RENCANA 22

88 11 1
                                    

🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

TIGA BULAN KEMUDIAN.

"Aku berangkat Ratih, jaga dirimu."

"Hati-hati kang!"

"Nenek, aku pamit."

"Jagalah dirimu, Anggara."

"Pupuh, bapak berangkat. Jaga ibu dan nenekmu!"

Pupuh hanya mengangguk perlahan sambil berpegangan tangan pada neneknya. Kepergian Anggara ke kota dilepas dengan penuh haru, tetapi tidak dengan Ratih ia malah asik mengutak- atik ponsel Anggara yang ia tinggalkan untuk dirinya. Nenek yang melihat tingkahnya hanya bisa menggelengkan kepala dan bicara pada Pupuh.

"Ayo Pupuh, kau berangkat ke sekolah sana? Nanti ke siangan."

"Baik Nek, nenek sudah sembuh!"

"Ya, berkat doa kamu. Besok Nenek akan berjualan lagi."

"Kalau merasa belum sembuh benar lebih baik Nenek istirahat saja."

"Kalau kelamaan istirahatnya, kamu mau makan sama singkong bekas buat kecimpring?"Sanggah ibu.

Pupuh terdiam tertunduk dan pergi ke kamar mengambil sepatunya.

"Ibu, sepatu Pupuh hampir rusak."

"Mangkanya kalau mau sekolah gak usah pakai sepatu, nanti di sekolah baru di pakai. Biar tidak cepat rusak."

Pupuh merenung sejenak dan langsung berlari ke dapur.

"Nek, ada kantong plastik?"

"Untuk apa? Coba kau cari di sangkutan paku di luar biasa Nenek menaruh segala plastik."

"Ada Nek, terimakasih."

"Untuk apa, Pupuh?"

Pupuh tak menjawab malah ia berlari ke teras rumahnya. Ia ambil sepatunya lalu ia masukan ke kantong plastik dan menaruhnya di dalam tas.

'Anak itu.' Batin Nenek.

"Nenek, ibu, Pupuh berangkat."

^_^^_^^_^

Sementara itu Ki Dagol yang berada di padepokan ia mendengar Anggara pergi ke Jakarta ia merasa lega.

"Mudah-mudahan benar ia telah berubah. Jadi aku bisa berkonsentrasi mengurus padepokan ini." Sambil menikmati kopi panasnya Ki Dagol mengingat sepuluh tahun yang lalu.

"Ki Dagol kau mau kemana? berbahaya." Teriak Appa.

"Kalian cepat naik! Selamatkan keluargamu tuan." Timpal Ki Dagol.

Ki Dagol melompat-lompat di antara bebatuan besar. Darmo yang berada di atas tak ingin menginjak tanah yang bergejolak bergerak.

"Ayo, Darmo. Lompat! Pegang tanganku kuat-kuat".

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang