CEMOOHAN 09.

89 11 0
                                    

🧚🧚🧚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧚🧚🧚

   Sepanjang jalan perbukitan naik turun tanpa di sadari Pupuh, Agung dan teman-temannya tertawa melihat cara berjalan Pupuh yang pincang.

"Wah... Pemandangannya bagus sekali."

"Kamu benar Pupuh, kau akan melihat ke indahan pegunungan, sungai, di sepanjang jalan nanti." Ucap Vita.

"Apa benar begitu Agung?"

Agung yang sedang bersenda gurau di belakang Pupuh dengan teman laki-laki sedikit terkejut saat Pupuh bertanya.

"Oh, iya. Benar sekali itu."

Tiba-tiba.

"Hai... aku belok sini ya! rumahku sudah dekat. Sampai jumpa Pupuh.

"Oh, iya. Sampai jumpa juga Sari, asik juga ya rumahnya dekat sekolah." Balas Pupuh.

"Kamu gak ikut dengan kita Sari" ujar Vita.

"Gak ah takut di teang Ambu"

"Ah, gak seru kamu Sari!" Sahut Vita.

"Bodo teuing, lapar urang mah oy." Sambil berlari pulang.

Di pertengahan jalan rupanya Agung dan kedua temanya sudah saling memberi kode untuk menjaili Pupuh.

Tiba-tiba Agung merampas tas Pupuh.

"Ayo... Agung, oper-oper tasnya."

"Agung, kembalian tasku."ujar Pupuh.

"Haha... ambil dong kalau bisa!"

"Vita tangkap nih! Oper ke Iwan." Teriak Agung.

"Vita, Agung, kembalikan tasku."

"Katanya kamu kuat seperti gunung Rinjani buktikan dong!" Ujar Vita.

"Iya, buktikan dong! Dasar pincang."

"Agung... Kembalikan tasku, apa sih mau kalian?" Teriak Pupuh yang berlari kesana-kemari dengan kakinya yang terpincang-pincang.

"Haha... lihat dia seperti jungkat-jungkit bergoyang terus."

"Dengar ya! Becanda kalian sudah kelewatan.

Masa bodo kami hanya ingin bersenang-senang.

"Kalian keterlaluan."

"Sudah pincang Ibunya gila lagi."

"Darimana kalian mendengar itu?"

"Ini Desa Salam berita sekecil apapun pasti kami dengar." Sahut Agung.

"Ibuku tidak gila, ia hanya depresi! Kata Dokter ibuku masih bisa diobati."

"Anak pincang... anak orang gila..."

"Anak pincang... anak orang gila...." Olok mereka berulang kali sambil berteriak.

Tiba-tiba Pupuh berhenti, matanya memerah dan deru nafasnya tampak emosi. Ia segera mengambil batu dan menggenggam erat dengan kedua tangannya.

Pupuh Cinta Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang