PERTEMUAN & PERPISAHAN 36

73 11 0
                                    

"Apa?"

"Iya, inilah nenek Sekar Ayu. Ibu dari ibumu."

"Oh, Tuhan. Apa yang kau rencanakan di balik ini semua?" Ujar Saca mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan berhenti di bawah bibirnya sambil menatap seakan tak percaya.

"Kemarilah Saca, cucuku!"

"Nenek Sekar Ayu. oh, aku seperti mimpi."

Mereka berpelukan hanyut dalam haru, ibu Sri menghampiri Bian dan Bian mendekapnya tak kuasa menahan bahagia pertemuan ini.

"Tapi nenek bukan nenekku lagi."

Mendadak Saca berucap dan melepaskan pelukannya.

"Apa maksudmu Saca?" Bian sedikit emosi.

Nenek Sekar yang mempunyai penyakit jantung langsung memegangi dadanya

"Iya, kau bukan seorang nenek." Sanggah Saca kembali.

"Saca kau tega berbicara demikian dengan nenekmu sendiri." Ucap ibu Sri terperangah dan mendekat kearah nenek.

"Nenek, tenang! Tenanglah dahulu!"

"Kau memang bukan seorang nenek sekarang, tetapi kau adalah seorang buyut."

Bagaikan petir menggelegar semuanya di buat terkejut untuk kesekian kali. Namun, tiba-tiba Saca menangis, kesal, dan mengutuk dirinya.

"Kalau saja aku ikut bersama mereka pasti kejadiannya tak seperti sekarang ini."

"Saca, jelaskan pada kami apa yang tidak kami ketahui?"

Akhirnya Saca menjelaskan semua pertemuan terakhirnya dengan Appa dan adiknya Deren yang masih kecil. Saat Appa ingin menemui kak Ratih di Bukit Rumah Batu. Dan bayi bernama Pupuh.

                    ^_^^_^^_^

   Tiga hari setelah Nenek berbicara dengan pak Guru ia memutuskan untuk pergi dari Kampung Salam untuk mencari Ratih. Saat di terminal Garut.

"Nah, ini mobilnya. Ayo naik kita cari bangku kosong."

"Ke Jakarta Nek?" Tanya pak kondektur.

"Iya pak, ke Bekasi."

"Oh, ayo neng. Masuk!"

Setelah mendapatkan kursi mereka pun duduk dengan tenang.

"Ayo, Bekasi Cikarang mau berangkat." Teriak pak kondektur.

"Nek, aku duduk yang di sebelah kaca ya nek."

"Ya, sudah sana. Awas! Jangan mabuk ya!"

"Nek, mengapa banyak peminta-minta dan pengamen di kota?"

"Mereka berjuang untuk keluarganya di rumah, ada yang jujur ada pula yang nakal."

"Yang nakal, maksudnya?"

"Yang nakal biasanya hasil mengamen mereka gunakan untuk mabuk-mabukan atau main judi "

"Oh..., lihat Nek! Mobilnya sudah mulai berjalan."

'Selamat jalan kampung Salam semoga kelak kita dapat berjumpa lagi, Iman, Arnold, Agung dan Vita kalian teman yang baik.' pikir Pupuh sambil terus memperhatikan orang-orang diluar kaca dan pikirannya melayang jauh saat berpamitan dengan teman-temannya.

"Kenapa kau harus pergi, Pupuh? Kita baru saja merasakan jadi sahabat." Ucap Agung.

"Iya, aku juga baru mengenal dirimu. Ternyata kau asik juga anaknya."

Sedangkan Iman yang duduk di bebatuan membelakangi Pupuh hanya terdiam menyimak dengan perasaan tak menentu.

"Maafkan aku teman, sebenarnya aku juga berat berpisah dengan kalian. Aku harus menjaga Nenek kemanapun ia pergi."

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang