Si Bahu Tegap

110 11 25
                                    

Selamat membaca....

Sore itu Jakarta dirundung hujan deras. Langit pun sedari siang sudah menggelap dengan mega hitamnya. Sesekali suara petir bergemuruh di angkasa kota. Sedang manusianya sudah berlari-lari kecil mencari tempat berteduh.

Di pintu sebuah kafe berdinding cokelat muda dengan tiang-tiang beton berwarna cokelat tua pemuda itu berdiri. Menatap tulisan besar di atas pintu kafe dengan senyum tersimpul di sudut bibirnya. "Bukankah ini kafe anak muda? Selera papa benar-benar jenaka," lirihnya sambil berlalu memasuki istana makanan berbahan cokelat itu. Semua makanan dan minuman di kafe itu berbahan dasar cokelat. Dengan interior khas anak muda, tentu pengunjung kafe itu didominasi oleh kawula muda. "Cafe Cokelat".

Seorang pemuda berkulit putih dengan ketampanan tak terbantahkan itu baru saja tiba mendatangi Jakarta. Niat hati ingin bertemu papanya yang memang bekerja di Jakarta. Tapi jika memungkinkan, ia ingin sedikit berjalan-jalan mengelilingi Jakarta untuk sekedar mengisi waktu akhir pekannya. Dengan celana jeans biru dan salah satu jaket koleksinya, ia tampil senyaman mungkin. Ditambah topi putih yang sedikit menyembunyikan mata abu-abunya, pemuda itu berhasil mengalihkan pandangan para gadis yang melihatnya. Untuk hari minggu ini saja ia meninggalkan kota Bandung. Kota kelahirannya.

Kring ... baru dirinya akan menarik sebuah kursi untuk diduduki, ponsel di saku celananya berdering.

"Papa?" lirihnya sambil tersenyum. Sudah sebulan lebih ia tak melihat wajah orang yang menghubunginya itu.

"Ia Pa," ucapnya setelah mengangkat panggilan telepon itu dengan tak sabar.

"Hai Boy kamu sudah tiba di Jakarta?"

"Ia baru saja Pa." Sedikit heran. Suara di seberang sana terdengar begitu rusuh.

"Cepat kamu putar balik ke Bandung lagi. Ini darurat Boy!"

"Darurat apa Pa? Bukannya kita sudah janjian akan bertemu," tanyanya lagi.

"Come on Boy. Papa akan melakukan penyergapan bandar besar narkoba. Tidak tahu akan selesai kapan. Sebaiknya kamu segera pulang. Dan gunakan bus agar tidak ada yang mengikutimu dengan mudah. Papa tidak mau kamu diganggu oleh mereka."

"Oke. Aku akan pulang. Jaga diri Papa." Pemuda itu segera menutup teleponnya. Situasi seperti ini sedari kecil sering kali ia temui sebagai anak anggota POLRI. Dulu ia sulit mengerti kehidupannya yang berbeda dari teman-temannya. Selalu saja dikawal anggota polisi yang berseragam lengkap dan bersembunyi setiap kali papanya melakukan penyergapan. Hati dan pikirannya belum bisa menerima kala itu . Namun seiring waktu, ia mulai terbiasa. Menjadi keluarga anggota POLRI tidak senyaman yang orang luar bayangkan.

Pemuda itu menyimpan ponselnya kembali. Senyumnya pahit saat mengingat sosok mamanya yang tidak kuat dengan kondisi-kondisi tak terduga seperti ini hingga memilih untuk berpisah.

"Tidak sembarang wanita yang mampu menemani pria seperti papa," gumamnya.

**********

"Halo Bi, ia aku udah keluar dari toko buku. Ini mampir sebentar di kafe seberangnya. Aku lagi pengen minum cokelat." Seorang gadis berusia sebaya dengannya, berjalan terburu-buru hingga menabrak keras bahu pemuda tadi. Pemuda itu sedang berdiri di depan pintu kafe sambil menunggu taksi pesanannya. Tabrakan bahu tadi memalingkan wajahnya pada sang gadis yang sedang mengaduh kesakitan.

"Aduh, maaf Kak. Aku gak sengaja," sambil mengusap-usap bahu dan sedikit menunduk tanpa melihat orang yang ditabraknya. Lalu kembali menyambung percakapannya disambungan telepon tadi. "Tapi aku baru nyampe Bi. Masa langsung pulang?"

Cantik. Pemuda itu terpana. Matanya menilai setiap garis wajah gadis itu yang nyaris mendekati sempurna. Rambut kuncir kuda, matanya, garis hidungnya, lekuk rahang yang halus dan bingkai bibir yang merona semua membius perhatiannya hingga tak berkedip. Sesekali gadis itu cemberut, seperti sedang protes dengan orang yang sedang meneleponnya. Sungguh manis, meskipun wajahnya tak terlihat senyum. Pemuda itu menggeleng. Menyadarkan kembali kediamannya yang memuja sang gadis. Eits, tunggu dulu! Tiba-tiba tatapan pemuda itu terkunci pada jaket berbahan jeans yang dikenakan gadis manis itu.

Buruan Tembak Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang