AMUKAN PURWATIH 04.

110 16 0
                                    

🧚🧚🧚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚🧚🧚

    Sesampainya di rumah, benar saja Ratih membuat semua orang yang sedang berbela sungkawa ketakutan berhamburan pergi ke luar rumah.

"Nenek lihat itu!" Ucap Pupuh sambil menunjuk ke arah Ibunya.

Ratih benar-benar menjadi tontonan warga kampung.

"Duh, Gusti... Ratih anak Ibu. Yang bageur yang Sholeh. Apa yang sedang kamu lakukan?" Teriak Ibu gusar sambil mendekat dan berusaha memegang tangannya dengan sedikit logat sunda.

"Haha... Appa, Appa haha... ada gempa ya ya ya." Ucap Ratih sambil tertawa dengan ngawur ucapannya.

"Masyaallah Ratih. Yuk, kita kedalam! nanti Ibu kasih tau, kemana Appamu pergi?"

Nenek memegangi tangan Ratih dan  berucap dengan sabarnya, Hingga ia melihat dan meraba pangkal ibu jari Ratih mengeluarkan darah.

"Ya ampun, kamu pasti memaksa tanganmu agar bisa keluar dari ikatan rantai."

"Haha... Lapar lapar makan makan." Sambil garuk-garuk kepala.

"Iya sayang, kita makan di dalam yuk! cantik." Bujuk Ibu.

"Mau." Merengek tak arti tak jelas

"Kenapa kau tepis tangan ibu, Ratih. Kau mau kemana? Nak, jangan lari." Ujar Ibu pusing di buatnya.

"Oh... si Ratih itu gila, sekarang!" Ucap seorang wanita gendut tetangganya.

"Lihat itu ibu gendut, rambutnya kawas Kunti panjang acak-acakan, baju dasternya meni kucel. Tempo matanya, saya mah takut ah lihatnya!"

"Kasihan nyai Rose, dia jatuh miskin sekarang." Kata ibu bocil, karena perawakannya yang pendek.

"Lihat! Itu si Ratih makan pisang sama kulit-kulitnya, ya ampun! saya mah takut."

"Itu namanya kualat."

"Kualat bagaimana ibu gendut?"

"Eleh... ibu bocil masa gak tahu! Si Rose waktu ibunya meninggal, yaitu Nenek Sekar. Keluarga dia satupun gak ada yang datang."

"Benar begitu ibu gendut? Eleh... kalau begitu kasihan Nenek Sekar."

Itulah beberapa ucapan gunjingan tetangga yang pada berbisik diantara mereka dan didengar Deren. Melihat hal itu Deren tak tinggal diam dia berusaha membujuk kakaknya.

"Kak, ini aku. Deren adikmu, Ayo kak! kita makan di dalam. ini jamuan untuk tetangga yang berbela sungkawa. Mari kak! Jangan buat kita malu."

Deren berhasil memegang tangan kiri kakaknya, namun kakaknya malah semakin gila.

"Aduh, kakak! Mengapa kau cakar lenganku?"

Ratih berlari mengamuk menumpahkan minuman yang ada untuk tamu.

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang