"Bi, kita di sini ..." Fera melambaikan tangannya. Dia sudah berdiri di samping salah satu bus yang berjejer di depan sekolah. Usai menerima hasil ujian, kelas IPA 1 sepakat untuk bermain-main di salah satu tempat wisata di Lembang Bandung Barat, Dago Dream Park.
"Kok cemberut gitu? Nilai..." tanya Fera terputus. Kedipan mata Indah seolah kode keras untuk segera diam.
"Oh ya udah kalo gitu. Kita naik yuk. Ini bus kita," ajak Fera menyambar tangan Biru yang masih terlihat sedih.
"Elka mana?" tanya Biru saat tidak menjumpai Elka di bangkunya.
"Ke toilet," jawab Indah sambil menduduki bangkunya di depan bangku Biru. Disusul Fera yang duduk di samping Indah. Walau selalu diomeli Indah, Fera tak akan pernah berkhianat. Dimanapun Indah dan apa pun itu acaranya, Fera akan selalu mendampingi.
"Aduh gue gak sabar deh mau main Sky Bike nya," seloroh Fera.
"Emang lo berani? Ntar mata lo kunang-kunang lagi," ucap Indah sedikit perih. Karena seingatnya, Fera sangat takut ketinggian.
"Berani lah. Gue udah minum obat penambah darah. Jadi tenang aja. Gue gak akan takut lagi kunang-kunang."
"Kalo lo gimana Bi, takut gak sama ketinggian?" Fera memutar kepalanya ke belakang.
"Yah, belum juga berangkat. Sudah tidur aja," lirih Fera kembali ke posisinya semula.
Biru bersandar pada kaca jendela di sampingnya. Matanya tak sanggup lagi menahan kantuk. Separuh energinya sudah terbuang percuma saat berteriak di belakang toilet. Dan itu membuatnya lelah.
"Biru mana sih?" Elka menaiki bus mencari bangku kosong di sebelah Biru.
"Ka..." Langit menarik ransel Elka dari belakang hingga kaki Elka terpaksa mundur beberapa langkah.
"Kenapa lo?" ketus Elka karena sedikit sebal ranselnya ditarik.
"Tukeran tempat duduk ya," bisik Langit. Elka membulatkan matanya lalu menatap Biru yang masih terlelap di bangkunya. Dan kembali menatap Langit.
"Please!!!" pinta Langit sedikit memohon.
"Ehhhm ..." Elka berdehem pelan. Gadis tomboy itu mulai mengerti sesuatu.
"Awas lo nyakitin sahabat gue!" ancam Elka yang seolah tahu maksud Langit bertukar tempat duduk.
Langit maju dua langkah dari tempat Elka berdiri. Lalu sedikit menoleh ke arah Elka, "Gue bukan mau nyakitin Biru. Gue mau nikahin Biru!" Langit mengedipkan sebelah matanya.
"Hah, Daebak!" Elka ternganga seakan tak mengenali Langit yang pendiam seperti dulu lagi.
Langit sudah duduk di bangku Elka yang seharusnya. Begitu juga Elka yang duduk di bangku Langit tepat di belakang bangku sopir.
"Ngapain sih Elka duduk di depan. Mau jadi kondektur dia?" Fera mengoceh saat mendapatkan lambaian tangan dari Elka.
"Lo gak liat siapa yang duduk di samping Biru?" ucap Indah datar sambil membaca komik kesayangannya. Fera menoleh ke belakang mencari jawaban yang membuat mulutnya terbuka lebar. "Haaaa?"
Sementara di bangku belakang, suasana begitu hening. Ya, setidaknya hanya untuk Biru. Saat ini telinga Biru terpasang earphone milik Langit. Langit memakaikannya saat terdengar suara nyanyian Rega yang diiringi suara sumbang teman-temannya yang lain. Beberapa kali Langit meminta agar jangan bersorak menyebut namanya dan Biru, namun keriuhan kelas itu tak bisa dibendung lagi. Mereka terlalu bahagia menyaksikan Langit dan Biru duduk bersama.
"Lang ...," Rega menepuk bahunya lalu menunjuk Biru dengan dagunya. Itu kode dari Ketua OSIS agar Langit menaruh kepala Biru pada bahunya.
Langit menggeleng. Khawatir itu akan membangunkan gadisnya. Tapi siapa yang menduga tak berselang lama, seolah Biru memahami keinginan Rega, gadis itu bergerak dan menyandarkan kepala pada bahu bidang di sampingnya. "Yes!" sahut Rega dari tempat duduknya. Sedangkan Langit seketika terpaku tak bergerak sedikitpun. Hanya bola matanya yang melirik Biru yang terpejam. "Capek banget ya?" lirih Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buruan Tembak Gue!
RomanceCinta itu tak pernah bergeser sedikit pun sejak ia menatap mata sayu gadis itu. Baraka Langit, berjanji akan menaklukkan calon tunangannya sendiri tanpa membawa label di jodohkan. Dan gadis bermata indah itu adalah Biru Pramana. Penakluk sang kapten...