6. Paint

17 16 1
                                    

"Kebaikanmu membuatku oleng saja. Rasa tulusmu membuat candu saja."

♡♡♡

Tak ada jawaban dari Gren yang sudah terpejam tidur. Tidur untuk merilekskan semuanya.

"Biasanya kalo demam tuh harus ada handuk, air hangat yang ditaruh di baskom ya, tapi itu dimana ya letaknya?" batin Zeva mencari-cari sendiri.

"Oh, ini dia,"

Setelah mendapatkan barang-barang yang ia butuhkan. Ia pun mengkompres Gren dengan pelan dan lembut. Zeva merawatnya tulus dan ikhlas.

Bel masuk berbunyi.

"gue tinggal ya Gren, lo tidur jangan masuk kelas hari ini. Tidur sampai lo benar-benar sudah pulih, awas saja kalo lo balik kelas lagi" ucap Zeva lirih namun penuh dengan ketegasan.

Zeva keluar dari UKS dan berjalan menuju kelas. Tampak Jingga yang menanti dari tadi kini hendak memberi 1000 pertanyaan.

"Darimana aja sih, tadi katanya nyusul, sampai bel masuk pun, ga nongol-nongol orangnya" decak Jingga

"ahh itu tadi..." Zeva tidak melanjutkan pembicaraannya.

Hanya saja tidak ingin ada yang tahu kalau Gren di UKS. Agar tidak ada yang menganggu ketenangan tidurnya.

Zeva tiba-tiba terkekeh dan tidak melanjutkan ucapannya.

"tadi kenapa?" tanya Jingga

"Mules hehe" jawabnya berbohong

"heleh"

Jam jam berikutnya, tidak ada pembelajaran sama sekali. Jamkos aliasnya. Para ibu guru rapat di Aula.

Tidak ada yang mengetahui keberadaan Gren sama sekali. Yang mereka pikir, mungkin si Gren ikutan rapat itu. Dia kan anak emas.

Bel pulang sekolah berbunyi. Setelah seisi kelas sepi, Zeva mengambil tas Gren dan menghampiri menuju UKS.

"lah, masih tidur?" batin Zeva sambil meratapi sosok di depannya yang masih terpejam lunglai.

Ia datang dan mendekat, hendaknya mau mengecek suhu badan Gren di jidatnya itu. Akan tetapi Gren, telah membuka matanya dan menatap sepasang manik seorang yang dari tadi merawatnya.

Mereka saling menatap dengan arti lain. Yang satu arti ketulusan, yang satu tatapan terkejut.

"lo kok udah bangun aja sih, kaget tau" decak Zeva

Gren tersenyum, ia bangkit lalu duduk.

"Thanks ya Zev, lo udah baik sama gue" ucap lirih Gren sambil tersenyum

"Sama-sama, sesama teman juga harus saling bantu kan" ucap Zeva

"tapi jangan terlalu baik, nanti di salahgunakan" ucap Gren

"Oh ya? Yaudah, ntar gue mikir-mikir dulu kalau mo baik sama orang" ucap Zeva

"Terus kalo sama gue?" tanya Gren

"kalo lo sih beda, gue baik aja gitu sama lo" ucap Zeva

"padahal lo ga kenal gue kayak gimana orangnya" ucap Gren

"Gimana emang lo orangnya?" tanya Zeva

"Rahasiaa.. Udah lah yuk pulang" ajak Gren

"Lo yakin dah bisa nyetir?" tanya Zeva

"Naik ojol gue" jawabnya singkat

"Yaudah, bareng lagi aja gimana?" tanya Zeva

"Gausah ah, ga enak tiap hari ngrepotin lo terus" ucap Gren

"Sans ajaa. Gini aja deh sebagai gantinya kalo motor lo dah bisa nyala, lo ganti yang nganterin gue" ucap Zeva

"okey"

Esok harinya, Gren sudah berangkat sekolah seperti biasanya. Ia tersenyum manis menghadap ke arah Zeva yang barusan berangkat sekolah.

"Thanks yaa" ucap Gren mendapati Zeva yang barusan masuk ke dalam kelas

"you're welcome" jawabnya dengan tersenyum juga
Zeva kembali duduk ke bangkunya.

"Ze.. Ze.. Ze!! Lihat! Ada lomba melukis kesukaan lo nih! Pasti lo mau ikutan kan? Lo kan suka banget sama yang namanya melukis/menggambar" sorak Jingga menunjukkan brosur pengumuman lomba yang sempat ia tarik dari masing sekolah tadi.

Deg!

Ia terkejut mendengarnya.
Zeva yang sekarang, tidak bisa melukis. Ia benar-benar tidak bisa melakukannya. Zeva yang sekarang, lebih unggul dalam pengetahuan kebanding yang begituan.

"ehm kapan itu lombanya?" tanya Zeva

"31 Januari Zev! Di Balai kota" jawabnya

"Oh kayaknya gabisa deh, gue ada urusan penting hari itu" ucapnya menolak tawaran itu dengan alasan lain

"urusan penting apaan Zev? Biasanya lo ngebet banget kalo ada lomba melukis kek gini"

Jingga mendadak merasa heran ke Zeva.

"ya ada, pokoknya gue beneran gabisa, mungkin lo aja yang berpartisipasi" ucap Zeva memojokkan Jingga

"Gue mana bisa Zev, ngaco deh lo!"

Zeva hanya terkekeh menjawabi Jingga. Ia tidak mau mengambil terlalu serius untuk masalah lomba ini.

Pelajaran berlangsung setelahnya. Karena hal kecil ini, ia harus banyak berfikir. Bagaimana hal-hal yang bisa dilakukan atau disukai Zeva yang dulu tidak bisa dilakukan oleh Zeva yang sekarang.

Mau jelasin apa juga, ia belum menemukan jawabannya. Karena ia juga tidak tahu jati diri Zeva yang sebenarnya itu bagaimana.

Bahkan ia juga belum bisa mengenali dirinya sendiri, sudah harus belajar mengenali jati diri yang mereka kenal. Jati diri Zeva yang lalu, harus ia usahakan untuk tetap sama meskipun agak sedikit bertentangan dengan dirinya sendiri.

Semua akan terjawab perlahan waktu mendatang. Namun, apa daya? Kejadian-kejadian, kisah-kisah indah yang akan Zeva miliki sekarang, bilamana ia harus berpisah dengan kesempatan barunya ini.

"Zev! Lo napa bengong?" tanya Jingga menyenggol bahunya untuk menyadarkannya dari lamunan.

Lamunannya seketika menjadi hilang dan kembali fokus.

"Gapapa" jawabnya singkat, lalu fokus kembali ke pelajaran.

♡♡♡

Hello Everyone!!👋

Gimana ceritanya? Suka?😍

Pantengin terus yaa😇

Jangan lupa Vote and Komen😘

Grenze Lovers! Stay Read yaw 🤗

See you next chapter 💖💖

TE AMO 🌹💟

GRENZE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang