BAYANGAN 12.

85 10 0
                                    

🧚🧚🧚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚🧚🧚

Lama orang tersebut berdiri mematung di bawah payung hitam yang tertimpa rintikan hujan pagi itu.

"Hey, Saha eta? Siapa di sana? Teriak Ibu Rose dengan logat sundanya.

Orang tersebut tetap saja diam tak bergeming. Ibu Rose berusaha menatap tajam sambil kedua tangannya mengucek dua bola matanya, karena kabut dan hujan pagi mengaburkan pandangannya.

"Ema." Celetuk Rose terperanjat.

Orang tersebut tersenyum manis menatap Nenek Rose.

"Ema, benarkah itu Ema?" Gumam Rose.

"Ema... Rose kangen." teriak Nenek Rose sambil berdiri keluar menyambut Ema.

Tetapi sayang, rupanya itu hanya bayangan halusinasi Nenek Rose yang begitu rindu akan sesosok Ibunya. Tiba-tiba Nenek menangis pikirannya melayang beberapa tahun yang lalu saat dirinya harus meninggalkan Ema.

"Kau tega meninggalkan Ema, Rose!"

"Maafkan Rose Emak. Rose gak punya pilihan lain, kalau Rose tidak mengikuti keluarga Prawiranegara mereka tak'akan menjamin keselamatan kandungan Rose. Di sini hutan Emak, anak-anak Rose harus hidup layak."

"Lalu Emak dengan siapa? Bapakmu sedang sakit, Rose."

"Emak, dengarkan Rose! Demi cucu Emak yang Rose kandung, Relakan Rose pergi. Rose janji akan tengokin Emak. Lagian kota Tasik tak jauh dari Garut"

Mungkin pada saat sekarang kota Tasik dan Garut tak jauh, namun kala itu pembangunan belum merata. Dan mereka tinggal di pelosok kampung yang jauh dari penduduk. Hari demi hari, waktu demi waktu, Rose sama sekali tak pernah berkunjung ke rumah Ibunya. Sampai dua tahun Kematian bapaknya Rose pun tak datang, dan lima tahun berselang Nenek Sekar pergi meninggalkan Desa Salam entah kemana.

Dalam keadaan bingung Ibu Rosepun menangis masuk ke dalam rumah.

"Ema, maafkan Rose" sanubarinya berucap.

Dalam keadaan baju basah Nenek masuk ke dalam rumah dan mengambil sendok lalu menyuapkan Ratih kembali. Tiba-tiba Ratih menepis sendok suapan Ibunya, hingga air gulanya membasahi lantai rumah panggung dan sedikit menyiprati wajah Ibu Rose.

"Aduh, Ratih!" Nenek Rose terkejut.

"Aduh, maafkan Ibu sayang. Ibu melamun!" Tak terasa air mata Ibu menetes dan Ibu langsung berpaling muka, agar kesedihannya tak terlihat Ratih.

"Kasihan anak Ibu, kamu jadi belepotan air gula serabi. Sini Ibu lap mukamu dengan baju ibu!"

"Kau, tunggu di sini! Nenek mau ganti pakaian ke dalam."

. ^_^^_^^_^

Beberapa Hari kemudian di siang hari sepulang sekolah, Pupuh sedang menemani Ibunya di balai bambu. Tapi naas Ratih yang tak terikat kabur berlari ke luar rumah.

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang