38. Floor

7 8 0
                                    

"I will stay in here, beside you. My honey"

♡♡♡

"Hustt! Gausah nolak. Gue tau lo gamau kelihatan lemah di depan gue. Tapi gue bukan orang yang suka banding-bandingin orang gitu aja. Gue tuluss niat nganterin lo sampai rumah. Sekalian nyambut lo pulang" ucap Zeva tersenyum

Gren menghembuskan nafasnya gusar. Daritadi Didi hanya terdiam.

"Yaudah gue mau prepare pulang dulu. Bye di. Besok lo baru bisa pulang" ucap Gren

"Okey" jawab Didi mengangguk.

Dibantu berjalan dengan Zeva, Gren sedikit canggung. Karena memang sifat dia yang tidak mau terlihat lemah didepan orang yang ia sayangi.

Zeva menuntun Gren berjalan perlahan menuju ruangannya. Gren hanya terdiam dan menuruti maunya Zeva saja.

Setelah sampai di ruangannya Zeva pun duduk dan membiarkan Gren tengah mengemasi barangnya.

"Kalau gue kayak Didi, kira-kira gue frustasi karena apa ya?" Tanya Zeva tiba-tiba

Gren menghentikan tangannya yang masih berkemas. Menatap Zeva dengan pikiran tajam.

"Bisa jadi bukan lo yang frustasi. Bisa jadi emang Zeva yang asli yang frustasi. Secara kan dia ngebett banget buat memiliki Gavin" ucap Gren

"Oh iyaa Gavin. Eh dia apa kabar ya? Udah ga gangguin gue lagi tuh diaa" ucap Zeva

"Mengubah aktivitasnya dengan kesibukan barunya" jawab Gren mengasal

"Emang lo tau kesibukan barunya?" Tanya Zeva

"Ya engga lah, gue bukan bokapnya" jawab Gren amat sensitif hari ini

"Biasa aja kalii" tukas Zeva manyun

Dia menoleh ke arah lain, berdiri dan berjalan mendekat jendela. Sengaja, supaya tidak terhanyut dalam kesensitifan Gren hari ini.

Mungkin karena kepeduliannya yanh bertolak belakang dengan sifatnya yang selalu ingin terlihat tegar meskipun tengah lemah.

Mereka berdua terdiam. Gren lanjut mengemasi barangnya. Hingga saat ia hendak mengambil kruk yang tersandar dengan dinding dia terjatuh.

Zeva yang terkejut melihatnya sontak langsung mendekat dan membantunya. Akan tetapi Gren malah terdiam dan nyaman banget di lantai. Dia perlahan melepaskan genggaman Zeva yang hendak membantunya.

"Lo kenapa sih Gren? Kenapa aneh banget semenjak keluar dari kamar Didi?" Tanya Zeva lupa akan pesan Panji yang menjelaskan tentang kepribadian Gren sebenarnya

Masih terlihat nyaman banget di lantai.

"Lo pulang aja, gausah anterin gue" ucap Gren dingin

"Kenapa? Oh karena kondisi lo begini? Lo malu karena gue lihatin?" Tanya Zeva

"Bukan malu tapii ga mau ajaa" ucap Gren hendak memenangkan perdebatan kecil diantara mereka

"Gren, gue siapa lo sih? Gue pacar lo. Gue bakal selalu ada buat lo. Meskipun lo kayak gini, gue tetep sayang dan cinta sama lo. Jadi bersikap biasa ajalah" jelas Zeva mempertekankan kalimatnya

"Justru karna lo pacar gue!" Tegas Gren tiba-tiba meninggikan suaranya

Deg!

Entah kenapa hati Zeva tiba-tiba merasa sesak mendengar Gren seperti membentaknya.

Mata Zeva terus menatap ke wajah Gren. Begitupula sebaliknya.

"Kenapa emang?" Tanya Zeva mencoba kuat dan sedikit melawan

"Gue gabisa Zev. Hati gue lemah. Lemah dihadapan orang yang gue sayang. Termasuk lo dan nyokap gue. Gue gabisa Zev. Plis sekali aja ngertiin gue. Jangan keras kepala. Gue ga mau kelihatan lemah didepan lo." Ucap Gren menitihkan airmatanya kala itu juga

"Gue yang dibentak kenapa dia yang nangis sih. Duh! Jadi ngerasa jahat banget malahan" batin Zeva bingung melihat Gren menatap Zeva dengan air mata yang menitih dari kelopak matanya Gren.

Zeva pun langsung menariknya ke dalam pelukan. Memeluknya dan menepuk pundak Gren perlahan demi perlahan.

Setelah dipeluk, Gren malah makin menangis. Dalam hati Zeva, berasa jahat dengan ni anak. Tapi dirinya ada untuk menenangkan.

Gren menangis dalam pelukannya. Ia memeluk Zeva juga dan menenggelamkan kepalanya di dalam dekapan itu.

Zeva hanya mendengar Gren menangis. Bukannya mengatakan apapun ia hanya menangis.

Zeva terus memeluk Gren untuk menenangkannya. Dari depan pintu terlihat Panji yang hendak menjemput Gren untuk membawanya pulang. Akan tetapi melihat Gren menangis dalam pelukan Zeva dia tidak jadi membuka pintu kamar itu.

Ia mundur dan duduk di bangku. Sambil menunggu Gren lega. Sudah sangat lama ia tak melihat Gren menangis seperti ini. Mendengarnya saja sudah sangat kasihan. Apalagi berada di posisi Zeva.

Zeva memundurkan posisinya, ia melepaskan pelukannya. Memegang kedua pipinya dan menatapnya.

"Kamu kuat Gren. Lihat, kaki kamu ga kenapa-kenapa. Bentar lagi kamu bisa jalan kok. Tenang aja. Semangat." Ucap Zeva tersenyum sambil menatapnya.

Gren hanya bisa menatap dan terdiam dalam tangisnya.

Zeva kemudian mencium keningnya tulus dari hatinya.

"I will stay in here, beside you. My honey" ucap Zeva tersenyum manis seraya mengusap lembut rambut Gren.











♡♡♡

Hello Everyone!!👋

Gimana ceritanya? Suka?😍

Pantengin terus yaa😇

Jangan lupa Vote and Komen😘

Grenze Lovers! Stay Read yaw 🤗

See you next chapter 💖💖

TE AMO 🌹💟

GRENZE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang