Bab 52 - Tidak Yakin Bisa Bertahan

1.5K 122 7
                                    

Happy reading  ʕ•ε•ʔ

"Salahkah jika dia merasa tidak yakin di saat raga itu sudah semakin rapuh?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Salahkah jika dia merasa tidak yakin di saat raga itu sudah semakin rapuh?"

- Arzio bab 52 -

Hari ke hari tidak terasa sudah seminggu berlalu sejak kepergian Delina.  Acara tahlilan sudah selesai dilangsungkan sejak satu jam yang lalu. 

Acara ini dilangsungkan dengan sederhana. Tidak banyak tamu yang datang hanya ada beberapa paman dan bibi, para tetangga,  dan teman terdekat Arzio serta  Anara.  Ada juga Marvelo yang datang bersama sahabatnya dan Sonya.  Meskipun Marvelo dan Sonya berbeda keyakinan mereka kekeh ingin hadir untuk sekadar membantu. 

Sementara itu terlihat seorang pemuda duduk bersandar pada tembok dengan tatapan kosong. Wajahnya tampak sangat pucat seperti tidak memiliki semangat untuk hidup.   Sedari tadi Arzio hanya melamun entah memikirkan apa, dunianya seolah membisu dengan waktu yang berdenting  sangat lambat. 

Sampai hari ini tidak ada tanda-tanda kedatangan Deza maupun Ardanto di rumah.  Pesan yang Arzio kirim ratusan kali pun tidak kunjung mendapatkan balas kepastian. 

Dari sini Arzio paham dengan apa yang Deza rasakan tepat di hari pemakaman sang Mama.    Rasanya campur aduk antara sedih dan gelisah.  Menunggu tanpa jawaban yang pasti sama saja seperti menggantungkan harapan di antara langit mendung nan tinggi. 

Ketika semua orang tengah sibuk bersih-bersih pintu rumah diketuk begitu saja. Sontak fokus semua orang teralihkan ke arah pintu,  terkecuali Arzio. 

Chendra tersenyum semringah saat melihat orang yang berada di depan pintu.  Bocah itu lantas melambai. 
"Akhirnya datang juga!  Sini masuk!" Chendra mempersilakan masuk.

Dua orang yang berada di ambang pintu itu  melepaskan sendal untuk kemudian masuk.  Netra mereka menangkap sosok  Arzio yang tengah melamun. Hati mereka mencelos seketika.  Arzio terlihat sangat menyedihkan. Raganya seperti tidak memiliki jiwa yang bertuah di dalamnya. 

Arga dan Azril duduk berlutut di hadapan Arzio. Sebuah tepukan berhasil membuyarkan lamunan cowok itu.

"Eh? Oh kalian,  makasih udah datang," kata Arzio  dengan ramah.

"Lo berdua udah makan?" Arzio bertanya.

Ck.  Bukankah seharusnya dia menanyakan hal itu kepada dirinya sendiri?  Mengapa Arzio selalu saja mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri?

"Makan dulu aja,  ada banyak buah sama lauk di dapur. Gue ambilin sebentar."

Baru saja Arzio ingin bangkit tangannya sudah dicekal terlebih dahulu oleh Azril. Dia menggeleng kecil—menolak tawaran dari Arzio.  Secara perlahan dia menarik tangan Arzio agar cowok itu kembali duduk. 

Arga menghela napas panjang. 
"Maafin kami," katanya to the point. 

Selama seminggu ini mereka hanya ingin meminta maaf kepada Arzio. Jujur mereka merasa sangat bersalah.  Kalau saja mereka tahu akan ada sesuatu hal buruk yang terjadi,  mereka tidak akan pernah membiarkan Arzio terlelap begitu saja. Atau..., setidaknya Arga akan mengambil obat tidur itu dari jangkauan Arzio.

ARZIO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang