HAI SEMUANYA...SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW CERITA INI LALU VOTE, KOMEN DAN SHARE SEBANYAK-BANYAKNYA AGAR PENULIS SEMAKIN SEMANGAT LAGI BERKARYA...
KUNJUNGI JUGA INSTAGRAM PENULIS @dia.purnama.9 KARENA SETIAP APRESIASI DARI KALIAN AKAN SANGAT BERARTI BAGI PENULIS. TERIMA KASIH...
**********
Suara roda brankar rumah sakit menggaung memasuki ruang UGD rumah sakit terdekat dari vila. Gadis itu terkulai lemah tak sadarkan diri. Pergelangan tangan yang terbungkus sementara oleh sapu tangan itu masih tampak mengeluarkan darah. Dia sudah menang. Bertarung melawan kebuasan Adibrata sekuat yang ia bisa. Hanya saja jalan yang ia pilih terlalu berbahaya. Tapi ia tak peduli. Demi janji pada seseorang, ia rela meletakkan nyawanya pada ujung pisau sekalipun.
Di kursi ruang tunggu itu, Langit sudah menunggu dengan perasaan yang tak menentu. Tak pernah ia bayangkan, kepulangannya dari pendidikan akan disambut oleh kejadian mengerikan ini. Gadis itu adalah nyawanya. Demi dia, Langit rela bersusah payah mengikuti pendidikan polisinya. Tapi apa yang ia temui? Ceceran darah dan tubuh Biru yang penuh lebam karena benturan saat terjatuh dari tangga. Bahkan baju gadis kesayangannya yang sudah terbuka sebagian di bagian atas membuat pemuda itu berpikir akankah gadisnya sudah tersentuh orang lain? Langit tertunduk menangis sejadi-jadinya. "Maafin aku Bi ..."
"Langit!" teriakan Lisa memasuki pintu ruang UGD rumah sakit.
"Tante," lirihnya lemah. Pemuda itu berdiri menghampiri Lisa yang tampak masih mencari-cari keberadaan dirinya dan Biru.
"Langit, di mana Biru? Apa yang terjadi dengannya?" Lisa berteriak seolah belum akan puas sebelum tunangan keponakannya itu menjelaskan semuanya. Pandangan Langit kosong. Berkali-kali tubuhnya diguncang oleh Lisa namun ia hanya terpaku. Dapat dibaca dari mata itu, Biru tidak baik-baik saja. Hingga beberapa saat kemudian, Langit tersungkur di hadapan Lisa. Menundukkan kepalanya dengan air mata yang semakin deras.
"Maafin aku Tante. Aku terlambat." Heru dan Ayunda menatap iba putra kebanggaannya itu. Mereka tahu persis perjuangan Langit menuju vila.
Sore itu Langit dengan riangnya tiba di Bandara Jakarta bersama Heru dan Ayunda yang mendampinginya saat pelantikan di Semarang. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan sang pujaan hati. Biru sudah berjanji akan menyambutnya di Bandara Jakarta, itu sudah cukup bagi Langit. Tak mengapa Biru tidak bisa hadir menyaksikan hari pelantikannya. Pemuda itu bisa memahami alasannya. Yang terpenting ia akan segera bertemu dengan gadis yang selalu menambah semangatnya kala lelah. Mengusik tidurnya kala rindu itu menggunung. Dan menggodanya dengan suara manja setiap kali melakukan panggilan video.
"Sabarlah. Setelah ini langsung bawa dia ke KUA," goda Heru yang mencuri pandang pada ponsel Langit.
"Siap Komandan," ucap Langit senang seakan memang itulah yang akan ia lakukan setelah bertemu dengan Biru nanti. Tapi gemuruh tiba-tiba datang menghampirinya. Pemuda itu sudah puluhan kali menghubungi nomor Biru. Tapi tidak ada sahutan. Entah sudah berapa pesan terkirim tapi tak satu pun dibaca. Langit gusar. Apa ada yang salah dengan gadis itu? Pikirnya mulai tak tenang.
"Pa, Biru gak bisa dihubungi," Langit mengadu pada Heru.
"Coba telepon oma," saran Heru yang paham kekhawatiran di wajah anaknya.
Langit mengangguk lalu menghubungi oma. Betapa terkejutnya Langit setelah mendengar penjelasan oma. Bahkan oma pun sekarang ikut khawatir.
"Pa, cepat Pa. Kita harus cepat!" pekik Langit yang sudah lepas kendali.
"Ada apa?" kali ini Ayunda yang bertanya.
"Biru dihubungi oleh nomor tak dikenal memintanya untuk pergi ke vila. Dan Biru nyangka itu Langit Ma." Langit sudah berjalan bolak-balik tak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buruan Tembak Gue!
RomantizmCinta itu tak pernah bergeser sedikit pun sejak ia menatap mata sayu gadis itu. Baraka Langit, berjanji akan menaklukkan calon tunangannya sendiri tanpa membawa label di jodohkan. Dan gadis bermata indah itu adalah Biru Pramana. Penakluk sang kapten...