16. Believe

6 7 0
                                    

"Bercandamu itu ga lucu. Membuat aku jadi berharap sesuatu yang tidak harusnya aku harapkan. Denyut jantung ini telah berdetak kencang apalagi saat kamu memegang tanganku."


♡♡♡

Lalu Gren memegang kedua tangan Zeva dan menariknya mendekat. Melingkarkannya di leher Gren. Jarak mereka makin mendekat. Bahkan saking terkejutnya Zeva menahan nafasnya.

Kepala Gren mendekat ke arah wajah Zeva. Matanya kini menatap bibir mungil Zeva dan perlahan maju mendekat ke arah bibir itu.

Dengan berat hati Zeva langsung melepas tangannya secara paksa dan mundur kembali ke posisinya.

Jantungnya berdebar sangat kencang. Deru nafasnya tak kunjung usai ia tahan dari tadi.

"Yaa.. sorry.. kalau..beneran..terjadi" ucap Zeva patah-patah serta tatapannya mengarah kemana-mana.

Gren menundukkan kepalanya dan tertawa kecil.

"Kok malah ketawa sih?!" Kesal Zeva

"Yaa abisnya lo percaya. Engga-engga gue cuman bercanda. Lo cuman jadi monyet aja saat gue bopong. Gantungan ga jelas sambil ngigo nyam-nyam. Yang lo pikirin kan cuman makanan!" Kekeh Gren

Zeva tidak habis pikir dengan candaan Gren yang terlalu serius itu. Dia hanya terdiam sambil mengerucutkan mulutnya. Jadi gabisa dipercaya omongan Gren.

Entah yang tadi beneran atau tidak. Bila benar terjadi, mau ditaruh mana tuh muka. Kalau salah ngapain Gren bercanda sampai ke arah itu? Semua harus di pertanyakan sama pak Mamar saja kalau gitu. Siapa tahu dia melihat semuanya.

"Ngelamunin apa lo?" Tanya Gren menyadarkan lamunannya

"Engga.. itu! Gue lihat bangaunya lucu banget" ucap Zeva langsung menunjuk kearah danau.

"Oh iyaa, banyak bangau juga yah disini" tukas Gren yang juga melihat ke arah bangau yang berada diatas air.

Mereka jadi lanjut melihat kearah pemandangan.

"Lo gajadi beli roti?" Tanya Gren

"Jadi, nih mau kesana" ucap Zeva

"Gue ikutan yah, boring jogging sendirian! Lupa bawa hp juga" tukasnya penuh alasan

"Yaudah, langsung kesana aja"

Zeva dab Gren berjalan kembali menuju toko roti yang dimaksud Zeva.

♡♡♡

Setelah keluar dari toko roti, mereka berjalan kembali.

"Gue mau pulang loh, lo ga pulang?" Tanya Zeva yang menyadari langkah Gren mengikutinya

"Gue ikut aja. Boring dirumah. Boleh kan?" Tanya Gren sambil mengedipkan matanya penuh harap.

"Okey deh!" Jawab Zeva mengiyakan

Mereka berdua berjalan lagi menyusuri jalan. Hingga sampailah di rumah Zeva.

Bertemu dengan pak Mamat, yang membuatnya menjadi heran.

"Eh den Gren balik lagi..." belum saja pak Mamat melanjutkan pembicaraannya, tapi sudah di cegah Gren untuk tidak mengatakannya.

Pak Mamat langsung terbungkam seketika. Zeva bingung kenapa pak Mamat tiba-tiba diam dan mengarah ke Gren pandangannya.

Lalu ia menoleh ke arah Gren, ia tampak biasa sambil nyengir-nyengir ga jelas. Sebenarnya apa yang terjadi saat itu?

Lalu Zeva berjalan masuk menuju dapur dan meletakan bahan stok yang ia beli ke dalam kulkas. Ia mengambil sekotak minuman es teh dan memberikannya ke Gren.

"Nih minum, haus banget pasti habis jogging langsung kesini" ucap Zeva menyodorkan minuman itu. Gren meraihnya.

"Thanks" ucap Gren lalu meminumnya

"Oh ya Zev, rumah Alvin deket sini ya? Katanya dia temen kecil lo" ucap Gren memulai obrolan

"Iyaa deket sini, biasanya sih sering main, tapi karna udah gue larang gausah keseringan. Jadi, jarang deh hehe" kekehnya

"Kalian temenan dari kelas berapa?" Tanya Gren

Zeva terkejut oleh pertanyaan yang dilontarkan Gren barusan. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Tapi kalau tidak dijawab pasti akan curiga.

"Dari kelas 4 SD" jawabnya asal

"Ohh" Gren diam seketika

"Oh ya Gren, waktu birthday party ga nyangka lo bisa main piano. Mau main piano beneran ga? Di rumah gue ada besar" tukas Zeva menawarkan

"Masak? Ayo lah kalau gitu. Gue mo nyoba" ucap Gren penuh kegirangan

Mereka kini berada di ruang musik samping kamar Zeva. Yang terletak di lantai 2.

Terlihat, piano putih besar yang ada di dalam ruangan itu. Gren ternganga karenanya.

"Wah gedhe banget ternyataa" ucap Gren tercengang apalagi saat membuka penutup piano.

"Bukan punya gue, milik nyokap" jawabnya asal.

Ia tidak tahu kalau Zeva yang sebenarnya mahir juga bermain piano dan piano itu adalah salah satu hadiahnya seusia dia SMP.

Gren mulai mengalunkan beberapa nada yang ia hafal. Not demi not ia tekan beriringan. Nada yang lembut keluar menenangkan suasana siang hari itu.

Indah di dengar, nyaman di hati. Zeva tersenyum memuji kemampuan bakat yang dimiliki Gren.

Zeva berjalan menuju ke arah jendela. Ia melihat ke arah luar halaman teras berumput miliknya. Gerimis turun siang hari itu.

"Gren! Hujan! Main hujan yuk!" Teriak Zeva membuat Gren menghentikan jari tangannya yang masih mengalunkan piano itu.

"Ntar lo sakit gimana?" Elak Gren menolak ajakannya

"Gue kan udah pernah bilang. Gue suka hujan! Dan ga akan pernah sakit" jawab Zeva

"Yok! Ayolah Gren!" Pinta Zeva langsung menarik tangannya

"Yaudah" Gren pun akhirnya menuruti kemauan Zeva.

Lalu mereka berjalan turun ke bawah. Menuju teras halamannya yang berumput kecil, dan nyaman di injak. Mereka basah-basahan seketika.

♡♡♡

Hello Everyone!!👋

Gimana ceritanya? Suka?😍

Pantengin terus yaa😇

Jangan lupa Vote and Komen😘

Grenze Lovers! Stay Read yaw 🤗

See you next chapter 💖💖

TE AMO 🌹💟

GRENZE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang