14.

11.8K 287 1
                                    

"Nara,Nisa perut gue sakit banget". Riri meremas perutnya kesakitan. Nafasnya sedikit tak teratur karena sulit mengaturnya.

"Aduh gimana?mau ke UKS?tapi bentar lagi ulangan mulai". Nara dan Nisa kebingungan. Antara memilih sahabatnya atau nilai. Hari ini kelasnya mengadakan ulangan matematika.

"Gak kuat nis....". Lirih Riri. Nara mengangkat tangannya ke atas. "Bu". Semua pandangan tertuju pada gadis itu.

Bu Fina mengangkat alisnya. Guru itu teu killer untuk mengeluarkan satu jawaban pun. "Riri saki perut bu, saya dan Nisa izin mau mengantar Roro ke UKS". Ucap Nara.

"Kamu sendiri kan bisa?". Bu Fina menunjuk Riri dengan penggarisnya. Sungguh guru itu sangat kejam.

"Gak bisa lah Bu,dia kan lagi sakit perut". Balas Nisa. Kelas Nara agak tidak menyukai dengan sifat guru satu ini. Pasalnya, Bu Fina selalu menggunakan sedikit kekerasan pada muridnya. Dan sifatnya yang seenaknya.

"Ya udah, sana". Usir Bu fina. Nara dan Nisa segera memapah Riri untuk ke UKS. Tidak apa apa ia kehilangan satu nilai demi sahabatnya.

Nara dan Nisa membaringkan tubuh Riri di brangkar UKS. "Lo kenapa bisa kaya gini sih?". Tanya Nisa khawatir.

"Gue pagi tadi gak makan". Riri menjawab dengan melihat gerak gerik Nisa.

"Lo sih oon banget". Omel Nara.

Ia segera mengoleskan minyak kayu putih pada perut Riri agar rasa sakitnya sedikit berkurang.

"Perut gue agak sispack ya Ra". Bangga Riri. Nara dan Nisa terkekeh,lali memukul pelan perut rata Riri. "Isinya lemak doang ini". Canda Nara.

"Kenapa lo? Sekarat karena putus sama gue?". Riri memutar matanya malas. Kesialan apalagi ia harus bertemu dengan mantan. Dika,cowok itu berdiri bersandar di pintu UKS.

"Gue gak akan sekarat cuma gara gara diputusin lo". Jawab Riri malas.

"Seharusnya gue yang nanya,katanya lo gak bisa hidup tanpa gue,kok pas lo hidup,Lo gak mati?". Cerca Riri. Terlalu banyak omongan kosong yang cowok itu sebutkan.

"Kalo gue boleh jujur nih ya,itu cuma kata kata pemenang doang sih! Lagian ,gue gak akan mati cuma karena putus sama Lo!". Ucap Dika meniru gaya bicara Riri.

"Gara gara lo,gue trauma sama yang namanya cowok!". Cerca Riri. Hatinya sudah terlanjur jatuh,tapi cowok itu malah menorehkan luka pada hati nya.

"Lagian gue gak nyuruh lo percaya sama gue". Ujar Dika. Ia berjalan mendekati brangkar di samping Riri. "Gue sebagai cowok mau jujur,kalau emang cowok itu butuh lebih dari satu cewek".
Kata Dika. Nisa bergeming. Ucapan mantan sahabatnya ini membuat dirinya agak cemas. Apakah Marga akan betah dengannya.

"Emangnya semua omongan cowok itu blushit". Cibir Riri. "Itu Lo tau". Jawab Dika.

Nara dan Nisa menatap keduanya sebal. Kedua orang yang pernah memiliki kenangan indah bersama itu kalau saling bertemu pasti akan adu omongan. Riri masih bisa debat walaupun katanya perutnya sakit. Sungguh cewek ajaib. Dan ia harus terjebak dalam zona mantan ini. Sungguh menyebalkan!

"Dika menidurkan dirinya di brangkar samping Riri. "Dan lo,ngapain disini,mau caper?". Sentak Riri percaya diri. Nara menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Dih,ngapain gue caper sama lo. Lagian gue udah punya pacar kali!". Bela Dika pada dirinya sendiri. "Halah! Pacaran kok sama yang fiksi. Halu!". Satu tahun cukup untuk Riri mengenal kebiasaan mantannya itu.

"Sewot Lo!". Dika menutup matanya dengan tangannya.

"Debat teros! Padahal dihatinya mah masih saling berharap." Gumam Nara. Riri pernah curhat kepada ia dan Nisa jika ia masih sedikit berharap pada Dika. Namun,lihatlah pas saling bertemu.

Nara dan Nisa memilih pergi daripada mengurusi keduanya itu. Masih sama sama suka kok putus.

**********

Saat ditengah jalan,Rafa menahannya. Sebenarnya ia kan kekantin untuk membelikan makanan untuk Riri. Namun Rafa menghadangnya.

"Kenapa?". Bingung Nara.

"Lo ada waktu gak?". Tanya Rafa. Nara sebenarnya sedikit risih dengan cowok ini. Semenjak kejadian bahwa Rafa telah mengetahui hubungan Nara dan Marga,Rafa selalu mendekatinya.

"E-m....gak ada". Singkat Nara.

"Kalau nanti siang?". Rafa bertanya lagi, matanya menatap harap pada perempuan didepannya.

"Gak ada". Nara menggeleng. Rafa menghela nafas. Rafa memberi semangat untuk dirinya sendiri dalam hati.

"Malam ada gak?". Tanyanya berharap. Nara menggerakkan kakinya gelisah. Kenapa kesan cowok itu seperti memaksa.

"Enggak".

"Ya udah. Kalo gitu,gue boleh gak minta nomer Lo?". Sungguh,Rafa sangat berharap agar Nara menyetujuinya.

"Buat apa?". Nara menatap Rafa bingung.

"Buat ngasih tau lo kalau ada sesuatu yang perlu disampaikan". Sangkal rafa. Sebenarnya mah,Rafa ingin lebih dekat dengan nara. Ia berpikir,mungkin dengan ini,
Nara bisa berdekatan dengan Nara walah lewat chat.

"Oh,oke". Rafa segera mengambil ponselnya. Keduanya bertukar nomer. Tidak,Nara tak memberi nomernya. Ia memberi Rafa nomor Marga. Mana berani dia.

Nara segera pergi. Cowok yang berstatus sebagai temannya itu terlalu ingin mencampuri hidupnya.

Jika Marga tau,mungkin cowok itu sudah babak belur. Dan sepertinya,hubungan Marga dan Rafa tak terlalu baik. Terbukti dari tatapan mereka yang ingin saling menjatuhkan. Jadi Nara cari aman saja.

**************

Marga bilang ia akan datang sebentar lagi. Ia menyuruh Nara ke halte terlebih dahulu nanti akan menjemputnya di sana. Namun,ini sudah satu jam lebih cowok itu belum memperlihatkan pucuk hidungnya.

Cowok yang menyandang sebagai status sebagai tunangannya itu masih ada urusan penting dengan musuhan. Bukan OSIS tapi musuh per-gengnya.

Nara berdecak sebal. Benar kata Riri kalau semua omongan cowok itu blushit. Ia menunduk melihat jam yang melingkar di pergelangannya. Awan berubah mendung,menandakan sebentar lagi hujan.

Nara yang sedang kepalang kesal memilih untuk pulang sendiri. Namun ditengah jalan,tiga orang berbadan besar ciri khasnya yang seperti pemalak itu menghadang Nara.

"Eh ada cewek nih,bisalah". Ketiganya menghadan Nara dan menatap Nara dengan pandangan haus.

Nara memilih pergi dengan sopan. Bohong bukan dirinya tidak takut. "Permisi". Ucap Nara dengan sedikit membungkuk.

Tapi salah satu dari mereka memegang tangan Nara. "Jangan lancang ya!". Sentak Nara. Ia melepaskan tangannya dari genggaman pria gendut itu.

"Santai dong cantik.kayanya dia agresif,enak nih buat main". Ketiganya tertawa entak apa yang lucu. Keringat dingin membasahi wajan Nara.

'kak marga...' hanya cowok itu yang menjadi harapan Nara.

"Mau main sama kita gak cantik? Dijamin enak". Kekeh salah satu dari mereka,dengan lancang dia memegang pundak Nara.

"Saya gak semurahan itu". Nara menepis tangan berlemak itu dari pundaknya. Ia merasa kotor sekarang. Ia tak bisa menjaga tubuhnya sendiri.

"Pegang". Suruh seseorang yangsepertinyabadalah ketuanya. Keduanya segera melaksanakan perintah laki laki tersebut.

"Gak usah takut,nanti juga bakal teriak keenakan". Tangan yang berisikan cincin batu akik itu menyelipkan anak rambut Nara kebelakang telinga.

Nara berontak namun sayang,kekuatannya kalah jauh dari tiga laki laki bejat itu.

"Berhenti saya akan laporin kalian ke tunangan saya!". Ancam Nara.

"Kamu udah nikah ternyata". Ucap pria itu.

"Plis berhenti". Mohon Nara dengan mata berkaca kaca. Dua kancing seragam teratasnya sudah terbuka,untung saja ia memakai tanktop.

"Tenang cantik,kita nikmati ini sama sama".

Next part


MARGA DIRGANTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang