GAB; 16

29.8K 1.6K 26
                                    

Pasha tidak tau sudah seberapa lama ia tinggal bersama Guntur, bahkan pria itu sangat amat baik padanya. Tak jarang Pasha dibuat bahagia oleh pria dewasa seperti Guntur, membelikan sesuatu yang tidak pernah Pasha punya bahkan tidak sempat Pasha dapatkan setelah kepergian kedua orang tuanya.

"Kamu tuh harus rajin-rajin istirahat,"

Guntur membuat Pasha menolehkan kepalanya yang semula ke jendela luar mobil. Pasha merasa rambutnya di elus lembut hingga menimbulkan gejolak rasa hangat di sekitar tubuhnya. "Aku gak sakit bang Guntur!"

Pasha sedikit mendengus karena Guntur yang sedikit berlebihan. Mereka berdua habis dari rumah sakit guna check up kesehatan Pasha secara rutin, mendengar respon Pasha yang seperti tidak terima di khawatirkan secara lebih membuat Guntur semakin sabar menghadapinya. Ia tau, Pasha hanya tidak enak dan terus merepotkan dirinya padahal tidak.

"Kata dokter kamu harus rajin banyak minum air putih."

Pasha tidak bergeming. Kenapa Guntur baik sekali padahal notabenenya ia hanyalah gadis malang yang bunuh diri di jembatan namun berhasil Guntur selamatkan. Pasha juga tidak cantik apalagi bertubuh sexy, dia jauh dari kata menarik.

"Kenapa? Kok diem...," ujar Guntur lagi.

"Takut kualat berdebat sama orang yang lebih tua."

Guntur menggelengkan kepala mendengar ucapan Pasha. Sungguh Gadis kecil yang menggemaskan. Guntur hendak membawa Pasha mencuci mata di pusat perbelanjaan dan mencari makan siang. Pasha mengikut saja, karena pada dasarnya walaupun ia menolak dan makan di rumah saja Guntur tidak akan mendengarkan.

"Ngapain kesini?" tanya Pasha ketika mereka baru masuk ke dalam mall. Pasha mengikuti langkah Guntur saja, tangan kanannya bahkan di gandeng terus oleh pria dewasa di sebelahnya, Guntur Aksa Bumi yang gantengnya tidak tertolong lagi.

"Makan siang."

"Kan bisa di rumah aja...,"

"Aku liat perawatan kamu udah abis, Sha!"

Pasha menghentakkan tangannya yang di genggam Guntur. Kemudian ia duduk ketika Guntur hendak memesan makanan. Entah sejak kapan ia tidak suka keramaian seperti di mall sekarang ini, pandangannya teralih pada Guntur yang masih berdiri memesan makanan. Ternyata mau sebanyak apapun manusia di sekitarnya, yang perduli padanya hanya Guntur.

"Kenapa senyum-senyum?"

Guntur menghampiri Pasha mencolek dagu gadis kecil dan duduk di sebelahnya. Pria dewasa itu hanya mengenakan kaos santai, celana jeans, dengan gelang hitam di tangan kirinya. Sangat casual berbanding terbalik dengan ketika pria itu hendak ke kantor.

"Apa sih megang-megang. Pelecehan!"

Guntur mendelikkan mata ke atas. Sepertinya ia sudah ketularan Pasha hingga bisa memutar bola mata seperti tadi. Ia membuka ponsel sembari menunggu pesanan datang sementara Pasha duduk saja mengintip apa yang tengah menjadi tontonan Guntur.

"Huh...,"

"Kenapa lagi mendengus gitu, udah kayak kuda."

"Ih Guntur!" ujar Pasha kesal tidak terima di sebut kuda.

Sampai pesanan mereka datang. Pasha melongo karena banyak sekali makanan yang Guntur pesan. Mungkin ada lima piring yang tersaji dengan berbagai menu padahal mereka hanya berdua. Ck ck, Guntur memang suka membuang-buang uang.

"Silahkan!" ujar mbak-mbak setelah menyediakan pesanan mereka.

"Pasha?" Pasha mendongak ketika pelayanan resto yang baru saja menyajikan makanan memanggil namanya. Guntur pun sama, ia ikut mendongak dan menoleh pada Pasha. Ada hubungan apa mereka sampai mbak pelayan yang baru saja menghampiri mereka mengenal Pasha.

GUNTUR ASKA BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang