HUJAN BERKAH 11.

85 10 2
                                    

   

🧚🧚🧚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚🧚🧚

     Pagi itu Nenek berusaha tegar melihat kenyataan hidup yang harus dia jalani, itu semua tampak terlihat pada rambutnya yang mulai memutih, raut wajahnya kusam, kantung matanya tebal, sedikit kurus, yang menandakan kerja keras yang tak mengenal letih. Beruntung bagi Nenek mereka terhindar dari bencana itu. Pupuh berusaha menghibur.


"Ada apa Oyen? kamu lapar ya! Nek kepala ikan Nila masih ada"

"Habis Pupuh kan Nenek timbelin buat Mamangmu."

'aduh, seharusnya aku tak menanyakan hal itu. Kasihan Nenek jadi teringat Mamang lagi.' pikir Pupuh.

"Sini Oyen, kau ku gedong saja."

"Lihat, Nek! Anak bayi ini segera tertidur saat aku gendong" ucap Pupuh saat menggendong anak kucing yang mengganggunya untuk membereskan dapur.

Saat melihat hal tersebut Nenek tersenyum, apalagi saat menina bobokan kucing. Terlihat kaki Pupuh yang kecil sebelah laksana jungkat-jungkit cara berjalannya.

'Maafkan Nenek Pupuh, Nenek terpaksa berbohong tentang kondisi kakimu. Nenek gak ingin kau sedih.'

"Nek, Nenek. Ayo... ketahuan bengong lagi."

"Oh, ya maaf. Nenek ngantuk."

"Kalau Nenek cape lebih baik Nenek istirahat, masih ada esok atau lusa untuk membuat kecimpringnya. Nenek perlu istirahat!" Dengan penekanan kata perlu.

"Pupuh Pupuh, kau seperti Dokter saja."

"Pupuh gak ingin jadi Dokter, Nek."

"Lho, ini anak aneh. Orang-orang berlomba-lomba kepingin jadi Dokter, jadi TNI, jadi orang sukses, kamu gak ingin ngobatin Nenek kalau nenek sakit?"

"Profesi Dokter memang mulia Nek, tapi ada yang lebih mulia dari itu semua."

"Waduh! Apa itu?"

"Rahasia ah, nanti gak surprise."

"Aduh, memang tahu Hartina suprise?"

"Ya, tahu dong Nek. Surprise itu kan kejutan."

"Oh ala, anak jaman sekarang pintar-pintar."

                   ^_^^_^^_^

    Pagi telah tiba. Matahari bersinar dengan indahnya. Panas cahayanya mengusir kawanan asap putih yang berlari hilang entah kemana.

"Nek, Pupuh berangkat sekolah!"

"Hey, tunggu!" Suara dari Dapur, datang menghampiri Pupuh di ruang tamu.

"Ini! Bawa serabi hanet pemberian Ki Dagol buat sarapan."

"Siapa yang bawa, Nek?"

"Santrinya, tadi datang kemari nitipin ini buat kita."

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang