PENYERGAPAN 30

77 11 0
                                    

Sehari kemudian Ratih yang selesai mandi membuat Anggara tak berkedip memandang paras cantik Purwatih.

"Ratih, kau cantik sekali."

Ratih hanya tersenyum tipis.

'oh, Ratih. Kau memang kembang Desa Menyan yang membuat siapa saja pasti akan terpesona.' melayang pikiran Anggara.

Ratihpun berbaring di atas tempat tidur, seketika Anggara mendekat dan ingin menciumnya.

"Maaf Kang, aku lelah sekali." Ratih menghindar sambil memiringkan tubuhnya dan menarik selimutnya.

'tenang, tenang Anggara.' Dengan kesal dalam pikirannya mencoba tenang.

"Baiklah!" Sambil menarik nafas dan menghembuskannya perlahan." Kau istirahat. Besok kita akan jalan-jalan kembali. Istirahat lah!" Sambil membenahi selimut yang menyelimuti Ratih. Ia berdiri dan berjalan beberapa langkah lalu diam berpaling menatap Ratih yang terselimuti.

"Kau masih saja keras kepala, lihat saja! Cepat atau lambat kau akan jatuh ke pelukan ku Ratih." Gumamnya sambil berlalu keluar kamar dengan kesal.

"Semua ini gara-gara kau, Bian." Ratih mencengkram selimut dengan erat penuh emosi.

Diluar kamar.

CALL Anggara.

"Hallo Tante, sudah sampai dimanakah kalian."

TANTE.

"Siap Bos, kami dapat dua anak tapi hambatannya di jalan banyak sekali. Sebentar lagi kami sampai jalan utama."

ANGGARA.

"Siapa anak yang satunya itu?"

TANTE

"Temannya si pincang katanya, Bos."

ANGGARA

'Siapa anak itu? Ah, sudahlah!' pikir Anggara."

"Bagus! Kalian hati-hati pokoknya anak itu harus kalian singkirkan, paham!"

TANTE

"Baik Bos, siap. Aduh!"

ANGGARA

"Hallo, ada apa Tante? Ramai sekali di sana."

TANTE

"Sudah dulu Bos, ada kerbau melintas. Kepalaku sampai terjeduk, si kumis mengerem mendadak bah. Banyak sekali kerbau di sini bah, sudah Bos aku tutup telponnya."

CALL END

"Hemm... lucu sekali orang Batak ini. Tapi sudahlah! Yang penting Bisnisku lancar dan Ratih ada di tanganku. Rasakan kau Abah kau tak akan tenang di alam sana, aku bersumpah akan membalaskan dendam ku pada kalian anak cucu Abah Prawiranegara yang sudah membunuh orang tua ku. Walaupun aku tak mendapatkan batu kristal atau hartamu yang sudah terpendam itu, biarlah. Yang penting balas dendam aku tercapai dan Ratih akan segera menjadi milikku."

                     ^_^^_^^_^

   Seekor anak kerbau melintas di jalan utama lalu muncul induknya dan kawanan kerbau yang  lainnya.

"Aduh..., kampret. Banyak sekali kerbau ini."

"Tit ... tit ... " Pak kumis menyalakan kelakson dengan keras.

"MOoo ... " Kerbau malah bersuara.

"Kumis, apa yang kau lakukan?" Lihat! Mereka mengepung mobil kita. Bagaimana ini, bah?"

"Aku gak tahu Tante, kerbau-kerbau ini bukannya pergi malah berkumpul."

"Lihat kumis, bukankah itu anak yang tadi!"

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang