KESEDIHAN 17

84 9 0
                                    

🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

"Aduh, apaan tuh? Nenek aku takut!"

Pupuh pun segera melapazkan surat-surat pendek untuk mengusir setan atau mahluk lain yang mengganggunya. Tiba-tiba seekor careh atau musang keluar dari semak dan lari kencang saat Pupuh menyoroti dengan senternya.

"Astaghfirullah, ya ampun! Careh, musang, sumpah jantungku terasa mau copot. Aku harus cepat-cepat pulang berbahaya kalau pergi sendiri takut ada babi hutan."

                      ^_^^_^^_^

   Setelah Nenek ke dalam Anggara kembali duduk di teras rumah. Asap mengepul dari batang rokok yang dihisapnya.

"Aku harus membuang anak itu, karena ia akan jadi batu sandungan ku kelak. Aku harus mendapatkan cinta Ratih kembali, karena saingan ku sudah tak ada. Tapi, bagaimana caranya? Oh...." Sambil mengangguk-anggukan kepala lalu bicara." Aku akan manfaatkan kebencian Ratih." Gumamnya dalam hati.

Seketika itu juga Pupuh datang dan memberi salam lalu mereka masuk kerumahnya dan bercengkrama sebentar.

                    ^_^^_^^_^

   Keesokan harinya Pupuh sudah terbangun dari jam empat dini hari untuk membantu Nenek pergi ke pasar.

"Kau jaga rumah Pupuh! Belajar yang rajin agar kau tidak seperti Nenek."

"Iya, Nek" sambil mengucek matanya yang baru bangun.

"Sepagi ini Nenek sudah mendorong gerobak yang berisikan kecimpring, apa tidak sebaiknya di gendong saja Nek? agar tidak terlalu cape, kan berat jika harus menarik gerobak."

"Uyut kamu juga melakukan hal yang sama dahulu, lagian Nenek tidak sendiri. Teman-teman Nenek menunggu di bawah, kalau pakai gerobak kecimpringnya muat lebih banyak. Sudahlah! Doakan Nenek, Nenek mau berangkat dahulu. Oh, ya mana senter kamu? Nenek hampir lupa."

"Itu Nek, sudah di atas gerobak."

"Oh, iya. Nenek lupa. Nenek berangkat Pupuh."

"Ya, baiklah Nek. Hati-hati!"

Nenek pun berangkat pergi ke pasar. Pagi yang dingin itu kembali sunyi hanya terdengar jangkrik dan kumbang malam yang terdengar syahdu bersahutan.

"Bapak sama ibu sedang apa ya? Ah, sudahlah! Lebih baik aku bereskan dahulu dapur ini."

Dengan cekatan Pupuh memasak air lalu di masukan kedalam termos, memasak nasi, menyapu, dan lain sebagainya. Hingga azan subuh  berkumandang memecah kesunyian dan keheningan kampung Salam. Setelah di rasa pekerjaannya beres ia pun membuka jendela kamarnya yang masih gelap, namun sayup-sayup terdengar suara ceramah dari masjidnya ia mendengarkan dengan seksama sambil mempersiapkan buku pelajarannya untuk sekolah.

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang