Biru Rapuh

28 5 21
                                        

Seminggu sudah Biru menghindari Langit. Dan itu benar-benar mengosongkan hatinya. Terasa hampa dan seakan tak bertujuan. Setiap kali Langit mendekat, Biru selalu ada cara bergerak jauh agar tidak menatap wajah tampan itu. Mata Langit sungguh indah hingga Biru tidak akan sanggup bertahan jika cowok itu menariknya dan menanyakan alasan menjauhinya. Aku akan runtuh Lang. Dan aku akan mengingkari janjiku kepada papa. Dan Biru sungguh rapuh.

Dimalam ini, di tengah kehampaan hatinya gadis itu menghela nafas dalam. Mencari kelegaan saat ia membuangnya dengan kasar. "Biru kangen Ma!" lirihnya mengenang Lestari yang selalu setia menemaninya belajar kala itu.

"Kamu harus percaya diri dong sayang. Walaupun sekarang kamu di kelas unggul, mama percaya kamu pasti bisa mempertahankan juara kelas itu," semangat Lestari pada putrinya.

Biru tertunduk di meja belajar itu. Saat ini semangatnya sedang menguap habis tak bersisa. Entah bagaimana nasib ujian semester pertamanya besok. Buku yang sedari tadi dibolak-balik pun rasanya percuma. Pandangannya hampa sedang pikirannya entah ke mana.

Dia rapuh ketika tak seorang pun yang melihat. Wajah ceria dan senyum yang di baginya seolah tirai yang menyamarkan raut-raut kesedihan. Biru, dia hanya ingin seperti awan yang cerah. Jika harus ada mendung dan turun hujan, setidaknya itu hanya rintikan air yang menenangkan.

**********

"Gimana belajarnya tadi malam?" Fera menyapa Biru yang baru saja tiba di depan kelas. Biru bersandar pada kursi kebesarannya dengan wajah pasrah. "Entahlah. Liat aja nanti."

"Waduh pasang badan banget," ucap Elka yang baru saja datang.

"Emang lo belajar tadi malam?" tanya Fera balik.

"Ngapain gue belajar. Kan ada kalian. Hari ini gue minta tolong dengan sangat, jangan ada yang berpura-pura tuli kalo gue suit suit..." Elka berkacak pinggang menatap Biru dan Fera yang terperangah di depannya.

"Eh kalo minta tolong itu jangan sombong. Gak perlu pake ngancam!" Tiba-tiba Indah datang dari arah belakang Elka berdiri. Menurunkan tangan Elka yang masih dengan gayanya berkacak pinggang.

"Eh Nona kita baru nyampe. Pasti lo sudah belajar dengan sangat baik, kan? Terbukti dari mata lo pagi ini makin sipit," seloroh Elka.

"Ini bukan karena belajar tadi malam. Tapi karena gue kebanyakan tidur. Gue ngantuk banget sampai ketiduran dari magrib. Pas gue bangun sudah jam tujuh pagi." Indah dengan santainya duduk lalu merapikan rambutnya yang terlihat kusut. Sepertinya anak itu terburu-buru berangkat ke sekolah dan melupakan menyisir rambutnya.

"Terus modal lo apa hari ini?" Biru membalikkan badannya ke arah meja Indah di belakangnya.

Indah tampak meraba-raba isi tasnya. Dengan senyum yang siap membawa ke tiga sahabatnya masuk jurang bersama-sama, Indah mengeluarkan sebuah buku. "Iniiiii ... " Buku catatan yang sudah digaris warna-warni penanda pada poin-poin penting.

"Indah," lirih ketiga gadis polos di hadapannya.

"Lo mau nyontek?" bisik Fera.

"Gue bukan hanya mau nyontek, tapi gue mau ajarin kalian nyontek hahaha ..." Suara yang awalnya berbisik, berakhir dengan tawa yang meresahkan teman sekelasnya yang lain.

Biru terkesiap. Tak percaya dengan kekonyolan Indah. "Oh Tuhan, haruskah aku sang juara kelas belajar nyontek mulai hari ini?"

"Indah, itu gak baik. Kalo ketahuan gimana? Kalian kenapa sih hari ini pada eror semua. Gue mati-matian belajar Biologi untuk hari ini. Biar apa, biar kita sukses sama-sama. Ternyata lagi putus kabel semua!" Fera menundukkan kepalanya menyesalkan kesialannya hari ini.

Buruan Tembak Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang