelas melihat pak bos nya terus tersenyum bahagia.

”Saking perhatian pak bos sama neng Pasha dia langsung pecat Kumala.”

”Emang nggak tau diri itu cewek, pak bos udah baik ke kita. Gaji gede, jam kerja ngatur, jarang marah, kalo kita lebaran juga di kasih THR gede. Apalagi Kumala tidur disini, enak dia mah, kerja cuma masak doang.”

”Jangan ngerumpi, nanti pak Guntur denger!”

Dua satpam itu di kagetkan dengan pak Supri, tukang kebun yang bekerja di rumah Guntur. Keduanya kompak mengangguk. ”Emang Kumala di pecat karena apa?”

”Yeuh, katanya jangan ngerumpi, malah penasaran juga.”

”Noh Tarmo yang liat cctv semalem.”

”Semalem, neng Pasha di dorong bahunya sama Kumala.”

”Kenapa bisa?” tanya pak Supri lagi.

”Sudah-sudah nanti aja ceritanya, pak Guntur ada di depan kita. Gak enak kumpul-kumpul begini.”

Walaupun tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, Guntur bisa melihat dari ekor matanya jika ketiga pria itu sedang membicarakan sesuatu siapa lagi jika teman kerja mereka, Kumala yang sudah tiga Minggu dari semenjak ia pecat.

”Lanjut aja, saya pura-pura gak denger ko.”

Guntur menoleh membuat ketiganya melototkan mata dan menunduk tidak enak sembari meminta maaf. Guntur menggelengkan kepala dan berlari kecil menyusul Pasha yang semakin jauh membawa sepedanya. ”Jangan ke jalan raya!”

Pria dewasa itu sedikit berteriak dan otomatis Pasha menghentikan sepedanya yang berwarna merah itu, sepeda lipat yang baru saja di beli Guntur untuknya. Pasha menoleh ke belakang, ia menunggu Guntur menghampirinya.

”Jangan jauh-jauh.”

”Kenapa?”

”Emang mau kemana?” tanya Guntur ketika sudah berdiri di samping Pasha. Gadis yang menguncir rambutnya itu sempat berfikir sejenak.

”Pengen jajan hehe.” jawab Pasha sembari terkekeh.

”Jajan apa? Bang Guntur gak bawa uang kayaknya.”

”Ini ada.”

Pasha merogoh uang dari kantong kecil di kaosnya. Seperti biasa, ia hanya memakai kaos juga legging selutut. Karena apa, Guntur tidak mengizinkan Pasha keluar memakai celana pendek sepaha atau semacamnya, baju pun tak boleh ketat. Pasha sama sekali tidak terganggu dengan hal itu, toh ia juga tidak pernah memakai celana pendek atau baju seksi lainnya.

”Lima puluh ribu dapet apa coba?”

”Dapet banyak tau!”

Guntur mengangguk tak yakin, uang segitu jajan dia jaman SMP. Guntur mengerutkan kening ketika melihat Pasha turun dari sepedanya. ”Apa?”

”Bang Guntur yang bawa.”

Guntur tidak pernah sebocah ini sebelumnya. Ia menurut sementara Pasha duduk di boncengannya. Pasha tertawa pelan ketika menggapai pinggang Guntur yang sudah duduk mengambil alih. ”Bang Guntur bisa sepeda kan?”

”Nggak.”

”Ih serius?!” tanya Pasha panik.

”Aku cuma gak bisa bawa motor, bukan berarti gak bisa sepeda.”

Pasha mendesah lega dan tak sadar tertawa bahagia ketika Guntur sudah membawa mereka berjalan.

”Kamu jangan ketawa terus!”

”Kenapa emang?” tanya Pasha.

”Ketawa kamu bagus, aku gak fokus.”

”Ah elah, sejak kapan bisa gombal?!”

Guntur ikut tertawa hingga membawa mereka ke sebuah jalanan yang di penuhi jajanan di kiri kanan. Pasha turun dari sepeda dan mendekati gerobak-gerobak disana, sementara Guntur terus membawa sepeda lipat merah itu mengikuti kemana Pasha berjalan.

”Es nya banyakin ya mba.”

No, gak usah pake es kalo bisa!”

”Ih apaan sih, namanya juga es ya pake es.”

Pasha mendumel sementara mba-mba penjual itu tersenyum saja dan membuatkan es cappucino cincau yang di pesan gadis cantik di depannya. Pasha memesan dua minuman kopi cincau itu, untuknya dan untuk Guntur.

Capuccino cincau jadi penutup jajan Pasha, gadis itu membeli empat cemilan dan kembali menghampiri Guntur yang agak menyisi menunggu Pasha selesai.

”Mmm, enak tau!”

Guntur mengambil alih empat plastik putih dari tangan Pasha. Ia hanya memperhatikan gadis cantik itu yang meminum es dengan enak. ”Udah abis uangnya?”

”Udah.” jawab Pasha.

”Yuk pulang!” Pasha mengangguk dan kali ini ia yang membawa sepedanya, sementara mulutnya terus mengunyah menerima suapan makanan dari Guntur.

”Gak sehat tau, banyak minyak.”

”Cobain deh, enak banget”

”Nggak deh.”

”Huh bang Guntur payah!”

Pasha terus menerima suapan dari Guntur, ia membeli gorengan dan semacamnya. Sementara Guntur terus berjalan di sampingnya dan setia mendengar celotehan yang keluar dari mulut Pasha yang mungil.

”Bukan payah, gak sehat banget.”

”Cobain deh es nya, kan beli dua. Satunya buat bang Guntur tau.”

”Nggak deh.”

”Oh yaudah, Shasa ngambek kalo gitu!”

Shasa adalah nama yang di berikan Guntur akhir-akhir ini, entah mengapa di telinga Pasha terdengar begitu manja. Tapi katanya, Guntur menyukai panggilan itu mangkanya Pasha sama sekali tidak keberatan.

”Jangan dong!”

”Yaudah, cobain seteguk aja.”

Guntur menurut lagi, ia menancapkan sodotan plastik ke gelas yang katanya capuccino itu. Tapi di lihat dari penampilannya tidak seperti cappucino yang pernah ia pesan di cafe atau kedai kopi lainnya.

”Enak kan?” tanya Pasha ketika Guntur mulai minum.

”Nggak ada rasa kopinya.”

”Masa sih? Punyaku ada ko.”

”Serius, cobain deh punya aku nih.” Guntur menyodorkan gelas minumannya pada Pasha. Gadis itu menghentikan sepedanya dan menyicipi minuman milik Guntur, namun ia tidak menemukan keanehan apapun. Rasanya sama seperti yang dia punya.

Cup.

”Ih...,”

Guntur berhasil mencium sebelah pipi Pasha membuat gadis kecil itu menjerit kaget. Sementara pria dewasa itu berjalan cepat meninggalkan Pasha yang cemberut harus menahan malu karena orang-orang yang berada di sekitar mereka sempat tertawa geli.

”GAK SERU SUMPAH!”

______

Stroberi mangga apel.




GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang