GAB; 9

38K 2.2K 55
                                    

Guntur no real no nyata!
Tapi kalo mau baper gak apa sih.

____


Pagi di atas Gedung itu mewah. Apalagi sorot matahari terasa begitu hangat membuat Guntur sedari tadi sudah duduk anteng di sofa dengan secangkir kopi juga roti croissant sembari menunggu Pasha bangun.

Guntur menyeruput kopinya dengan elegan. Ia menoleh saat mendengar langkah kaki seseorang yang tidak lain adalah sosok gadis yang ia sayang. Pasha Bumi Arinda, biarlah Pasha marah karena namanya di tambah-tambah yang penting ia suka.

"Selamat pagi, sini sayang!"

Layaknya anak kecil yang tidak tau malu, Pasha menguap sembari merenggangkan tubuh sebelum duduk di samping Guntur. Sepagi ini Guntur bertelanjang dada dengan celana pendek warna hitam.

"Tau gak, Tur. Kasurnya empuk banget, gue nyenyak banget tidurnya semalem."

"Emang yang di rumah gak empuk?"

Guntur menyelipkan rambut Pasha ke belakang telinga, mengecup sebelah pipi gadisnya menikmati wajah cantik Pasha yang ikut tersinari matahari.

"Empuk sih, tapi lebih nyaman yang  disini." Jawab Pasha menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Yaudah nanti di ganti ya."

"Eh, beneran. Gak usah!"

Pasha menggelengkan kepala agar Guntur tidak berlebihan, ia hanya membandingkan kasurnya yang ada di penthouse dan di rumah, itu saja. Tidak ada niat mengkode agar Guntur membelikannya yang baru.

"Gak papa sayang...,"

Satu yang harus Pasha sadari. Guntur itu adalah pria yang tidak akan membiarkan kekasihnya menunggu. Ia sampai melakukan hari ini juga. Tidak, maksudnya detik ini juga karena sekarang Guntur tengah menelpon Riki untuk membeli kasur dengan merk yang sama seperti yang ada di kamar penthousenya ini.

Diseberang sana Riki melototkan mata karena permintaan bosnya itu, mengirimkan barang dan harus ia yang membeli sendiri ke toko.

Sudah minta mengosongkan jadwal, minta ruangannya di kantor agar segera di pugar dan di tata kembali, mencarikan guru yang cocok untuk homeschooling Pasha nanti. Dan sekarang, Guntur menyuruhnya membeli kasur?

Untung saja gaji yang ia dapat sesuai dengan tenaga yang keluar. Riki sampai bisa menggelar pesta pernikahannya di ballroom hotel mewah di Jakarta karena mendapatkan reward dari Guntur, sedangkan sang bos sampai sekarang belum menikah juga.

"Tapi kan lo buang-buang duit terus."

"Uang bukan segalanya," ujar Guntur.

"Iya sih, terserah ah!"

Guntur menahan tawa dan menelepon seseorang kembali untuk membawakan segelas susu hangat untuk Pasha. Sedangkan sang gadis kini menikmati pemandangan di depan, gedung pencakar langit yang begitu cerah tersorot matahari pagi.

"Kamu mau sarapan apa?"

Pasha menolah pada Guntur, ia harus menahan diri agar tidak melirik dada lebar milik Guntur. Terlihat begitu gagah dengan enam kotak di perut. Memang tidak seperti binaraga, tapi terlihat pas ditubuhnya.

"Hah?"

"Kok ngelamun. Kamu mau sarapan apa?" Tanya Guntur kembali mengusap rambut Pasha yang terlihat begitu acak-acakan. Meski begitu, ia tetap cantik dan terlihat begitu lugu.

"Bubur ayam."

"Itu aja?"

"Pake sate usus sama telor puyuh boleh?" Guntur mengangguk, ia tidak mungkin bilang tidak. Ini yang ia suka, saat ditanya makan Pasha akan menjawab dengan jelas. Tidak bertele-tele dan berakhir bilang 'terserah' misal Pasha ingin sarapan di Bali pun akan Guntur turuti.

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang