Three Point untuk Biru

24 4 11
                                    

Siang itu geng komik berjalan menuju gedung olahraga tempat pertandingan basket akan digelar dengan mobil merah Elka andalan geng komik di segala situasi. Tepat di pertigaan jalan Biru meminta Elka berhenti pada sebuah minimarket untuk membeli beberapa camilan dan minuman. Gadis berponi itu berjalan pelan. Dari balik kaca saja matanya sudah tertuju pada deretan minuman dingin di dalam sana. Gue mau kasih minuman yang sedikit mengandung gula. Takut kemanisan saat dia minum sambil liatin gue. Biru semakin bersemangat memburu pintu kaca minimarket. Tapi uppsssss, seseorang bertopi hitam menabrak keras bahu Biru. Biru kehilangan keseimbangan. Dan bruuuk ...

"Hei," spontan Biru yang terjatuh di anak tangga depan minimarket itu. Biru mencoba bangkit dari jatuhnya. Sesosok laki-laki tinggi dan kurus berlalu begitu saja tanpa menoleh dan meminta maaf. Biru mengaduh kesakitan. Terlebih mata kakinya tampak membiru. Pelan-pelan ia memijat pergelangan kaki itu lalu berjalan dengan sedikit pincang.

Di dalam minimarket, Biru langsung saja mengambil beberapa botol minuman dingin dan camilan. Tidak lupa juga mengambil koyok dan langsung menempelkannya pada mata kaki yang dirasanya semakin sakit dan keluar dari minimarket dengan mata awas mengamati kiri dan kanannya. Siapa orang tadi?

"Sori lama," ucap Biru memasuki mobil sambil melempar kantong belanjaan ke bangku belakang.

"Kaki lo kenapa Bi?" tanya Elka saat melihat koyok yang menempel pada kaki Biru.

"Tadi jatuh depan minimarket," jawab Biru sekenanya saja.

"Hati-hati sayang. Kan kita mau lihat babang Langit main basket, jangan jatuh depan minimarket dong, jatuh di pelukan babang Langit aja," goda Indah yang mulai membuka bungkus camilannya.

"Ehm," jawab Biru dingin. Wajahnya sudah tidak seceria tadi. Pikirannya pun mulai terganggu oleh laki-laki bertopi hitam yang menabraknya tadi.

"Beda ya obrolan orang kalo sudah jadian. Main peluk peluk aja," ucap Fera menyinggung teman di sebelahnya. Apakah Indah tersinggung? Tidak! Justru ia semakin memeluk bungkusan keripiknya seakan enggan untuk berbagi.

Sementara di ujung jalan dekat minimarket ...

"Siap Bos, saya akan selalu mengawasinya!"

**********

Perjalanan menuju gedung olahraga itu pun usai setelah menghabiskan waktu 30 menit. Elka dan Indah memasuki gedung lebih dulu. Disusul Fera dan Biru di belakangnya. "Lo yakin kaki lo gak kenapa-napa Bi?" tanya Fera menatap kaki pincang Biru.

"Ia, bentar lagi juga sembuh." Biru terus saja berjalan tanpa memanjakan rasa sakitnya. Haaaa ... tempat ini. Gak nyangka bisa ke sini lagi," gumam Biru mengenang kedatangan pertamanya ke gedung olahraga ini bersama Langit beberapa waktu lalu. "Dia bukan cewek gue. Tapi calon istri gue!" Biru ingat betul kalimat itu.

Dari bawah salah satu ring, tampak Langit dan timnya sedang bersiap-siap. Matanya tak sengaja menangkap kedatangan Biru dari salah satu pintu gedung.

"Tuh pesanan lo nyampe," ucap Rega menyenggol siku Langit saat menunjukkan kedatangan Biru.

"Makasih ya Ga," ucap Langit setelah Rega berhasil mendatangkan Biru dalam pertandingan penting Langit hari ini.

Sekilas Langit menatap Biru yang sedang mencari tempat duduk. Matanya beralih pada kaki Biru yang terlihat pincang dan menggunakan koyok. "Ada apa dengannya?" batin Langit.

Tiiiiit, suara peluit tanda pertandingan akan dimulai. Setiap tim sudah mengambil posisinya masing-masing. Sorak-sorai penonton mulai memenuhi gedung olahraga. Geng komik memilih duduk tidak jauh dari ring tim Langit. Di sana juga hadir beberapa anak kelas IPA 1 yang mengetahui Langit turun dalam pertandingan seleksi Tim Nasional ini. Tidak jauh dari tempat Biru, Fera dan Elka duduk terlihat juga Intan dan beberapa orang lainnya yang bukan berasal dari Harapan Bangsa. Sedangkan Indah sudah bergeser sedikit menjauh. Ada tempat kosong yang disiapkan Rega.

Buruan Tembak Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang