"𝑨𝒏𝒅𝒂𝒊 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒕𝒖𝒂𝒔𝒊 𝒊𝒕𝒖."
: ft. Jeno
Bercerita tentang Arzio dan waktu yang selalu menempatkan dia di posisi yang salah. Menyisakan penyesalan yang tidak berujung ta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sedang berada di fase menyesal tapi tidak tahu apa yang harus disesali."
- Arzio bab 29 -
Sudah seminggu berlalu. Sejak Deza membantu Arzio, dia sama sekali tidak bertemu atau lebih tepatnya menghindari segala macam bentuk pertemuan dengan sang Kakak. Bahkan demi menghindari semua itu, Deza rela pulang lebih lambat ataupun berangkat lebih cepat. Dia tidak ingin terjebak di situasi canggung.
Di tengah keramaian kantin Deza dan Chendra duduk berdua pada meja persegi yang terletak di ujung sebelah kanan sisi kantin. Terlihat Chendra yang dengan lahap menyantap bakso. Sementara Deza sibuk dengan pikirannya yang entah berkelana kemana.
Chendra jengah karena merasa terabaikan. Dia seperti sedang makan dengan makhluk halus yang tidak jelas keberadaannya.
"Za woi!"
"Deza!!" Si pemilik nama masih diam tidak menjawab.
"DEZA!!!"
Lamunan Deza buyar saat Chendra berteriak tepat di telinganya dengan nyaring.
"Apasi?! Gue nggak budek Dra!"
"Habisnya gue panggil diem aja, mikirin apaan lagi si elah!" Chendra meneguk habis cola dalam botol. Deza tidak menjawab. Anak itu jsutru kembali melamun.
"Dih malah ngelamun lagi! WOI!!!"
Seluruh atensi murid yang berada di kantin langsung tertuju ke arah Chendra. Deza terbelalak, dan langsung celingak-celinguk melihat ke sekitar. Sungguh memalukan.
"Malu-maluin banget sumpah," celetuk Deza.
"Mili-miliin bingit simpih," ejek Chendra. Tanpa izin dia menusuk bakso dari mangkook Deza dan melahap habis.
"Daripada cuma jadi pajangan ye kan mending gue makan."
Deza hanya menghela napas melihat sikap Chendra yang kadang tudak bisa ditebak.
"Lo mikirin apa sampai-sampai betah banget natap kuah bakso?" tanya Chendra.
"Seminggu yang lalu gue bantuin dia."
Uhuk! Uhuk!
Chendra tersedak. Hampir saja bakso di dalam mulutnya tertelan. Dengan cepat dia meneguk air mineral punya Deza, sebab minuman punya dia sudah habis.
"Lo bilang apa barusan? Lo bantuin abang lo? What?! Bantuin apa? Kok bisa? Gimana ceritanya?" tanya Chendra bertubi-tubi dengan sorot tidak percaya.
"Ya ... semuanya terjadi begitu aja. Waktu itu dia selamatin gue lagi dari anak geng motor abal-abal," beritahu Deza.
"Wait! Seminggu lalu ... berarti kejadiannya tepat sehari setelah bang Arzio balik dari rumah sakit dong?"