Siang itu di sebuah ruangan cukup besar tempat favorit para kutu buku atau siswa yang mencari referensi tugas-tugasnya, suasana tampak hening khas perpustakaan. Terlihat Indah berjalan bolak-balik di depan rak buku mencari sesuatu. Ia mendengus kesal. Buka roman yang ia cari tak ada di sana. Indah frustrasi. Hufff ... menghembuskan nafasnya hingga poni pendeknya terangkat.
"Kenapa Ndah?" tanya Biru yang duduk tidak jauh dari tempat Indah berdiri.
"Gue lagi cari buku judul ini. Pengen banget." Indah menunjukkan ponselnya yang menampilkan judul buku yang ia cari. "Tapi gak ketemu. Kata penjaga perpus bukunya lagi dipinjam anak IPS 4 karena bukunya gak banyak," tambah Indah sedikit kecewa.
"Ya udah tunggu aja bukunya dikembalikan," jawab Biru malas.
"Jangan dong. Kelamaan," rengek Indah.
"Terus mau lo?" Biru mencondongkan badannya pada Indah yang baru duduk di sampingnya.
"Temenin gue yuk tanyain buku itu ke kelas IPS 4," Indah memelas menggoyang-goyangkan badan Biru. Dia tahu Biru tidak akan menolak keinginannya.
"Emang penting banget? Perasaan kita gak ada tugas bikin sinopsis deh?" tanya Biru.
"Najis! Gue bukan kayak lo ya yang hobi bikin sinopsis. Gue cuma suka aja," jelas Indah yang memang hanya menyukai novel saat membaca isinya. Jika kebagian membuat sinopsis, Indah angkat tangan.
"Baiklah. Tapi jangan lama ya, tugas gue masih banyak," gadis itu segera merapikan beberapa buku yang sempat ia baca tadi lalu menaruh pada tempatnya kembali. "Yuk cabut," ajak Biru.
"Ini nih gue malas keluar perpus. Panas!" Indah mengibas-ngibaskan tangannya. Mengangkat sedikit rambut bagian belakang sekedar memberi angin pada lehernya yang gerah. "Bi...lo dengar gak gue bilang apa?" Indah sedikit kesal. Biru sibuk dengan ponsel di tangannya. Walau beberapa kali dia berdehem, Biru tetap diam.
Indah melirik ponsel Biru dengan ekor matanya. "Masih banyak yang chat lo?"
"Gak pacaran aja begini. Apa lagi pacaran sama dia?" Biru mencebik menampakkan isi ponselnya. Indah menggeleng tak percaya, "Dasar penggemar gak jelas!"
Dua gadis berambut panjang itu berjalan menuju kelas IPS 4. Melewati lorong kelas yang sepi karena memang pelajaran sedang berlangsung. Berbeda dengan kelas IPA 1, pak Haris tidak masuk kelas hari ini karena mengikuti seminar di luar kota.
"Bi ...," Indah menyorot sosok tegap yang berjalan ke arah mereka. Tatapan laki-laki itu lurus. Tak peduli kiri dan kanannya. Tangannya terlihat menenteng sebotol minuman dingin. Dahi dan lengannya basah oleh keringat. Wajah putihnya pun memerah. Mungkin dia gerah dan kehausan. Di saat tidak ada guru yang masuk, dia memilih menjemur tubuhnya di tengah lapangan basket. Tak perlu banyak kawan. Baginya sebuah bola bundar dan ring yang kokoh itu sudah cukup.
"Langit!" Mata Biru memusat pada orang yang Indah maksud. Cowok itu kembali pada dirinya yang dulu. Diam. Tak peduli gadis-gadis di dekatnya selalu mengumbar senyum penuh damba. Percuma! Langit tak melihat itu. Biru mendengus. Diamnya sudah begitu lama. Bahkan menyapa sebagai teman pun tak ada. Sakit? Sungguh sakit. Lebih baik diteriaki dari pada hanya dianggap angin.
"Aw ...," Biru mengaduh. Kakinya tersandung sebuah anak tangga yang luput dari matanya.
"Lo gak apa-apa Bi?" tangan Indah meraih bahu Biru yang hampir tersungkur. Biru tak menjawab. Matanya masih saja tertarik melihat Langit yang berjalan begitu saja melewatinya. Begini rasanya diabaikan! Bahkan Langit tak menoleh sedikit pun saat Biru mengaduh sakit. Dia berlalu hanya meninggalkan aroma parfum yang sudah menjadi kerinduan Biru. Dia juga sudah tak peduli dengan rambut yang dikuncir Biru. Bukankah dia pernah katakan, 'Lo harus selalu terlihat cantik' sambil menarik karet rambut Biru waktu itu. Hufff ... aku kehilangan disaat kamu memutuskan untuk berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buruan Tembak Gue!
RomansaCinta itu tak pernah bergeser sedikit pun sejak ia menatap mata sayu gadis itu. Baraka Langit, berjanji akan menaklukkan calon tunangannya sendiri tanpa membawa label di jodohkan. Dan gadis bermata indah itu adalah Biru Pramana. Penakluk sang kapten...