Senja : 00

133 20 0
                                    

Tania Palwinta, merupakan nama yang di berikan oleh mama dan papa ketika ia lahir di dunia.

Dengan perjuangan antara hidup dan mati, selama sembilan jam —–menahan rasa sakit —– akhirnya, Tania lahir.

Papa dan mama sangat bersyukur tatkala bayi cantik dengan bobot tiga kilo gram itu menangis kencang, membuat mereka menitihkan air mata.
Mengucap syukur kepada sang Ilahi karena telah di berikan anugerah yang begitu luar biasa.

Tak lupa Papa Randy dan Mama Vebby melantukan doa, berharap agar sang putri kelak menjadi manusia yang patuh pada Tuhan dan juga berbakti kepada orang tua.

Tania merupakan putri pertama papa Randy dan mama Vebby yang sudah mereka tunggu-tunggu.

Tak terasa, waktu berjalan sangat cepat.

Rasanya, seperti baru kemarin Tania berada diperut mama, namun sekarang Tania sudah tumbuh menjadi gadis cantik nan anggun, berusia dua puluh tujuh tahun.

Kecantikan dan keanggunan gadis itu begitu padu dengan Kebaya coklat keemasan yang sedang dikenakannya.
Polesan make up semakin mempertegas ke elokan wajah gadis itu.

Sama persis ketika gadis itu baru saja terlahir di dunia, mama Vebby lagi-lagi menangis. "Kamu yakin, nak. Mau menikah dengan Hafif?" Ini adalah kesekian kalinya Vebby bertanya kepada Tania.

Tania menghela nafas sejenak, lalu membalikan tubuhnya —–yang masih tetap duduk tepat didepan cermin rias—– sembari menatap sang mama yang kian terisak.

"Dzenan itu anak yang baik, mama yakin kamu lebih bahagia, kalau menikah dengan Dzenan." Vebby kembali berucap dengan kepala yang disenderkan didada sang suami. Isakan wanita paruh baya itu semakin menjadi-jadi sekaan tak mempedulikan bahwa make up yang dikenakannya bisa luntur terkena air mata.

"Mama, maafin Tania. Tapi Tania nggak cinta sama kak Dzenan. Lantas, gimana Tania bisa hidup bahagia kalau tetap memaksakan diri untuk nikah sama kak Dzenan?"

000

Bandung, 2018

Gerimis mulai pergi setelah beberapa jam yang lalu hujan deras menyapa kota Bandung. Perlahan cahaya bulan mulai terlihat di balik pekatnya awan hitam.

Lelaki itu masih tetap di posisinya, duduk di balkon rumah, bersama sang adik yang sedari tadi mencoba mengulur waktu.

Gersture tubuh lelaki itu mulai terlihat tak nyaman. Inginnya ia segera beranjak. Namun sang adik masih menahan.

"Bang, percaya deh sama Kyle, kalau bulan udah nyembul gitu setelah hujan reda, pasti entar hujan lagi. Udahlah, kita nggak usah ikut aja acaranya. Kapan-kapan deh baru kasi ucapan selamat ke kak Tania." Kyle masih terus berusaha meyakinkan lelaki itu, yang tak lain dan tak bukan adalah kakaknya, Dzenan.

Kyle tau Dzenan bukanlah tipikal lelaki yang mudah mengekspresikan segala perasaan, tetapi ia juga cukup tau bagaimana perasaan kakaknya saat ini.

Walau wajah kakaknya terlihat datar dan ikhlas ingin menhadiri acara itu, tetapi yakin dan percayalah, jauh di lubuk hati Dzenan, ada kesedihan yang teramat.

Bohong jika Dzenan baik-baik saja.

Bagaimana bisa lelaki itu baik-baik saja kalau acara yang akan di hadirinya, adalah acara pernikahan tunangan yang amat di cintanya bersama dengan pria lain.

"Sudahlah. Kita pergi saja."

000










Suamiku Kapten (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang