"𝑨𝒏𝒅𝒂𝒊 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒕𝒖𝒂𝒔𝒊 𝒊𝒕𝒖."
: ft. Jeno
Bercerita tentang Arzio dan waktu yang selalu menempatkan dia di posisi yang salah. Menyisakan penyesalan yang tidak berujung ta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ada luka di setiap jawaban yang tidak dapat tersampaikan."
- Arzio bab 14 -
Di bawah rerimbunan pohon besar yang menyejukkan suasana siang ini, terdapat dua orang pemuda yang tengah terbaring di atas rumput taman. Menatap luasnya langit yang hampir setengahnya tertutup dedaunan. Cahaya mentari menelisik pada setiap celah dahan yang tatkala membuat mata mereka menyipit secara spontan.
Chendra dan Deza. Dua orang laki-laki yang sangat hobi rebahan di bawah pohon rindang taman sekolah ketika jam istirahat. Terkadang mereka main game online bersama, karena kebetulan sekali WiFi yang terdapat di ruang komputer berdekatan dengan taman. Alhasil mereka dengan bebas mabar bersama.
Deza menutup matanya, menikmati semilir angin yang menggelitik permukaan wajah. Membiarkan pikirannya berklana jauh, membayangkan angan-angan yang tidak pernah menjadi nyata.
Keduanya sama-sama terdiam menikmati suasana siang ini. Hingga selang beberapa menit kemudian Deza bersuara membuka topik pembicaraan.
"Keluarga itu apasi, Dra?"
Chendra menoleh, dia terdiam sejenak. Otaknya berputar berusaha untuk mencari penjelasan jawaban yang pas. Jujur dia sendiri belum tahu betul makna dari sebuah keluarga.
"Keluarga itu..., ya sekumpulan orang yang bernaung di satu bangunan buat saling melengkapi. Mungkin?" jawab Chendra sedikit ragu.
"Kalau misal orang dalam bangunan itu nggak bisa saling melengkapi gimana?" Deza kembali bertanya.
Cowok itu membuka matanya lantas menoleh menatap Chendra.
Pemuda yang memiliki kulit seputih susu itu menghela napas singkat sebelum pada akhirnya menjawab, "Bangunan itu nggak akan pernah bisa berdiri kokoh."
"Kalau misal-"
"Gue nggak tau, Za. Kali ini pertanyaan lo nggak bisa gue jawab. Karena sejujurnya gue sendiri nggak tau, arti sebenarnya dari keluarga." Chendra menyela dengan cepat.
Deza terkekeh. Ah iya, Deza melupakan suatu fakta tentang Chendra yang sama-sama memiliki kondisi rumah yang tidak jauh berbeda dengannya.
Kadang mereka dibuat bahagia oleh angan-angan, lalu dengan mudahnya angan-angan itu dipatahlan oleh keluarga.
"Setidaknya lo masih punya satu orang yang sayang sama lo, Dra."
"Lo juga masih punya, Za."
"No, he's gone." Deza menimpali.
"Dia udah hilang sama semua kebahagiaan yang selama ini gue punya," sambungnya terdengar lirih.
Hatinya mencelos ketika kenangan itu kembali berputar di dalam ingatannya. Terlihat segelinang air mata di sudut pelupuk matanya. Sebisa mungkin Deza menahannya agar tidak menangis.