TAMU 26

82 11 0
                                    

  

🤍🤍🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🤍🤍🤍

   Sementara itu Pupuh terus berlari ke atas bukit dan duduk menelungkup sambil memeluk lututnya. Meluapkan kesedihan yang teramat sakit pada Batu kesedihan.

"Ibu ... mengapa kau tega berucap demikian. Apakah benar kehadiranku tak di inginkan oleh kalian? Tuhan.... adilkah ini untuk ku." Pupuh berteriak

"Mengapa kehadiran ku hanya untuk membuat mereka susah? Aku menerima dengan ketidak sempurnaanku, tapi mengapa ibu kandungku sendiri yang telah lama aku rindukan belai kasih sayangnya. Mengapa harus seperti ini, Tuhan?" Teriak Pupuh pada batu kesedihan meluapkan kemarahannya.

"Seandainya aku bisa memilih, mengapa aku yang mesti kau hadirkan di dunia ini? Sakit rasanya harus menerima perih dan derita yang harus aku tanggung sendiri."

Sesaat terdiam dan duduk menelungkup sambil memeluk kedua lututnya dan menangis kembali. Lama terdiam dan merenungi apa yang baru saja terjadi.

"Tuhan, aku tak cukup kuat harus menerima semua ini."

Bangkit lalu berjalan gontai. Berusaha mencari jawaban yang tepat, berusaha menerima, semu ini.

      🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

  Hari semakin sore nenek yang menunggu kedatangan Pupuh di buat cemas.

"Sudahlah Nek! Nanti juga dia pulang."

"Seharusnya kau tak sekeras itu, Ratih. Dia masih anak-anak."

"Belain saja terus sampai besar kepalanya, terus besok nenek mau jualan apa? Modalnya saja tak ada."

'Kalau aku bicara yang berat pada Ratih aku takut sakit kepala kumat lagi. Aku gak ingin ia seperti dahulu, aku harus bersabar' lamun Nenek.

"Kebetulan masih ada sisa dagangan jadi itu saja yang Nenek jual."

"Terus besok kita makan apa, Nek?" Gula, beras, ikan asin, garam, bumbu dapur habis semua. Nenek kan tau! Kita di kampung semuanya serba di stok, karena warung dan pasar jauh. Dan cari uang di kampung tunggu panen, itupun susah jualnya."

"Doakan saja, semoga Nenek sehat dan Gusti Allah memberi banyak Rizki." Sambil melangkah ke dapur.

"Kalau itu sih gak usah di ajarkan, Nenek"gumam Ratih.

Nenek duduk di balai dapur sambil menatap dapur rumahnya. Tak lama kemudian Pupuh datang dari pintu dapur belakang rumah.

"Pupuh, cucu nenek."

Pupuh datang langsung memeluk Neneknya yang sedang duduk di bale dapur.

"Maafkan Pupuh, Nek. Uangnya hilang."

"Sudah, sudah! Itu namanya bukan rezeki kita. Tuh lihat! Masih ada setengah karung lagi, itu akan menjadi modal nenek besok untuk berjualan lagi."

"Pupuh takut sama ibu, Nek."

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang