SELAMAT MEMBACA ....
**********
Sinar matahari pagi terpantul mengenai kaca mata hitam yang bertengger pada hidung mangir itu. Senyum manisnya tak pernah surut. Sesekali gadis itu menyampirkan jilbabnya yang melambai pada bahu. Ada beberapa orang yang ia sapa saat bertemu. Tentu, orang-orang itu sudah tahu betul siapa yang akan dikunjunginya.
"Pagi Biru," sapa seseorang yang berdiri di pos jaga. Matanya tak pernah putus menatap Biru sejak gadis itu memarkirkan mobilnya di parkiran kantor yang didominasi tembok berwarna krem dan coklat itu.
"Pagi Bang."
"Langit di ruangan tembak," ucap seorang lagi yang membuyarkan tatapan syarat makna sahabatnya tadi.
Biru mengangguk. "Makasih Bang." Gadis itu melangkah anggun dengan sekotak buah potong untuk orang terkasihnya.
"Sabar bro. Dia sudah ada yang punya," lirihnya menepuk bahu sang patah hati.
Tidak terasa sudah tiga bulan berlalu dari hari penangkapan Mahesabrata dan Adi. Mereka pun sedang menunggu keputusan pengadilan. Biru si gadis berponi itu tak ingin melihat ke belakang lagi. Mesti tak ingin melihat wajah kedua tahanan polisi itu, Biru sudah memberikan maafnya. Rasa benci hanya akan membuat dada manusia sesak. Jika sudah begitu, obatnya hanya ikhlas.
Biru melirik-lirik awas mencari ruang tempat Langit berlatih tembak. Meski sering mengunjungi Langit di kantor, Biru belum pernah memasuki ruangan tempat Langit berada saat ini. Memang sedikit agak jauh. Tapi semangat Biru untuk bertemu sang penjaga hati seakan memangkas jarak yang membuat kakinya kelelahan.
"Nyesel gue pake sepatu ini," gerutunya pada highheel tujuh senti itu.
Saat ini Biru sudah berdiri di depan sebuah pintu. Tak ingin mengejutkan semua orang di dalam sana, Biru memilih menatap punggung kekasihnya dari balik kaca pintu itu. "Hei kamu, ia kamu yang bentar lagi jadi imam aku," gumam Biru dengan tatapan memujanya. "Aku datang buat jawab pertanyaan kamu," lirih Biru semakin menajamkan pandangannya pada Langit yang belum tahu kedatangannya. Ah entahlah ... ungkapan apa yang bisa mewakilkan perasaan Biru saat ini. Bermalam-malam bahkan berminggu-minggu ia habiskan untuk merenung, mencari dan mengais-ngais ke dalam hati yang paling ceruk untuk sebuah jawaban. Rasanya cukup melihat kesungguhan Langit memperjuangkan cintanya hingga pada saat ini Biru sadar sendiri, dirinya terlalu lama mengulur waktu. Pria gagah itu terlalu mahal untuk diabaikan. Juga terlalu manis untuk didiamkan.
Biru tersenyum sendiri. Tangannya yang tidak memegang kotak buah meraba kaca pintu yang menjadi batas dirinya dan Langit berdiri saat ini. Tidak terhitung hari. Sudah tahunan ia menikmati perjuangan Langit untuk sebuah jawaban kepastian. Mengalah dan terus mengejar tak membuat niat Langit hilang saat Biru meminta untuk menunggu sedikit lagi. Hari ini, Biru ingin memeluk pria itu dalam ikatan yang semakin erat. Menjawab apa yang selalu ditanyakan dan mengunci apa yang selama ini masih terbuka. Ini waktunya untuk bersatu.
"Biru, ngapain di sini? Masuk aja," ucap Alex yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Biru.
"Emang boleh Bang?"
"Apa sih yang gak buat lo," Alex membukakan pintu dan berlalu meninggalkan Biru. Biru tersenyum. Matanya kembali beralih pada Langit di tengah arena itu. Tapi kakinya seakan membatu di tempat. Ada seseorang yang menyapa ramah Langit di sana. Pelan-pelan Biru memundurkan langkahnya. Orang itu sangat tahu kedatangan Biru. Dari lirikan matanya ia sengaja ingin membuat hari ini terjadi perang.
Biru menggeram. Bagaimana bisa orang ini hadir kembali setelah bertahun-tahun mereka tak bertemu. Dan lucunya, orang itu masih tak memiliki harga mahal saat mendekati pria yang ia tahu sudah memiliki kekasih bahkan calon istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buruan Tembak Gue!
Любовные романыCinta itu tak pernah bergeser sedikit pun sejak ia menatap mata sayu gadis itu. Baraka Langit, berjanji akan menaklukkan calon tunangannya sendiri tanpa membawa label di jodohkan. Dan gadis bermata indah itu adalah Biru Pramana. Penakluk sang kapten...