CITA-CITA 07.

94 11 0
                                    

🧚🧚🧚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚🧚🧚

"Sri, kau kenapa?"

"Sri!" Bentak Nenek.

"Oh, ya ampun. Apa yang aku lakukan?" gumamnya saat semua mata menatap pada dirinya.

"Maaf, maaf bapak, ibu, suster, Kaki saya mendadak keram saat berjalan." Kilah Ibu Sri.

"Kamu ini bikin malu saja, cepat temui Dokter!"

"Oh, iya. Baik Nek."

                         ^_^^_^^_^

    Tiga hari setelah sepeninggal Appa Deren tampak murung di teras rumah panggung. Ratih terbiasa main di bale bambu di bawah pohon jambu yang sejuk. Ibu datang duduk di samping Deren.

"Ada apa dengan kamu Deren? Tak biasanya kamu seperti ini, diam tak bersuara."

Deren menatap jauh menerawang ke depan rumah. Ibu mengusap kepala Deren dengan lembut dan perlahan.

"Kenapa Ki Dagol pergi Bu? Celetuk Deren.

"Oh, hal itu. Tugas Ki Dagol sudah selesai sampai di sini. Ia ingin mengelola padepokan di sisi barat bukit Salam."

"Tapi, ibu. Siapa yang akan menjaga Ibu?"

"Apakah kau tak ingin menjaga Ibu?"

"Bu, Ibu pernah bilang. Bahwa jadi laki-laki harus kuat. Harus gapai mimpinya setinggi langit, tapi... sudahlah."

"Kenapa? Memang benar ucapan kamu, kasep ( ganteng ). Ayolah! Jangan ada dusta diantara kita." Bujuk Ibu.

"Ah, Ibu becanda."

Deren beranjak berdiri hendak pergi. Namun, ibu berhasil mencegahnya.

"Deren anak Ibu yang kasep, duduklah! Utarakan apa yang menjadikan keinginanmu."

"Deren mau melanjutkan sekolah Ibu, Deren ingin menjadi pilot. Deren ingin mengangkat harkat martabat kita kembali. Deren ingin mewujudkan mimpi Appa, ibu."

Sejenak Ibu terdiam, berbalik menatap lurus ke depan rumah seperti Deren lakukan semula. Wajahnya mendadak kemerahan menahan air mata yang ingin keluar. Pupuh tiba-tiba hadir membawa sepiring singkong rebus.

"Nek, ini singkongnya" sapa Pupuh.

Nenek bangkit lalu bicara," berikan pada Ibumu di bale" sambil berjalan masuk kedalam kamar.

'aku harus kuat, aku tidak boleh menangis. Mungkin benar yang di katakan Deren, ia masih muda ia... ?"Ibu tak melanjutkan ucapannya dalam pikirannya.

Pupuh menatap kearah Mamangnya, Deren malah menyusul Ibu masuk ke dalam kamar. Ibu duduk di sisi tempat tidur.

"Ibu, maafkan Deren. Deren tak bermaksud membuat Ibu sedih. Itu juga kalau Ibu merestui, jika tidak aku tak apa-apa."

Belum sempat pembicaraan lebih lanjut tiba-tiba Pupuh berteriak.

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang