2. Forget

24 17 2
                                    

"Berusaha seolah tidak terjadi apa-apa, meskipun ada suatu hal yang telah terjadi"

♡♡♡

Untung saja pak Mamat menurunkannya tepat didepan sekolahnya. Kalau tidak, mungkin ia tidak akan sampai di sekolah yang selama ini dimaksud mamanya.

Zeva masuk dan melihat-lihat sekitar. Ia tidak tahu dimana kelasnya. Ia menanyakan ke asal orang yang lewat.

"kak, kelas 10 MIPA 2 dimana ya?" tanya Zeva

"oh itu di lantai dua, di tengah-tengah itu" ucap orang itu menunjukkan kelas yang dimaksud Zeva

"makasi banyak ya kak" ucap Zeva

Zeva langsung berjalan menuju kelas itu.

Ia sudah gugup di awal perjalanan. Ia tidak tahu harus menjawabi apa semua pertanyaan temannya. Ia sudah belajar menghafal nama-nama seisi kelasnya dan wajahnya juga.

Untung saja masih awal kelas 10. Masih wajar, bila belum menghafal semua wajahnya.

Ia melangkah masuk. Melihat ada teman sebangkunya yang sering foto selfi di ponselnya. Ia langsung duduk disampingnya.

Jingga namanya, lebih cantik darinya. Tapi sikap Zeva yang ramah tidak membedakan teman yang membuatnya betah hingga tidak ada yang namanya insecuritas.

"Good morning" sapa Zeva
Jingga terkejut saat Zeva menyapanya.

"Zev, lo nyapa gue? Bukannya kita abis berantem gara-gara ngrebutin novel edisi terbatas ya" ucap Jingga terbelalak

"oh masalah novel, udah gapapa lupain aja"

Sebenarnya ia juga tidak tahu apa yang terjadi. Asal membuat semua menjadi lebih indah saja. Tanpa ada kebencian.

"tapi waktu itu lo marah banget sama gue, gara-gara udah gue beli novelnya" ucap Jingga

"ya kan cuma marah, buktinya foto lo masih terpajang di galeri gue"

"Aaaaaa sweet bangett, oleh-oleh dari Spanyol buat gue mana?" tanya Jingga

"gaada, itu kebaikan gue aja lo anggep oleh-oleh nya" jawabnya terkekeh

Pelajaran telah usai. Bel istirahat berbunyi. Zeva membuka tas sekolahnya dan mengambil dompetnya.

Lagi-lagi beruang coklat. Mungkin dia terlalu suka sama beruang coklat. Ia membuka isi dompetnya.

Matanya terbelalak terkejut melihat isi uang dan black card didalamnya.

"njir ternyata gue kaya juga ya" batin Zeva

"kenapa ngeliatin dompet? Ayo Zev! Buruan, nanti kehabisan cimol" sorak Jingga langsung menariknya.

Mereka menuju kantin.

"wah parah, rame banget, udah diserbu kakak kelas. Zev, sepertinya kita harus berpencar deh, gue gamau kehabisan cimol gue" Jingga meninggalkan Zeva.

Zeva melihat-lihat. Ia langsung membeli yang terlintas dibenaknya.
Ia membeli capjai udang kesukaannya.

Saat berbalik, ia berhadapan dengan cowok yang terus menatapnya.
Dia hanya terdiam sambil melihat aneh kearah Zeva.

"plis gue gakenal siapa lo, jangan liatin gue" batinnya resah

Zeva lalu duduk di bangku kantin, menunggu Jingga yang masih mengantri cimol kesukaannya.

Cowok itu datang lagi dan duduk di depannya.

Zeva terkejut melihat si cowo yang tiba-tiba menukar piringnya dengan piringnya.

"loh kok lo tuker?"

"capjai ini bukan kayak biasanya, ini ada udangnya, dan lo alergi sama udang" ucap cowok itu

Zeva terkejut. Cowok ini bahkan lebih tahu kebanding dirinya sendiri.

Ia melihat nametag cowok itu.

Grenada Yanuar.

Dia pun menerima kenyataan bahwa ia harus ditakdirkan alergi udang.
Gren pun bangkit dari kursi itu dan menuju ke bangkunya bersama teman segerombolannya.

Jingga datang lalu duduk di depan kursi Zeva.

"abis ngapain si Gren nyamperin lo?" tanya Jingga

"gak kok, cuman ngembaliin bolpen yang pernah dia pinjem" ungkapnya berbohong

Mereka melanjutkan makannya dan kembali lagi ke kelas.

"ZEVAAA!!" Teriak satu cowok yang kini sudah ia hafal mukanya. Di bingkai foto diatas meja belajar nya, ada fotonya.

Alvino Editya. Yah, teman kecilnya saat sd. Mereka udah deket layaknya sepasang kekasih. Yang membuat semuaa iri akan kedekatan mereka berdua.

Mau gimana lagi, Alvin terkenal fames di kalangan adek kelas.

"kenapa?" tanya Zeva menghampirinya

Alvin tiba-tiba memeluk Zeva erat. Zeva terkejut langsung mendorong tubuh Alvin refleks.

"ih kebiasaan ya, ga betah kalo dipeluk sama gue. Gue kangen tau, lo sebulan di Spanyol, ga ngabarin gue. Terlalu asyik ya Spanyol?" tanya Alvin

"iyaa, asyik banget" boongnya

Hanya beberapa orang di kelas yang melihat sikap Alvin yang tiba-tiba meluk si Zeva. Salah satunya Gren. Yang duduk di barisan kedua dari depan. Pojok sendiri dekat tirai jendela.

"Oleh-oleh gue mana?" tanya Alvin

"Gaada" jawab Zeva ketus

"lo kenapa? Ga biasanya loh lo gini? Biasanya juga lo happy banget kalo gue samperin. Kelas gue jauh loh, butuh perjalanan panjang buat nyampe di kelas lo" ucap Alvin

"lagi ga mood gue" jawab Zeva

"yaudah, gue balik kelas lagi aja. Lo kalo ngamuk serem, chat gue jangan lupa bales loh, jangan alasan tenggelem lagi" ucap Alvin

Zeva hanya mengangguk menjawab penuturan Alvin. Alvin kembali ke kelasnya. Dan Zeva kembali duduk di bangkunya.

"Dih, beruntung banget loh Zev, punya temen deket kayak si Alvin. Udah ganteng, anak basket, fames pula" puji Jingga

"lo mau? Ambil aja" ucap Zeva

"emangnya Alvin barang, yang bisa dipinjem atau diambil gitu aja. Hatinya beku tau, kecuali sama lo" ucap Jingga

"masak?"

"iyaa, lo lupa? Bahkan lo sempet dilabrak kakkel gara-gara insecuritasnya sama lo. Tapi untung aja sih Gren langsung ngusir maklampir itu." curhat Jingga

"Gren? Kenapa?" tanya Zeva

"dia kan ketua kelas. Harus baik lah sama anak buah nya" jawab Jingga

"oh ketua kelas, pantes tadi baik udah ngingetin gue sama udang" batin Zeva sambil melihat ke arah Gren yang tampak asyik dengan bukunya.

"Kenapa dia yang jadi ketua kelas?" Tanya Zeva

"gatau, mungkin karna nilainya bagus" ucap Jingga

"lah, kok malah jadi bahas dia sih?" lanjut Jingga

"gatau, nyambung aja dari tadi" kekehnya

♡♡♡

Hello Everyone!!👋

Gimana ceritanya? Suka?😍

Pantengin terus yaa😇

Jangan lupa Vote and Komen😘

Grenze Lovers! Stay Read yaw 🤗

See you next chapter 💖💖

TE AMO 🌹💟

GRENZE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang