Being Normal Part 3 (End)

903 123 19
                                    

Stefan dan Kyle sudah sampai di rumah sejak dua jam lalu.
Kyle hendak tidur, karena besok pagi-pagi sekali Kyle sudah harus berada di sekolah untuk menjalankan hukumannya sampai dua bulan ke depan.
Berusaha untuk tidur tapi gagal, akhirnya Kyle memutuskan untuk menemui orang tuanya dan mengakui semua kesalahannya seperti saran Zeva tadi.
Meskipun Zeva itu gadis aneh, tapi masukan dari Zeva selalu positif dan masuk akal.
Zeva bilang, menyimpan beban sendirian itu sulit, setidaknya ceritakan beban itu pada orang terpercaya, meskipun tidak banyak membantu, tapi efektif membuat beban berkurang.

Kyle meringis ketika melihat Yuki berderaian air mata akibat menonton film Hachiko. Padahal film itu sudah ratusan kali di tonton Yuki bersama Kyle sejak Kyle kecil. Namun, film itu rupanya masih mampu membuat mommy-nya menangis.
Ada-ada saja memang ibu satu itu. Apa film di dunia ini sudah habis hingga masih menonton Hachiko? (😂 ini mami ku banget. Siapa nih yang maminya masih suka nangis kalau nonton film Hachiko?)
Tapi ya sudahlah, dimaklumi saja. Toh Hachiko lebih bagus dari drama tidak bermutu yang sering Yuki tonton.
Lagi pula, bukan Kyle juga yang menjadi penampung air mata dan leleran hidung Yuki. Tapi si Daddy.
Ugh... Lihat, piyama Stefan sudah tidak berbentuk. Basah sana-sini. Wajah Stefan juga sudah mulai sayu akibat mengantuk. Sekalinya Stefan ingin memejamkan mata, Yuki menarik kerah piyama Stefan.

"Jangan tidur!! Temani aku nonton."

Kyle menutup kupingnya, teriakan ibunya membuat kupingnya bisa-bisa tuli seketika. Beruntung rumah mereka agak besar jadi teriakan Yuki tidak terdengar sampai ke rumah tetangga.

"Ibu negara yang terhormat. Tadi pagi sebelum anak kita bangun, kita sudah nonton film ini. Siangnya setelah anak kita di sekolah kita juga sudah nonton film ini. Malamnya anak kita tidur lagi kita juga nonton film ini. Bapak negara juga lelah. Ibu negara berencana mau masuk rekor dunia karena menonton Hachiko sehari seribu kali?" Ucap Stefan gemas. Iya gemas. Rasanya ingin menghipnotis Yuki untuk segera tidur saja.

"Bapak negara, bapak negara. Ingat kamu sendiri lho yang bilang kamu rakyat jelata. Rakyat jelata macam kamu harus nurutin kata ibu negara." Balas Yuki telak.

Skakmat! Stefan terdiam mematung, sepertinya mulai detik ini Stefan harus menjaga kata-katanya saat berbicara dengan ibu negara satu ini.

"Dad, pijitin pundak mommy dong. Kaku nih." Ucap Yuki menyodorkan pundaknya.
Stefan tanpa banyak bicara langsung memijat pundak Yuki di sertai dengan mulutnya yang komat-kamit entah mengatakan apa.

"Dad, mom. Boleh gabung?"

Stefan dan Yuki mendongak menatap putra bungsu mereka yang ternyata masih terjaga, padahal ini sudah setengah 2 malam.

"Udah bangun nak?" Tanya Stefan lembut.

Kyle menggelengkan kepalanya, ia duduk di samping Stefan. "Belum bisa tidur dad." Jawab Kyle singkat.

Yuki menjeda filmnya. Ia berbalik menatap Kyle. Tidak biasanya anak bungsunya itu susah tidur. Ini sudah 2 minggu berjalan, Kyle susah tidur.
Naluri ke ibuan Yuki mulai bekerja. Ada yang tidak beres dengan anaknya.

"Kamu ada masalah apa nak, cerita ke daddy dan mommy. Siapa tau daddy dan mommy bisa bantu." Ucap Yuki lembut.

Kyle menghela nafasnya sejenak.
Kata kakak, anak laki-laki Tidak boleh menangis. Kenang Kyle mengingat kata-kata kakaknya saat ia masih balita dulu.

Kyle duduk di hadapan kedua orang tuanya. Selanjutnya ia bersujud didepan kedua orang tuanya membuat Yuki dan Stefan bingung.

"Kenakalan Kyle selama ini sudah banyak tidak bisa terhitung. Kyle sudah bikin malu mommy dan daddy. Kyle minta maaf. Kyle juga mau jujur kalau 2 minggu yang lalu Kyle hampir di penjara." Ucap Kyle dengan nada bergetar menahan tangis.

Suamiku Kapten (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang