Pelajaran dimulai. Pagi ini diawali dengan Biologi favoritnya Indah. Semua bahasa Biologi diserap cantik merasuki jiwa raga Indah. Sesenang itu dia dengan Biologi. Catatannya lengkap. Bergaris warna-warni pada bagian yang dianggapnya penting. Semua nama-nama latin hewan dan tumbuhan ia hafal luar kepala. Apa lagi materi tentang reproduksi, Indah ahlinya.
"Jika ada pertanyaan silahkan Nona-Nona," tanya Indah kepada geng komiknya. Karena Indah sangat yakin wanita-wanita komiker di hadapannya itu tak satu pun yang menganggap Biologi itu mudah. Termasuk Biru. Batinnya menolak keras pembahasan tentang Biologi. Tapi rasa tak berminatnya itu tak membuat nilai Biologinya benar-benar buruk. Ya setidaknya setelah mendapat nilai ujian terendah waktu itu. Biru tak ingin lengah lagi. Walaupun sering ketinggalan mencatat materi.
"Indah, gue pinjam catatan Biologinya ya?" rengek Biru.
"Tentu boleh, nih," Indah menaruh catatannya di atas meja.
"Eitttsssss, tunggu dulu. Tidak semudah itu kawan," ucap ketua kawal sampai jadian club yang duduk di depan Biru.
"Kenapa Rin?" tanya Biru.
"Kalo mau catatan Biologi, lo pinjam aja sama Langit."
"Rina?" Biru membesarkan bola matanya.
"Woiiii, jangan ada yang pinjamin catatan Biologi ke Biru ya, biar dia pinjam sama Langit aja," seru Rina ke seisi kelas. Risiko dicomblangin satu kelas.
"Ia ia bener tuh, pinjam sama Langit aja," tambah Rega semangat.
"Apaan sih, kok begitu. Malu tau," rengek Biru kepada geng komik yang tertawa puas.
"Ayo sayang, jangan malu-maluin deh. Cuma pinjam buku aja kok. Atau mau dipangku lagi seperti di bus waktu itu," seru Indah mengenang saat mereka jalan-jalan ke Dago Dream Park waktu itu.
"Indah!" sebal Biru yang tak menduga hal itu diketahui Indah atau mungkin seisi kelas ini?
"Ayo, ayo," sorak seluruh penghuni ruangan itu. Sepertinya mereka sangat menyukai kegaduhan ini.
Di sudut sana Langit tetap tenang dan sangat menjaga wibawanya sebagai ketua kelas. Hanya menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ayo lo..gue mau liat lo bisa apa. Lo gak mau gue dekat-dekat lo lagi kan? Gue ikuti mau lo!
Biru tak berdaya. Ia segera menyeret kakinya menuju meja Langit. Langkah sepatu Biru dengan senyum malu-malu nya mengheningkan seisi kelas. Semua mata tertuju padanya. Dan mereka sedang menunggu kata-kata pertama yang akan diucapkan Biru.
Ok, ini cuma sebentar aja. Habis ini semua akan kembali baik. Tidak akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Gue hanya pinjam buku dari cowok terlaris sejagat Harapan Bangsa ini. Fix, gue lepasin dulu harga diri gue yang gak tahu harganya berapa kalo sudah di sorakin begini. Biru menarik nafasnya dalam, "Langit ..."
"Iaaaa," sambar Rega yang memang duduknya di sebelah Langit.
"Rega ..." sebal Rina. Bisa diam gak sih lo.
Tampak Langit menyimpulkan senyumnya. Dia masih menunggu.
"Boleh pinjam ...," kata-kata Biru terhenti. Tangannya menggulung sudut rok hingga tampak garis-garis kusut.
"Ia boleh," Langit memotong kalimat Biru dengan senyum tipisnya.
Dan keriuhan terjadi sejadi-jadinya. Mereka menangkap momen-momen Langit tersenyum kepada Biru. Itu senyum bukan sembarang senyum, itu senyum kue moci isi kacang. Bikin lengket dan bikin Biru terbayang-bayang.
Biru mengambil buku itu dan segera kembali ke tempat duduk. Namun kegaduhan kelas tak henti sampai di situ. Rega semakin memanaskan suasana. "Bi, kemarin dipijitin di UKS, hari ini dipinjamin buku, besok-besok minta hatinya Langit ya Bi. Pasti dikasih kok!" Ketengilannya melunturkan image seorang Ketua OSIS yang biasanya terlihat bijaksana dan disegani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buruan Tembak Gue!
Roman d'amourCinta itu tak pernah bergeser sedikit pun sejak ia menatap mata sayu gadis itu. Baraka Langit, berjanji akan menaklukkan calon tunangannya sendiri tanpa membawa label di jodohkan. Dan gadis bermata indah itu adalah Biru Pramana. Penakluk sang kapten...