Tinggal beberapa bab lagi :)
Part ini disarankan untuk menyetel lagu-lagi Tulus 🙂
Happy Reading (⌒o⌒)
"Caranya tersenyum adalah caranya menunjukkan kesedihan."- Arzio Bab 48 -
Akan datang sebuah masa dimana kita pernah merasa jatuh sejatuh-jatuhnya, terbang setinggi-tingginya melupakan segala duka dan lara.
Benar kata pepatah, bahwasannya tak ada gading yang tak retak. Tidak ada hal yang sempurna di dunia ini.
Seseorang yang terlihat paling dewasa, berpendirian teguh, suka tersenyum, dan sangat pengertian pun tidak luput dari ketidak sempurnaan.
Caranya tersenyum adalah cara dia menunjukkan kesedihan yang tak bisa disampaikan. Namun sayang, tidak ada satupun orang yang memahaminya.
Kalau boleh jujur Arzio memiliki alasan lain yang membuat dia kekeh ingin latihan walaupun keadaannya masih belum stabil.
Setiap malam Arzio selalu mendengar suara tangis sang Mama di dalam kamarnya. Sejak kepulangannya ke rumah suasana berubah semakin muram, dan sepi.
Tidak ada suasana ramai seperti tiga tahun lalu, tidak ada sahutan teriakan riang tanda kebahagiaan. Meskipun Delina berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya, Arzio masih dapat denga jelas melihat guratan sedih di wajah sang Mama.
Semakin hari, rasa sakit yang bertubi-tubi itu semakin sering hadir. Pagi, siang, sore, hingga malam pun Arzio tatkala merasakan nyeri dan sesak. Untuk sekadar tidur pun rasanya sulit.
Mengingat tadi malam Arzio berhasil tidur sekitar jam lima setelah solat subuh. Semalaman cowok itu mendekap menahan sakit yang mendera, berusaha menahan rintihan karena takut menganggu kenyenyakan tidur keluarganya.
Seluruh jiwa dan raganya secara perlahan mulai merasakan lelah, hilang harapan, dan kata berjuang sudah tidak lagi memiliki makna di kamus kehidupannya. Semua perlahan mulai hancur.
Di bawah pepohonan rindang di sebuah taman, Arzio duduk di bangku putih panjang, meletakkan gitar bebalut softcase-nya di sebelah. Cowok itu termenung menatap para pengunjung yang berlalu lalang dengan tatapan kosong.
Tidak jauh dari pandangannya dia mendapati sebuah keluarga harmonis dengan dua anak laki-laki yang tengah tertawa lepas sambil berlari ke sana kemari. Sang Ibu tampak bahagia melihat kedua putranya, sementara sang ayah menjadi fotografer handal. Memotret setiap momen yang nanti akan diabadikan di dalam album.
Arzio tersenyum tipis, melihat hal itu membuatnya merindukan kenangan masa kecil. Sungguh rasanya sudah lama sekali.
"Ma lihat deh! Abang itu duduk sendirian sambil liat ke arah kita," teriak bocah laki-laki itu sambil menunjuk ke arah Arzio.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZIO [SELESAI]
Jugendliteratur"𝑨𝒏𝒅𝒂𝒊 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒕𝒖𝒂𝒔𝒊 𝒊𝒕𝒖." : ft. Jeno Bercerita tentang Arzio dan waktu yang selalu menempatkan dia di posisi yang salah. Menyisakan penyesalan yang tidak berujung ta...