XXII

3.1K 299 57
                                    

Jakarta, Indonesia
Pukul 17.00

Disebuah gedung, para petinggi sedang mengadakan rapat, diantaranya ada Rainer dan juga Randy selaku ketua dari tim Yuki. Mereka sedang membicarakan prihal penculikan Yuki dan juga Amra. Salah seorang pria berkata bahwa mereka tidak bisa mengirimkan pasukan seenaknya memasuki daerah Serbia.
"Pemerintah Serbia menolak untuk memberi bantuan pada kita, alasannya Ahmet adalah warga asing jadi mereka tidak bisa bertindak sembarangan" jelas pria itu. (Pria pertama)
"Mereka juga tidak ingin tentara dari luar memasuki wilayah mereka. Bahkan perdana mentri pun tidak bisa membuat permintaan resmi karena belum ada bukti pasti" timpal pria lainnya. (Pria kedua)
Rainer hanya diam mendengar percakapan mereka sedangkan Randy mulai kesal. "Mengatakan itu memang mudah, tapi bagaimana nasib salah satu dokter dari tim medis yang aku kirimkan? Apa kalian hanya tinggal duduk dan diam saja hah?" Bentak Randy. Rainer menghela nafasnya sejenak, ia melirik Randy dan dua pria tadi secara bergantian.
"Aku sudah mengirim beberapa pasukan kami kesana" jelas Rainer. Pria kedua menatap Rainer dengan tatapan skeptis. "Apa anda tidak dengar apa yang aku katakan tadi? Mereka tidak mengizinkan pasukan tentara dari luar untuk memasuki wilayah mereka, apa anda ingin memicu perang hah?" Bentaknya. Rainer hanya tenang menanggapi pria itu. "Kalau mereka tidak mengizinkan tentara dari luar untuk masuk ke wilayah mereka, maka hanya turis yang bisa melakukan itu" ujar Rainer. Pria pertama menatap Rainer dengan tatapan tak percaya, sedangkan Randy ia tampak tenang karena Rainer sudah bertindak lebih cepat dari dugaannya. "Maksud anda, anda sudah menyusupkan pasukan khusus kesana?" Tanya Pria pertama. "Ya" jawab Rainer. Pria kedua dan petinggi lainnya tak terima dengan cara Rainer. Pria kedua menggebrak meja keras. "Kau sudah gila!!" Serunya emosi. Randy yang tak terima langsung membela Rainer. "Kau berbicara seperti itu, memangnya kau punya cara apa selain cara ini hah?" Randy kembali membentak pria kedua. Pria itu terdiam tak tau harus menjawab apa. "Jika misi ini gagal kau harus bersiap-siap untuk segera meninggalkan jabatan mu!!" Ancam pria itu pada Rainer. Dengan posisi yang sama, Rainer masih tenang. Tak ada rasa takut sedikitpun didalam dirinya.
***
Serbia
Pukul 12.00
Stefan beserta pasukannya baru saja tiba di Serbia. Mereka sedang mengatur strategi penyelamatan dan sesudah itu mereka berniat pergi berpencar namun langkah mereka terhenti ketika beberapa petugas keamaanan disana, menghadang mereka.
"Excuse me sir, please show your passport" ujar salah satu petugas tersebut pada Stefan. Stefan tersenyum, ia melepas kaca matanya dan menyapa petugas tersebut sedangkan anggotanya sudah berjaga-jaga agar segera bertindak ketika mereka dalam bahaya. "Dugo sme nismo videli, Nikolov" (Lama tidak bertemu, Nikolov) ujar Stefan pada petugas tersebut yang bernama Nikolov. Nikolov terkejut, ia menyuruh teman-temannya untuk pergi. Setelahnya ia membungkukan badannya memberi hormat pada Stefan. "Izvinite gospodine ja sam drzak. Vlecome" (maaf pak saya lancang, selamat datang) ujar Nikolov. Stefan mengkode anggotanya untuk tenang. Ia kembali memakai kaca matanya.
"Pak, siapa dia? Kita tidak punya banyak waktu" bisik Bayu pada Stefan.
"Teman seperjuangan ku. Dia yang akan memandu kita" balas Stefan.
***
Nikolov mempersilahkan Stefan dan anggotanya untuk menaiki kapal yang entah sejak kapan ia siapkan. Kali ini Nikolov membantu mereka untuk menemukan tempat persembunyian Ahmet.
"Tako ti i tvoji trupe da se infiltrira ovde jer vlada ne dozvoljava vojnici napolje da dodu ovde?" (Jadi anda dan pasukan anda menyusup kesini karena pemerintah tidak memperbolehkan tentara dari luar untuk masuk kesini?) tanya Nikolov sambil tetap fokus mengemudikan kapal. Stefan mengangguk mengiyakan. Ia terus melirik jam ditangannya, merasa khawatir dengan keadaan istrinya dan juga Amra. Nikolov melirik Stefan sekilas, ia sadar Stefan sedang resah. "35 minuta cemo biti do pakovanja. Ja ne znam da je ukrala avion i koristiti skroviste zemlje. Sta ovo vreme radnici UN-a da se na meti?" (35 menit lagi kita sampai pak. Aku tidak tahu bahwa dia membajak pesawat lalu menggunakan kota ini untuk tempat persembunyian. Apa kali ini pekerja UN yang menjadi sasarannya?) tanya Nikolov memastikan. Stefan menghela nafasnya sejenak. "Umesto toga. Moja zena i cerka koji ciljaju kao i drzavljanin Bosne prate" (bukan, istri dan anak ku yang menjadi sasaran mereka serta seorang warga bosnia) jawab Stefan. Nikolov terkejut mendengar jawaban Stefan.
***
Amra mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, matanya tetuju pada sebuah tirai yang menutupi jendela kaca. Ia segera berlari kesana dan melihat keadaan. Yuki mengernyitkan dahinya bingung.
"Mom, what are you doing?" Tanya Yuki, ia berjalan mendekati Amra. Amra berbalik dan menggenggam tangan Yuki erat, ia memandangi Yuki lekat-lekat. "Let's escape" Ujar Amra tegas. "But Mom..."
"Let's try something like you said" Sela Amra. Yuki memeluk Amra erat, ia takjub dengan keberanian Amra. Ia pun memutuskan untuk mengikuti kemauan Amra. "Mom, wait a minute.. I'll be back" Ujar Yuki berpamitan pada Amra. Amra mengangguk mengiyakan sementara Yuki, Ia langsung segera membuka pintu ruangan tersebut hingga membuat Frau yang sedang berjaga disitu terkejut karena ulahnya. "I need water!!" Seru Yuki pada Frau. Frau terdiam, ia tampak berpikir. Bukankah diruangan itu masih ada persediaan air minum? Tapi kenapa Yuki masih meminta air padanya? Yuki menyadari kalau Frau mulai curiga. "Voda je nesposoban za pice" (Air itu sudah tidak layak untuk diminum) jelas Amra yang tiba-tiba sudah berada dihadapan Yuki dan Frau. Frau menatap Yuki dan Amra secara bergantian. Jantung Yuki berdebar hebat, menahan rasa takutnya. "Cepatlah pergi dari sini!!" Batin Yuki.
Tanpa diduga Yuki dan Amra, Frau pun memenuhi permintaan Yuki. "Wait a minute, mam" ujar Frau sopan lalu berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Yuki mengelus dadanya lega. "Thanks God" gumam Yuki. Ia segera menutup pintu ruangan tersebut dan menarik tangan Amra menuju jendela tadi untuk kabur lewat sana. "Let's go, mom"
Disaat yang bersamaan, pasukan Stefan sudah bersiap disekitar tempat yang digunakan Ahmet untuk menyandera Yuki dan Amra.
"We can really die, but we must save them, we can't fail" ujar Stefan tegas. Nikolov beserta anggota Stefan yang lain mengangguk tanda mengerti, mereka mulai berpencar. Nikolov bersama Maxime, Mike Bersama Bayu, Marcel dan Rizky bersama Vino sedangkan Stefan hanya sendirian. Setelahnya, Mereka mulai bersembunyi disekitar pepohonan dan semak-semak.
Nikolov melirik Maxime, ia mengkode menggunakan matanya, agar Maxime melihat ke arah dinding yang terletak dibelakang rumah Ahmet.
"If we go in there, we'll find the entrance" ujar Nikolov pada Maxime dengan aksen bicara yang aneh.
"Pa cemo proci kroztu, we just need to get past them and razgovarajte koristiti samo jezik, razumen" (baiklah kita akan masuk lewat sana, kita hanya perlu melewati mereka dan bicara saja menggunakan bahasa mu, aku memahaminya) jelas Max panjang lebar. Nikolov menganggukan kepalanya. Ia mulai mengkode Bayu dan Mike agar pergi ke sisi kanan rumah Ahmet.
***
Setelah merasa keadaan sedikit aman, Yuki dan Amra berusaha kabur melalui jendela yang dilihat Amra sebelumnya. Yuki dan Amra berhasil menyeberang ke sisi jendela, namun keduanya terkejut karena jarak tempat mereka terlalu tinggi dari daratan. "Apa yang harus aku lakukan sekarang" Gumam Yuki. Ia melirik gorden dijendela kemudian mendapatkan ide. Amra tak mengerti apa yang dipikirkan Yuki, ia menarik tangan Yuki. Yuki tersenyum, ia menjelaskan bahwa mereka akan kabur menggunakan gorden sebagai tali. Amra mengerti, ia membantu Yuki menarik gorden tersebut. Tanpa mereka sadari Frau sudah datang dan melihat mereka. Ia berjalan cepat ke arah Yuki dan Amra. Frau menahan tangan Yuki, ia terkejut, keringat dingin mulai bercucuran dari dahinya. Tanpa diduga Yuki dan Amra, Frau malah tersenyum. "Nyonya, aku akan membantu anda keluar dari sini" Ujar Frau pelan pada Yuki. Lagi-lagi Yuki dikejutkan oleh sifat Frau dan yang lebih membuatnya terkejut Frau bisa menggunakan bahasanya serta mau membantunya dan Amra kabur. Amra sudah bersiap ingin memukul Frau tapi Yuki mencegahnya. "Kau..jadi tadi kau hanya berpura-pura?" (Tidak mengerti bahasa Yuki). Frau mengangguk mengiyakan, Ia menarik tangan Yuki dan Amra, membantu mereka untuk kabur, bukannya mengikuti Frau, Yuki malah diam, ia mengambil pistol Frau yang ada dibalik tubuh Frau, denga memberanikan diri, Yuki menodongkan pistol itu dikepala Frau. "Apa yang kau rencanakan? Kau pikir aku bisa mempercayaimu begitu saja?" Tanya Yuki dingin. Frau mengangkat tangan kirinya sedang tangan kanannya ia gunakan untuk mengambil sesuatu. Ia hendak berbalik ke arah Yuki, dengan cepat Yuki mengeluarkan sangkur yang dibawanya tadi dan menekan sangkur itu ke leher Frau. "Jangan halangi jalan ku, atau kau akan mati!!" Seru Yuki. Amra yang sedari tadi diam kini bertambah ketakutan, Yuki menyadarinya, ia mengkode menggunakan matanya agar Amra segera pergi dari sini. Amra menggelengkan kepalanya cepat. "No. I can't" Ujar Amra. "Mom, get out of here. I'll cath up!!" Ujar Yuki tegas. Ia memandang Amra dengan tatapan memohon, mau tak mau Amra pun pergi duluan meninggalkan Yuki dan Frau. "Nyonya, anda juga harus cepat pergi dari sini, anda harus percaya pada ku, aku akan membantu anda" Ujar Frau tulus. "Katakan apa yang harus membuat ku percaya pada mu" Tanya Yuki skeptis. Frau menghela nafasnya sejenak, ia mengambil pistolnya yang lain dibalik baju mengarahkannya didekat Yuki, dan tsk.. Suara tembakan yang begitu pelan langsung membuat salah satu anak buah Ahmet yang hampir menembak Yuki terkapar tepat dibelakang Yuki dan Ahmet. "Itu buktinya nyonya, anda sudah lihat sendiri kan?" tegas Frau. Yuki tertegun, ia mengendurkan sangkur dari leher Frau. Perlahan Frau mulai membalikan tubuhnya menghadap Yuki. "Aku berutang budi pada kapten, maaf, sebelumnya aku tidak tahu anda istrinya" Jelas Frau jujur. Yuki hanya diam dengan posisi yang tidak berubah. "Dia menyelamatkan istri ku yang sedang hamil beberapa tahun yang lalu saat terjadi peperangan hebat di Baga, meskipun ada satu orang yang tak berhasil diselamatkannya, tapi dia sudah berusaha, sekarang waktunya aku membalas kebaikannya" Jelas Frau panjang lebar. (Kenan adik Ahmet yang tidak berhasil diselamatkan Stefan. Bagi yang lupa maksud perkataan Frau tentang perang dibaga, silahkan baca lagi ya XV part 1). Yuki mulai mengerti, ia menyerahkan kembali sangkur dan pistol yang ada ditangannya pada Frau. Frau tersenyum, akhirnya Yuki mau mempercayainya. "Terimakasih" Ujar Yuki tulus. Frau mengangguk tapi tak mau mengambil kembali senjata miliknya. "Ambilah, itu untuk berjaga-jaga, aku hanya bisa mengantar anda dan ibu anda sampai dibandara" Ujar Frau. Yuki terlihat cemas. "Kenapa kau tidak ikut kami? Bagaimana jika mereka tahu dan membunuh mu?" Tanya Yuki sambil mengambil senjata itu dan menyembunyikannya dibalik mantel. Frau tertegun, ia tidak menyangka Yuki mengkhawatirkan keadaannya. "Aku akan baik-baik saja, ayo cepat" Balas Frau, ia mulai mengajak Yuki keluar, dan menarik mayat orang yang dibunuhnya untuk ia sembunyikan diruangan Yuki. Dengan sigap Yuki menyembunyikan darah orang tadi menggunakan karpet. Saat semuanya sudah beres, Yuki dan Frau kembali berjalan pergi. Beberapa detik berjalan, langkah keduanya pun terhenti karena 2 orang pria anggota Ahmet berjalan ke arah mereka. "Maaf nyonya aku harus melakukan ini" bisik Frau. Ia menodongkan pistol dikepala Yuki. Yuki mengangguk paham. "Kita harus tetap berjalan" Bisik Frau sekali lagi. "Hei Frau gde ce se kapetanovu zenu?" (Hei Frau kau mau membawa istri kapten kemana?) Tanya salah satu orang tersebut pada Frau. "U Vc" (ke toilet) Jawab Frau datar sambil kembali membawa Yuki berjalan. Pria pertama itu mengerti dan membiarkan Frau serta Yuki , namun rekannya, pria kedua, mulai merasa curiga pada Frau. "Hei, hadje da se ponovo sat" (Hei, ayo kita harus kembali berjaga) Ujar pria pertama sambil merangkul pria kedua, pria kedua pun menurut. Saat mereka hendak berjalan pergi, tiba-tiba alaram rumah Ahmet berbunyi, semua anggota Ahmet mulai keluar, kedua pria yang tadi menghampiri Yuki dan Frau terkejut ketika mendengar alaram tersebut berbunyi ditambah lagi kali ini Zregh berlarian ke arah mereka dan berkata kalau tahanan mereka kabur. "They're gone.." Jelas Zregh pada kedua pria tadi. Tak jauh dari mereka, Frau dan Yuki mendengar percakapan mereka.
"Ibu ketahuan, Bagaimana dengan ibu" Batin Yuki.
"Sial, Kita ketahuan, nyonya ayo lari" ujar Frau pada Yuki. Yuki mengangguk mereka pun berlari tapi sayang Zregh dan dua pria tadi sudah lebih dulu menghadang mereka.
"Maaf" gumam Frau. Tanpa banyak berkomentar ia pun berbalik menembak mereka bertiga. Yuki kaget bukan main dibuatnya, disamping mereka Selmir yang baru saja datang terkesiap melihat perbuatan Frau.
"You... Bastard!!" Seru Selmir dengan geramnya. Ia mengeluarkan pistolnya untuk menembak Frau dan doorr suara tembakan kembali terdengar. Bugh tubuh Selmir limbung ke bawah. Frau tertegun melihat Selmir yang sudah terkapar. Ia melirik ke arah Yuki yang sedang tersenyum lebar ke arahnya. "Sebagai istri dari seorang kapten, aku cukup hebat bukan?" Canda Yuki. Frau tertawa pelan melihat tingkah Yuki. Ia mengacungkan dua jempolnya pada Yuki. "Anda benar-benar hebat" Frau dan Yuki kembali berlari mencari Amra.
***
Sementara itu Bayu dan Mike sudah sampai disisi kanan rumah Ahmet, mereka dikejutkan dengan alaram beserta pasukan Ahmet yang begitu banyak jumlahnya, mereka semua keluar dengan tergesa-gesa dan mengatakan bahwa Yuki beserta Amra kabur.
"Cepat beri tahu Maxime dan yang lainnya, jangan mendekat kesini, jumlah mereka terlalu banyak, kita harus cari cara lain" Ujar Mike. Bayu mengangguk paham, ia segera berlari melaksanakan perintah Mike. Tak jauh dari tempat Vino dkk, Stefan sudah berada dipintu utara rumah Ahmet, ia sudah bersiap membobol masuk kedalam, namun niatnya itu terhenti ketika beberapa pasukan Ahmet keluar sambil mengatakan bahwa istrinya dan Amra sudah kabur. Stefan panik mendengarnya. Ia melirik sekilas ke atasya lalu memanjat dinding bersiap untuk melawan pasukan Ahmet yang datang sambil mendengar derap langkah mereka. "1, 2, 3, tidak jumlah mereka lebih dari itu" Batin Stefan.
"Brzo razisli , oni bi i dalje bili ovde" (cepat berpencar, mereka pasti masih berada disekitar sini) Ujar salah seorang pria, yang merupakan pemimpin dari rombongan yang dilihat Stefan. Dari atas, Stefan sudah bersiap, ketika pria itu membuka pintu, Stefan langsung melompat tepat dibahu pria itu. Pria itu terkejut. Belum sempat ia memberitahu rombongannya, Stefan sudah lebih dulu mematahkan lehernya dan langsung terjun kebawah dari tubuh pria itu untuk bersembunyi dibalik pintu, rombongan pria tadi juga terkejut melihat pemimpin mereka sudah terkapar tak bernyawa. "Domaccin je ubijen, brzo trazili svuda ovde" (Tuan dibunuh, cepat periksa semua tempat disini) Perintah salah seorang pria yang ada dirombongan. Tepat saat mereka ingin memeriksa, Stefan langsung keluar dengan menendang pintu hingga membuat pintu itu rusak dan menimpa beberapa orang itu. "On je ovde, brzo pucao" (Dia disini cepat tembak) teriak pria yang tadi. Dengan cepat Stefan menarik, pria tadi menjadikannya tameng, kemudian mulai menembak semua rombongan musuh hingga membuat mereka tak berdaya. Pria itu ketakutan karena Stefan berhasil menembaki rombongannya dengan mudah dan sekarang, Stefan sedang menodongkan senjata dikepalanya. "Gde ste mucili moju zenu?" (Dimana kau menyekap istriku?) Tanya Stefan sengit. Pria itu mengangkat kedua tangannya yang bergetar. Ia melirik Stefan melalui ekor matanya. "N...n..na podu dva pravca u 12 , ali su morali da pobegnu odavde" (Dilantai dua, arah pukul 12, tapi mereka sudah melarikan diri dari sini) Jawab pria itu terbata. Stefan mengerti, ia mengedarkan pandangannya, lalu tertuju pada sebuah ruangan dengan pintu terbuka dan mulai yakin bahwa istrinya bersama Amra memang sudah kabur. Ia mengernyitkan dahinya bingung, ketika melihat darah menetes dari beberapa mayat yang ada disebelah ruangan itu. "Mereka tidak mungkin sendirian" Batin Stefan. Ia tampak berpikir, Yuki dan Amra pasti kabur dengan bantuan seseorang, karena tak mungkin istrinya atau Amra, bisa membunuh beberapa pria sekaligus. Tapi siapa orang yang membantu mereka?
"Molim te, pusti me, ja ne obecavam da cu uciniti sve vrste" (Tolong lepaskan aku, aku berjanji tidak akan macam-macam) Mohon Pria itu pada Stefan. Tanpa menjawab, Stefan langsung melepas pria itu kemudian berjalan cepat untuk mencari Yuki. Pria itu tersenyum sinis, ia mengambil sangkur dari balik bajunya, hendak melemparkan sangkur itu pada Stefan, namun Stefan tidak bodoh untuk mempercayainya begitu saja. Belum sempat ia melempar sangkur itu, Stefan sudah lebih dulu berbalik, menembak tangan dan kakinya. Pria itu meringis kesakitan. "Kali ini kau kubiarkan hidup" Ujar Stefan dingin.
***
Amra berlari cepat ke arah luar dimana Max dan Nikolov sedang bersembunyi, dibelakangnya sudah ada 4 orang pria bersenjata yang mengejar dirinya. Max tak sengaja melihat Amra. Matanya berkaca-kaca, karena melihat Amra selamat, ia pun segera bertindak untuk membantu Amra. Nikolov tak setuju, menurutnya itu terlalu berbahaya. "Ne zuri , moramo to pazljivo" (jangan gegabah, kita harus melakukannya secara berhati-hati) Ujar Nikolov memperingatkan. Max sedikit kesal mendengarnya. "Ali ona je u opasnosti" (tapi dia (Amra) berada dalam bahaya) Tegas Max. Nikolov menghela nafasnya sejenak dan memegang pundak Maxime. "Znam da, zato moramo biti oprezniji. Treba da se podelimo i cekati da zatvore, a zatim ubijen" (aku tahu itu, karenanya kita harus lebih berhati-hati. Sebaiknya kita berpencar dan menunggu mereka sampai dekat, lalu habisi mereka.) Jelas Nikolov. Max memejamkan matanya sesaat, bagaimana bisa ia melupakan caranya berperang selama ini ? (Berpikir tenang dan tidak gegebah) Ia pun mengiyakan permintaan Nikolov dan mulai berpencar. Kembali pada Amra. Ia masih terus berlari. Ke 4 pria itu mulai geram, salah satu diantara mereka mulai berhenti ditempat dan akan bersiap menembak Amra.
"Get down!!!" Amra terkejut mendengar suara teriakan seseorang yang menyuruhnya tiarap. Tanpa banyak bekomentar atau melihat siapa yang yang berteriak padanya, Amra pun langsung tiarap. Suara tembakan kembali terdengar, Amra tak berani membuka matanya, ia terlalu takut melakukan itu sekarang. Tiba-tiba Amra merasa ada seseorang yang memegang kedua tangannya, refleks Amra menepis tangan orang itu. "Mom, it's me, Yuki" perlahan Amra membuka matanya, ia tersenyum dan mengecek seluruh tubuh Yuki. "Are you okay?" Tanya Amra memastikan. Yuki menganggukan kepalanya, tanda bahwa ia baik-baik saja. "It's ok mom, i'm fine" Ujar Yuki. Frau yang baru saja selesai mengurus ke 4 pria yang mengejar Amra, kini sudah berada dihadapan Yuki dan Amra. "Da li ste i dalje u stanju da hoda?" (Apa anda masih kuat berjalan?) Tanya Frau pada Amra. Amra tersenyum, ia mengangguk mengiyakan. "Hvala Bogu da si bzbedan, idmo odvde" (Syukurlah ya kalian selamat, ayo kita pergi dari sini) Ajak Amra yang langsung diiyakan oleh Frau dan Yuki. "Klik" (Suara senjata), Yuki, Amra dan Frau terkejut karena seseorang menodongkan senjata dikepala Frau. "Uklonite ih sada" (Lepaskan mereka sekarang juga)
Yuki mengernyit, ia mengenali suara pria itu. Suara yang benar-benar sangat ia rindukan saat ini. Yuki pun berbalik dengan perasaan takut, cemas bercampur menjadi satu, matanya berkaca-kaca melihat pemilik suara yang tak lain adalah suaminya sendiri, Ia pun berlari dan memeluk Stefan erat, Stefan juga merasakan hal yang sama dengan Yuki, bahkan lebih, ingin rasanya ia membalas pelukan Yuki, hanya saja ia terpaksa tak mebalas dan malah melepas pelukan Yuki untuk kembali fokus pada Frau. Yuki tersadar, ia pun menahan tangan Stefan. "Stefan, jangan!!! dia (Frau) ada dipihak kita" Pekik Yuki. Amra dan Frau kembali dikejutkan oleh kehadiran Stefan. Stefan tampak ragu dengan perkataan Yuki. "Apa yang kau lakukan? Cepat jauhkan pistol mu darinya" mohon Yuki. "On je dobar momak, veruj Iki Yuki, momce" (Dia pria baik-baik, kau harus percaya pada Yuki, nak) Ujar Amra memastikan. Perlahan Stefan mulai menjauhkan pistolnya. Frau berbalik dan memberi hormat pada Stefan yang ternyata mengingatnya sebagai teman seperjuangan saat mereka berperang di Baga. "Da li se saraduju sa Ahmet om?" (Apa kau bekerja sama dengan Ahmet?) Tanya Stefan waspada. "Iya pak, tapi sekarang saya dipihak anda" Jelas Frau jujur. "Apa yang harus membuat ku percaya pada mu?" Tanya Stefan sekali lagi. "Stefan!!" Yuki berseru tak terima karena Stefan masih mencurigai Frau. "Diamlah, aku harus memastikan kebenaran kata-katanya" sergah Stefan. Frau menghela nafasnya sejenak. "Anda bisa membunuhku detik itu juga" jelas Frau.
"Kau pikir dengan begitu kau akan bebas dari negara? (hukuman berat yang menanti Ahmet dkk, salah satunya Frau)". Frau tampak berpikir keras. Disisi lain ia sangat takut dengan hukuman yang menantinya, tapi disisi lain ia benar-benar ingin membuktikan perkataannya pada Yuki, bahwa ia sangat ingin membalas kebaikan Stefan dan pada akhirnhya ia pun telah memiliki keputusan tetap. "Aku tidak akan melarikan diri dari hukuman itu" Jawab Frau mantap. Stefan pun terdiam tak bisa membalas perkataan Frau. Tiba-tiba tanpa mereka sadari, dua orang pria dari arah berlawanan sedang berjalan cepat menuju ke arah mereka. Refleks Stefan menarik Yuki dan Amra berlindung dibelakang tubuhnya dengan Frau yang juga melindungi keduanya. "Mereka datang dari arah timur dan barat" Jelas Stefan. Hanya dengan mendengar derap langkah mereka, Stefan sudah bisa menentukan dimana posisi orang-orang itu. Frau takjub mendengarnya. Ia tersenyum. "Anda masih sehebat dulu pak" Ujar Frau. Stefan hanya diam tak menanggapi Frau. Ia berbalik sekilas, melihat Yuki dan Amra yang sedang memegang bajunya erat. Stefan tersenyum pada mereka. "Semuanya akan baik-baik saja" Ujar stefan menenangkan. "Mereka datang!!!" Seru Frau. Stefan mengerti. Ia dan Frau hendak menembak namun niat mereka terhenti ketika mendengar teriakan Max. "Berhenti!!! Kami bukan musuh!!!" Seru Max. Yuki mengehela nafasnya lega sedangkan Amra langsung berlari memeluk Max.
***
Ahmet sedang menyaksikan rekaman cctv dimana Stefan berhasil membobol masuk dan membunuh hampir separuh dari anak buahnya. Ia geram dan berdiri dari posisinya ditambah lagi Frau salah satu anak buah kepercayaannya, kini malah mengkhianatinya. "Brengsek!!" Teriak Ahmet emosi. Bertepatan dengan itu, anak buahnya masuk melapor bahwa mereka belum bisa menemukan keberadaan anggota Stefan yang lainnya dan itu malah membuat Ahmet semakin geram disertai emosinya yang semakin memuncak. "Tako mislite? Kapetan samo dosao sam?" (Jadi maksud mu, kapten hanya datang sendirian?) Bentak Ahmet hingga membuat anak buahnya ketakutan. "D..da gospodine" Jawabnya terbata. Amhet tersenyum menyeringai, ia membawa pistolnya dan berjalan keluar dari ruangannya. "Lihat saja, akan ku bunuh kau sama dengan cara adikku terbunuh" Gumam Ahmet penuh tekad. Sementara itu, Vino, Marcel dan Rizky sedang memasang bom ditiap sudut rumah Ahmet, mereka melakukannya dengan sangat hati-hati hingga membuat semua anggota Ahmet tak menyadarinya.
"Semuanya sudah selesai pak" Lapor Vino pada Marcel. Tak berapa lama kemudian Rizky berlari mendekati mereka, dan melaporkan hal yang sama dengan Vino. "Dibagian utara juga sudah selesai pak"
"Bagus" Jawab Marcel. Dari arah berlawanan, Bayu dan Mike sudah berada diatas pohon dan akan siap terjun ke lantai dua rumah Ahmet untuk memasang bom yang lainnya. Dari atas Mike menggunakan tangannya untuk mengkode Marcel dkk, agar segera pergi menyiapkan kapal setelah memasang bom. karena ia baru saja mendapat laporan, bahwa Stefan beserta Maxime dan Nikolov sudah berhasil menemukan Yuki dan Amra.
***
Max dan Nikolov berjalan maju duluan untuk mengecek keadaan, Stefan dan Faru berjaga dibarisan belakang, sedangkan Yuki dan Amra berada ditengah-tengah mereka. Yuki tak henti-hentinya memandang Stefan, entah mengapa firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu yang sangat buruk pada suaminya. Yuki berusaha menepis semua. Pikiran buruknya, ia berjalan lambat dan refleks menggadeng lengan Stefan hingga membuat Stefan sedikit kaget. "Berjalanlah didepan ku, tempat ini sangat berbahaya" tegur Stefan pelan. Bukannya menurut, Yuki malah memperat gandengannya sambil menyenderkankan kepalanya dilengan Stefan. Stefan menghela nafasnya sejenak untuk menghadapi sikap istrinya. "Kenapa sikap keras kepalanya harus keluar disaat seperti ini?" Batin Stefan.
"Kali ini, aku mohon biarkan aku seperti ini sebentar saja" batin Yuki.
Frau yang berada disamping Stefan, tersenyum hangat, ia berniat membantu Yuki dengan cara bergeser kebelakang Stefan dan Yuki. Stefan menyadarinya, ia menoleh ke belakang. "Ada apa?" Tanya Stefan.
"Aku akan berjaga dibelakang" jawab Frau. Yuki tersenyum. Dalam hati, ia mengucapkan terimakasih pada Frau. Berbeda dengan Yuki, Stefan mengucapkan terimakasih pada Frau secara langsung. Dan itu untuk pertama kalinya, Frau merasa Stefan sudah mulai menerimanya. Stefan pun pasrah dan membiarkan istrinya melakukan itu.
"Aku bangga pada mu, kau cukup berani melawan mereka" ujar Stefan pelan nyaris berbisik. Yuki tersenyum meskipun dibalik senyum itu ia sedang berjuang melawan firasat buruknya, ia menuntun tangan Stefan yang sedang digandengnya untuk beralih mengelus perutnya. "Aku berani karena anak ini dan juga ibu" jawab Yuki jujur. Stefan tertawa pelan menanggapi Yuki, ia tahu istrinya itu sedang cemas padanya. "Ibu? Memangnya kau sudah bisa mengobrol dengan nyonya Amra?" Tanya Stefan mengejek, berniat membuat Yuki untuk tenang. Yuki mengembungkan pipinya kesal. Suaminya itu selalu mengajaknya bercanda saat ia serius berbicara. "Terus saja mengejek ku" Ujar Yuki ketus. Stefan menarik Yuki lalu melingkarkan tangannya dipinggang Yuki. Yuki tersentak dibuatnya. "Cerewet" balas Stefan dengan nada lucu. Yuki yang awalnya kesal kini tersenyum. Setelahnya, keduanya terdiam.

Suamiku Kapten (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang