Polisi datang berlarian, Narayan bergerak cepat menarik Garuda dari atas tubuh Elang sementara Adjie membantu si sulung berdiri. Vanda buru-buru membalikkan badan sambil menunjukkan kartu nama. Mencoba menjelaskan kalau semua hanya kesalahan semata sembari tersenyum semanis madu. Dan untuk menghindari pemeriksaan lebih lanjut Vanda menyebutkan satu nama yang terdengar di telinga Raninda seperti 'Bapak Datu' . Setelah basa-basi busuk serta mendengar ceramah dari para polisi senior akhirnya mereka semua dilepaskan.
Di saat seperti itulah Narayan menunjukkan sisi dewasanya. Menarik Garuda, keduanya akan naik taksi online membawa pria itu menjauh guna meredakan emosinya. Sedangkan Elang serta Raninda diantar pulang ke rumah mereka oleh Panca. Adjie menawarkan diri pergi bersama Vanda. Mereka berpisah disertai kekerasan hati juga emosi yang masih menggumpal dalam diri.
Raninda agaknya terlalu lelah sebab harus melewati satu lagi hari dipenuhi drama. Hidupnya seperti berada dalam sebuah serial bergenre aksi saja. Dirinya sudah berada sepenuhnya berada dalam alam kapuk, namun samar-samar merasakan ketika tubuhnya bagai diangkat dan melayang perlahan, seakan ada mantra yang mampu memindahkan badannya. Ketika kesadarannya perlahan naik ke permukaan, dekapan hangat sesaat menyebabkan kedua netra mengerjap. Membuka.
Aroma pengharum ruangan melati memenuhi indra penciuman, membangunkan setiap sel syaraf dalam tubuhnya secara otomatis. Perlahan Raninda terduduk tegak di atas ranjang. Pantulan cahaya rembulan serta lampu dinding dari luar kamarnya merembes melalui sela-sela jendela single hung.
Butuh waktu dua menit sampai Raninda bisa menormalkan detak jatungnya yang berpacu kelewat cepat akibat memaksakan diri tersadar dari tidurnya.
"Sori kamu jadi terbangun. Padahal tidurmu tadi nyenyak banget" suara bariton Elang terdengar lirih dari kegelapan.
Setelah mata Raninda bisa beradaptasi dengan kondisi sekitar, dia bisa menyaksikan sosok Elang. Pria itu duduk menyamping di sisi kanan kasur. Kedua bahunya terkulai lemas di samping tubuh, tatapannya terasa kosong bagi Raninda. Perempuan itu bergerak di atas kasur, mendekatkan dirinya.
"Kak El sebaiknya istirahat saja dulu, kakak pasti capek banget".
Elang hanya menjawab ucapan Raninda dengan satu dengusan yang terdengar pasrah. Lengan kanan lelaki itu terulur di dalam kegelapan, seakan mencoba menggapai sesuatu. Seolah paham, Raninda menangkup tangan kanan Elang memakai satu tangan, membawanya ke dalam kehangatan sela-sela jemarinya. Lantas wanita itu merangsek maju dalam posisi duduk berlutut di atas kasur.
"Jangan memaksakan diri, kamu bukan Tuhan ataupun dewa. Kak El juga punya batasan" kata Raninda lembut.
Elang meletakkan satu tangannya yang bebas, menyentuh pipi kiri Raninda lantas membelainya perlahan. "Terima kasih, sejak dulu kamu memang obat untukku. Cuma kamu yang paling tahu bagaimana caranya membuatku lebih menjadi diri sendiri".
Kejujuran Elang menusuk jantung Raninda. Lantas dia teringat omongan Garuda tadi saat masih di Polsek. Kalau dirinya tak ada bedanya dengan lelaki itu. Dan Garuda memang benar. Jika dirinya masih saja menahan semua rahasia tentang masa lalu mereka, maka tidak ada bedanya Raninda dengan pembohong lain.
Tenggorokan Raninda yang kering menjadi semakin sakit, tercekat oleh rasa bersalah. Menggelengkan lehernya perlahan, Raninda memajukan bahu, mendongakkan kepala hingga hidung mereka hampir bersentuhan. Raninda mencoba melihat secara seksama dibalik bayang-bayang temaram isi hati Elang melalui sorot sinar mata biru kelabu indah lelaki itu.
"Sepertinya sudah saatnya aku memberitahu kakak, soal alasan aku kabur 6 tahun lalu".
Raninda bisa merasakan ketegangan melalui genggaman tangan Elang serta gestur tubuhnya. Namun hanya sesaat. Detik berikutnya ketika lelaki itu usai mengambil satu tarikan napas, otot-ototnya tampak lebih melemas. "Aku siap mendengarkan. Tapi jika kamu belum mampu aku juga nggak akan memaksamu bercerita".
"Nggak. Harus sekarang" Sahut Raninda. Terlihat dan terdengar bersikeras. "Sebelum kakak mengetahuinya dari mulut orang lain" tambahnya lirih. Membuang muka sesaat ke arah lain.
"Baiklah aku mengerti. Kemari lah" Elang mendekatkan tangannya. Menarik Raninda.
Gadis itu lantas berpindah posisi, jadi duduk menyamping, memiringkan tubuhnya agar Elang secara leluasa bisa lebih melihatnya.
Raninda membuka mulut, kemudian, ceritanya mulai mengalir keluar.
Sekali Raninda bertutur, maka akan sulit untuk mencegahnya berhenti.
Malam itu akan menjadi lebih panjang dari biasanya, bagi mereka berdua....
Words : 630.Yuhu....masih bersambung ya wkwkkwwk. Saya udah macem penulis skenario sinet aja, diputus episode nya pas lagi sayang-sayangnya 😂.
Next part dilanjut ntar ya. Atau besok. Lagi ribet banget sama dunia nyata mianata 😭😭 terima kasih atas pengertiannya.
Have a great day all..warm and regards. 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] The Beauty In The Dark : (#01. The Darkness Heart Series).
Romance(20+) [Harap follow dulu sebelum membaca ya] ⚠️: Mature contain. Obsessive. Posesive story plot. With Dark mature scene. Please be wise. #01. Rank in Ballad. #04. Rank in Profesi. #07. Rank in Suspense. 💔💔💔💔💔 Raninda, Garuda dan Elang. Tiga an...