GAB; 42

25.7K 1.3K 26
                                    

Enjoy

____

Pasha bolak-balik khawatir, ponsel Guntur tidak bisa di hubungi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam katanya suaminya itu akan pulang sore tapi apa jam segini juga belum datang juga. Kenapa juga ponselnya harus mati di saat ia khawatir seperti sekarang.

Ting! Ting!

Terperanjat kaget, ia segera berlari ke arah pintu utama rumah. Ia kaget untuk kedua kalinya melihat Guntur di bopong oleh Riki dan Tama. ”Kenapa?”

”Maaf mengganggu, bu. Pak Guntur badannya lemas katanya tapi gak mau di bawa ke rumah sakit.”

Riki dan Tama membaringkan Guntur di sofa rumah, bola matanya masih bergerak namun wajahnya nampak pucat, tidak biasanya Guntur seperti ini.

”Makasih pak Riki, pak Tama.”

Setelah keduanya pergi, Pasha menghampiri Guntur ia membuka sepatu dan kaos kakinya juga jas yang melekat di tubuhnya. ”Aku mual tau, sha.”

”Aku ambil air anget ya buat kamu minum.”

Pasha bergegas mengambil air minum ke dapur, wajah Guntur yang pucat membuat Pasha khawatir setengah mati. Ia berjalan ke ruang tamu kembali membawa segelas air hangat untuk Guntur.

Tubuh Guntur yang tinggi tegap membuat Pasha sedikit kesusahan membangunkan suaminya untuk duduk. Guntur menyandarkan punggung dan kepalanya pada sofa, menerima gelas berisi air hangat kemudian menenggaknya setengah.

”Ke kamar yuk, biar abang istirahat.”

Pasha mengusap rahang Guntur, pria itu tersenyum kecil dengan bentuk perhatian kecil dari Pasha. Ia mengangguk kemudian mengikuti Pasha yang memapahnya ke kamar. ”abis mabok ya?”

”Ih, ko nuduh yang iya-iya?”

”Itu tiba-tiba mual, kenapa coba. Aku telepon gak di angkat, di wa gak di bales, perasaan aku gak enak sampe kaget liat abang di bopong pak Riki.”

Meski masih mengoceh, Pasha membuka satu persatu kancing kemeja yang Guntur pakai, tak lupa celana dasarnya. Menggantikan pakaian Guntur dengan baju tidur yang sering ia pakai, celana panjang karet juga kaos putih, kemudian menyelimuti tubuhnya.

”Nggak tau, tiba-tiba mual.”

”Ko bisa?” Pasha menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Guntur yang sedikit basah karena keringat. ”Pas sayangku pulang di anter supir, aku balik ke ruangan kerja tiba-tiba mual terus muntah beberapa kali sampe badan lemes banget,”

Guntur bercerita tapi matanya tertutup, Pasha hendak beranjak namun tangan Guntur lebih dulu mencekal pergelangan tangannya, ”Jangan kemana-mana.”

”Mau ganti baju dulu bentar,”

Dengan tidak rela, Guntur melepaskan cekalan tangannya dan membiarkan Pasha beranjak. Ketika saat mengganti bajunya dengan kaos tipis, ia melihat dari pintu walk in closet Guntur berlari ke kamar mandi.

Pasha buru-buru menghampiri Guntur yang tengah memuntahkan isi perutnya, setelah sudah Pasha membantu membasuh mulut Guntur dengan air, ia takut Guntur kenapa-kenapa hingga tak sadar meneteskan air mata. ”Ko nangis?” tanya Guntur.

”Gak biasanya abang begini,”

”Mual doang sayang, tapi kenapa lemes banget ya.”

”Masuk angin kayaknya, yuk aku pakein minyak kayu putih.”

Pasha menggandeng tangan Guntur dan menidurkan Guntur kembali, ia mengambil minyak kayu putih dan membalurkan nya pada perut juga dadanya.

”Makasih ya sayang,”

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang