💔 Last Chapter 💔

413 26 5
                                    

Judul lagu multimedia : Luca Alberto- Wait for Me.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi ketika Raninda menyelesaikan meeting paginya bersama karyawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi ketika Raninda menyelesaikan meeting paginya bersama karyawan. Dia sudah kembali ke ruangannya, mendengarkan Allen yang membahas agenda terbaru terkait para murid beasiswa di sekolah seni milik yayasan atas nama Alena. Setelah memberikan instruksi singkat Allen segera meninggalkannya untuk kembali ke ruangannya. Raninda mencoba fokus pada pekerjaannya namun sulit. Rapat dewan direksi di Saksakala Group sudah berlangsung sejak pukul setengah sepuluh pagi, agendanya tentu saja pengalih kekuasaan dari Gervalt dan Garuda ke entah siapa, Raninda masih belum terlalu tahu. Dia kabur begitu saja kan semalam, plus sepertinya kedua lelaki itu memang tidak berniat memberitahu rencana mereka kepadanya dengan dalil demi melindunginya. Selalu saja seperti itu sejak dulu.

Tangan Raninda meraih tas, mencari diska lepas karena harus memindahkan beberapa data, namun keberadaan benda tersebut membuat perhatiannya teralihkan. Kunci warisan mendiang Alena. Mendesah pendek, Raninda meraihnya sambil memicingkan mata masih tak memahami apa kegunaan alat bantu tangan tersebut.

"Ini tidak mungkin cuma aksesoris semata kan?" Katanya kepada diri sendiri.

Sesuatu melintas dibenaknya. Raninda melepaskan kalung rantai emas putih dengan hiasan inisial nama yang suka ia kenakan setiap kali harus pergi bekerja atau ke suatu tempat, kemudian menjadikan satu kunci tersebut sebagai bandul.

"Nah kalau begini kamu nggak bakal hilang" celetuk Raninda. Memasang lagi kalungnya ke sekeliling lehernya seorang diri.

Kemudian dia beranjak dari atas meja, mengedarkan pandang ke sekitar. Kalau membicarakan warisan, semua yang ada di tempat itu merupakan peninggalan Alena termasuk seluruh karya seni di dalamnya.

"Tunggu dulu, karya seni?".

Dahi Raninda mengerut, kedua alis coklat mudanya bergerak-gerak gelisah seiring air mukanya. Sendi leher bergerak ke kiri kana mengikuti kepala, retina menebar ke setiap jengkal ruangan secara teliti. Kegundahan bercampur rasa penasaran memenuhi hati. Dia menyadari sesuatu. Akan tetapi perhatian Raninda teralih karena telponnya berdering, itu dari mamanya.

"Sayang kamu dimana?" Suara Nirina Prasetya-Han begitu memburu, seolah diliputi kecemasan.

"Di kantor mah, ada ap....".

Pintu ruang kerja Raninda membuka dari luar secara tiba-tiba dibarengi suara ribut di kejauhan juga derap banyak langkah kaki, Kaelis masuk bersama Allen. Tampang keduanya panik serta pucat bagai tahu putih.

"Kita harus pergi dari sini. Sekarang!" Perintah Kaelis. Nadanya meninggi.

Otak Raninda masih berusaha mencerna, tapi Kaelis terlihat tak sabar. Menarik paksa lengan gadis itu lantas memerintahkan Allen agar membawa semua barang-barang bosnya dan menyuruhnya bertemu di parkiran belakang. Kaelis berjalan tergesa sambil setengah menggeret Raninda, mengabaikan semua protes yang keluar dari mulut wanita tersebut. Barulah ketika mencapai lobi bawah Raninda menyadari betapa kacaunya situasi galeri, tak hanya itu, entah sejak kapan dua agen lapangan muda BII ikut berlarian dibelakangnya, dia mengenali sosok mereka sebagai Agen Kinara dan Dirgantara.

[Completed] The Beauty In The Dark : (#01. The Darkness Heart Series).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang