Bab 39 - Antara Takut dan Menyesal

1.3K 99 2
                                    

⚠️ Crime, Blood, Harsh Words ⚠️

Silakan komen / dm di wattpad apabila ada kesalahan dalam diagnosis nya ya :) Biar nanti aku revisi 🙌

Happy Reading (•ω•)

"Marah akan takdir itu wajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Marah akan takdir itu wajar. Namun, tidak dalam membenci. Kekecewaan akan takdir tidak seharusnya membuat hati kamu tertutup oleh rasa benci."

- Arzio bab 39 -

Ardanto membaringkan tubuh Arzio di atas sofa. Tadi setelah dia menyetujui permohonan Arzio, manik hitam putranya terpejam. Wajahnya semakin pucat, dan telapak tangannya yang sangat dingin. Jelas hal itu membuat Ardanto panik. Dia pun langsung membopong tubuh Arzio dan membawanya kembali ke rumah.

Deza berlari ke kamar Arzio untuk mengambil obat, sementara Delina mengambil baskom dan kain bersih untuk membersihkan bercak darah di wajah Arzio.

"Ini kenapa sebenarnya? Apa yang terjadi? Kenapa Arzio bisa mimisan?" tanya Ardanto panik.

Tidak ada yang menjawab. Semua orang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Deza dibantu oleh Delina menenggakkan obat ke dalam mulut lengkap dnegan air minum secara perlahan.

"Kalian kenapa tidak ada yang menjawab pertanyaan saya!" bentak Ardanto.

"Pa, ini bukan waktunya untuk marah! Tunggu sebentar sampai Abang sadar bisa?" protes Deza memperingati.

Delina duduk bersimpuh menatap nanar wajah pucat Arzio. Perempuan dengan rambut sebahu itu menangis sambil membersihkan wajah putranya. Tangannya gemetaran.

Deza mengambil alih kain itu dari tangan Delina.
"Biar Deza aja, Mama tenangin pikiran dulu."

"Abang kamu nggak akan kenapa-kenapa 'kan?" tanya Delina suaranya terdengar sangat parau.

"Pasti."

"Tapi, tangannya dingin banget."

Delina semakin cemas. Berulang kali dia mengusap-usap punggung tangan Arzio berharap bisa sedikit menghangatkan tangan anaknya.

"Arzio sayang ... bangun ya?"

Di tengah kegaduhan itu. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu rumah mereka. Ardanto segera membukakan pintu.

"Selamat malam om, saya temannya-"

Ucapan Jermi terputus di kala Ardanto menyela ucapannya. "Kamu punya mobil?"

"Iya Om?"

"Saya bilang kamu punya mobil apa nggak?!" sentak Ardanto.

"Punya itu mobil-"

"Tolong bantu saya bawa Arzio ke rumah sakit," pinta Ardanto.

Jermi terbelalak. "Arzio kenapa Om?"

"Arzio pingsan! Saya mohon sama kamu bantu saya bawa dia ke rumah sakit." Jermi menggangguk mengiyakan permintaan Ardanto.

ARZIO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang